Menuju konten utama

Download PDF Isi RUU Pertanahan 2019 yang Riskan Kriminalisasi

Isi RUU Pertanahan 2019 dapat di-download dalam format PDF. RUU ini jadi sorotan, lantaran riskan kriminalisasi.

Download PDF Isi RUU Pertanahan 2019 yang Riskan Kriminalisasi
Mahasiswa berunjuk rasa di depan gedung DPRD Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (25/9/2019). ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/wsj.

tirto.id - DPR-pemerintah sepakat menunda pembahasan RUU tentang Pertanahan pada Kamis (26/9/2019). Isi RUU Pertanahan merupakan salah satu RUU yang jadi sorotan dan diprotes kalangan mahasiswa dalam aksi unjuk rasa yang digelar secara serentak di sejumlah daerah.

Penundaaan pembahasan RUU Pertanahan diputuskan setelah terjadi kesepakatan antara DPR RI dan pemerintah, yang diwakili oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil, dalam rapat kerja di Komisi II DPR RI.

Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah ingin pembahasan dan pengesahan RUU Pertanahan ditunda karena adanya permintaan langsung dari Presiden Joko Widodo.

"Presiden telah mendengar berbagai informasi dari masyarakat dan ada beberapa hal yang harus dilakukan, maka beliau minta RUU Pertanahan ditunda," ujarnya di Ruang Rapat Komisi II, Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis (26/9).

Menurut Sofyan, aspirasi rakyat yang masih menyoalkan draf RUU Pertanahan, membuat pemerintah perlu menampung aspirasi publik yang belum disepakati. Sofyan juga turut membuka ruang bagi para anggota DPR yang masih ingin memberi masukan terkait RUU Pertanahan.

Kendati ditunda, Sofyan tetap meminta kepada DPR RI agar memasukkan RUU Pertanahan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. Ia beralasan, RUU Pertanahan idealnya dilanjutkan pada tahun depan.

Rentan Kriminalisasi

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, beberapa pasal di RUU Pertanahan rentan mengkriminalisasi masyarakat. Salah satunya Pasal 91.

"Setiap orang yang menghalangi petugas dan/atau aparatur penegak hukum yang melaksanakan tugas pada bidang tanah miliknya atau orang suruhannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun denda paling banyak Rp500 juta," bunyi pasal itu (draf per 9 September 2019).

"RUU Pertanahan akan banyak memberikan legitimasi kepada aparat, petugas Kementerian ATR, dan polisi untuk mempidana masyarakat," ujar Dewi saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (20/9).

Kriminalisasi akan terjadi ketika, misalnya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan pengukuran tanah, tapi pada saat itu warga menolak tanahnya dilepaskan.

"Petani-petani yang berada di wilayah yang diklaim negara sebagai tanah negara atau hutan negara atau desa-desa atau sawah-sawah yang ada di dalam konsesi perkebunan atau kehutanan, akan kena pasal pemidanaan itu. Mengerikan," tandasnya.

Dewi juga menyoroti Pasal 95, yang bunyinya "setiap orang atau kelompok yang mengakibatkan sengketa lahan akan dipidana paling lama 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp15 miliar."

Ia mengambil contoh konflik agraria di Sukamulya, Majalengka, Jawa Barat, yang terjadi lantaran pemerintah menyerobot lahan pertanian demi membangun Bandara Internasional Jawa Barat (BJIB). Belakangan, bandara itu sepi dan terus merugi karena dianggap salah perencanaan.

"Padahal, yang harusnya dijatuhkan sanksi berat adalah korporasi skala besar yang menguasai tanah dan berkonflik di atas tanah masyarakat," tegasnya.

Untuk membaca lengkap isi RUU Pertanahan yang pembahasannya sepakat ditunda oleh DPR-pemerintah dapat di-download dalam format PDF melalui tautan ini (396KB).

Baca juga artikel terkait RUU PERTANAHAN atau tulisan lainnya dari Ibnu Azis

tirto.id - Hukum
Penulis: Ibnu Azis
Editor: Abdul Aziz