Menuju konten utama

Dosen Predator yang Masih Berkeliaran di UIN Malang

Seorang dosen di UIN Malang memacari banyak mahasiswi dan mengajak mereka berhubungan seksual.

Dosen Predator yang Masih Berkeliaran di UIN Malang
Ilustrasi Pelecehan Seksual di Kampus: Kasus di UIN Malang. tirto.id/Lugas

tirto.id - Tahun 2013, hari ketika Lutfi Mustofa diangkat menjadi Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Malik Maulana Ibrahim Malang, seorang mahasiswi masuk ke ruangan, lalu menampar salah satu dosen dengan sepatu, persis ketika Lutfi sedang pidato.

Kegaduhan itu dilerai satpam. Penasaran, Lutfi bertanya kepada satpam. Jawaban yang diterimanya adalah “hanya salah paham”.

Namun, Lutfi mencari tahu apa yang terjadi. Ia memanggil si dosen dan mahasiswi. Dari si mahasiswi, ia diberitahu bahwa dosen berinisial ZH itu telah melakukan kekerasan seksual. Dari ZH, ia mendapatkan keterangan persis seperti pernyataan satpam, insiden menampar dengan sepatu itu "hanya salah paham".

Lutfi memanggil keduanya dalam waktu bersamaan. Si dosen menyangkal melakukan kekerasan seksual. Mendengar itu, si mahasiswi mencakar muka ZH.

Waktu itu Lutfi tak percaya ZH. Ia lebih percaya si mahasiswi. Ia ingin mengambil tindakan. Menurutnya, tindakan paling layak adalah memecat ZH. Keinginan itu disampaikan kepada Prof. Dr. Mudjia Rahardjo, Rektor UIN Malang saat itu.

Tapi, Mudjia melarang Lutfi mengambil tindakan yang menurutnya dianggap bisa memicu keributan dan membuat jelek "nama baik UIN Malang". Usulan memecat ZH pun ditentang oleh beberapa rekan Lutfi di fakultas.

Tindakan paling maksimal yang diambil Lutfi saat itu menskors ZH selama enam bulan dan membatalkan pencalonan ZH sebagai Wakil Dekan II. Selama enam bulan itu, ZH tidak boleh muncul di kampus.

Lalu, pada satu malam, tanpa sengaja Lutfi bertemu ZH di sebuah restoran di Malang. ZH tak sendirian. Ia berdua bersama si mahasiswi yang pernah menamparnya di muka umum. Lutfi bingung. Kalau memang relasi mereka adalah pelaku dan korban kekerasan seksual, mengapa keduanya masih jalan seperti orang pacaran?

Tak lama setelah itu, si mahasiswi mendatangi Lutfi, melarangnya menghukum ZH. Menurut si mahasiswi, apa yang terjadi di antara mereka adalah urusan mereka, dan sekarang mereka sudah baik-baik saja.

Si mahasiswi berkata kepada Lutfi bahwa ZH adalah orang yang baik. ZH akan membantunya untuk berbisnis travel haji dan umrah, ujarnya.

Lutfi mengingatkan bahwa ZH sudah beristri. Lutfi melarang si mahasiswi untuk menjalin hubungan dengan ZH, bahkan sempat dengan ancaman: jika masih terus berhubungan, bukan tidak mungkin si mahasiswi ikut dihukum.

Tetapi, ancaman itu tak digubris. Belakangan, Lutfi mendengar kabar keduanya menikah siri.

Setelah kejadian itu, Lutfi mengaku tak pernah menerima laporan-laporan baru soal ZH.

“Waktu itu saya bingung. Saya mau menindak, tetapi banyak yang menentang, bahkan korban melarang saya," katanya kepada Tirto.

Meski Lutfi tidak mendengar kabar ada kasus baru—bahkan hingga ketika tak menjabat sebagai dekan—bukan berarti ZH benar-benar berhenti menjadi predator seksual.

Modus ZH: Mengincar Mahasiswi Baru

Alma, bukan nama sebenarnya, menjadi target ZH berikutnya. Sama seperti mahasiswi yang menampar ZH dengan sepatu, Alma didekati ketika masih mahasiswi baru. ZH tak pernah mengatakan secara eksplisit sudah beristri. Ia membuat kesan ada hubungan romantis antara dia dan Alma.

Di masa-masa ZH mendekatinya, Alma menilai ZH adalah sosok dosen mengagumkan, baik, dan cerdas. Ia merasa bangga bisa berhubungan dekat dengan ZH, meskipun agak risih saat ZH memakai kata-kata “sayang” dalam pembicaraan mereka lewat pesan singkat. Beberapa kali ZH mengajak Alma bertemu di luar kampus. Tapi, ajakan itu ditolak Alma.

Meski begitu, mereka tetap berhubungan dekat, bertahun-tahun. Sampai satu kali, Alma dilabrak oleh istri dosen yang lain. Alma dituduh selingkuhan ZH.

Selain Alma, ada juga Ratih, bukan nama sebenarnya. Persis seperti cara ZH mendekati Alma, Ratih didekati sejak mahasiswi baru. Kepada Ratih, ZH mengesankan layaknya orang pacaran. Jadi, apa pun yang dia lakukan terhadap Ratih terlihat seperti suka sama suka.

Ratih tak tahu sama sekali ZH sudah punya istri. Ia juga tak tahu ZH mendekati Alma.

Semakin lama Ratih merasa hubungannya dengan ZH semakin beracun. Perlahan, ia menarik diri. Tetapi efek psikologis yang ia hadapi tak gampang beres. Setelah berhenti berhubungan dengan ZH, Ratih masih ketakutan, uring-uringan, dan marah atas semua yang sudah menimpa dirinya.

Ia memutuskan mencari pertolongan, menemui psikolog. Namun, dalam beberapa kali sesi konseling, ia bahkan gugup menceritakan detail tentang apa yang dialaminya.

Ketika kasus Agni di Universitas Gadjah Mada viral di media sosial dan media massa, awal November 2018, Ratih merasa hidupnya semakin kacau. Ia pun mencari info tentang konseling secara serius, yang bisa membuatnya nyaman untuk bercerita tentang pengalaman kekerasan seksual. Ia menemukannya.

Sampai sekarang Ratih merasa belum pulih. Untuk membulatkan tekad bercerita kepada Tirto, ia butuh waktu lebih dari dua bulan. Ia masih sangat ketakutan. Takut atas kemungkinan intimidasi dari kampus, takut atas efek buruk dalam pikirannya saat menceritakan lagi pengalaman tersebut.

“Sebenarnya cerita-cerita semacam ini selalu jadi trigger dan buat aku merasa kacau,” kata Ratih. Ia berusaha keras menguatkan diri untuk bercerita. Misinya cuma satu: tidak ada lagi korban ZH berikutnya.

Detail cerita kekerasan seksual yang dialami Ratih tidak bisa kami tuliskan karena ia ketakutan dan tidak mau ZH atau pihak kampus mengidentifikasi dirinya. Ratih khawatir akan mendapatkan intimidasi dari pihak kampus.

Infografik HL Indepth Pelecehan Seksual di Kampus

Infografik Pelecehan Seksual di Kampus: Kasus di UIN Malang. tirto/Lugas

Pelaku adalah Dosen Penting di UIN Malang

Di UIN Malang, ZH termasuk dosen penting. Ia dekat dengan mantan Rektor Mudjia Rahardjo. Ia pernah menjadi anggota Satuan Pengawas Internal (SPI), yang berada langsung di bawah rektor. SPI dibentuk untuk membantu pemeriksaan internal terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan kampus, meliputi audit, tinjauan, evaluasi, dan pemantauan.

ZH juga memimpin proyek pendanaan dari Saudi Fund Development yang dikucurkan ke UIN Malang senilai Rp700 miliar. Dana ini dipakai untuk membangun gedung baru kampus.

Menurut penuturan para korban, ZH adalah senior yang disegani di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)—organisasi kemahasiswaan yang basisnya cukup kuat di UIN Malang.

Kami mencoba menghubungi ZH, meminta penjelasan dari semua tuduhan-tuduhan serius yang kami dapatkan dari korban-korban yang berbeda. Fakta-fakta yang kami dapatkan, kami berikan lagi kepada ZH lewat pesan singkat, lalu meminta penjelasannya. Pesan itu hanya dibaca ZH, tanpa balasan. Tidak ada sanggahan atau apa pun.

Ketika kami meneleponnya, ZH tidak mengangkatnya. Padahal, status WhatsApp dia sedang online.

Begitu juga respons diam dari Dekan Fakultas Psikologi Siti Mahmudah. Pesan dan telepon kami tak digubrisnya.

Menurut Lutfi Mustofa, mantan Dekan Fakultas Psikologi yang pernah menindak ZH, ia pernah dihubungi oleh Mahmudah untuk membahas soal kelakuan ZH yang "sudah menjadi rahasia umum" di kampus. Namun, sampai kini, belum ada langkah apa pun yang diambil Mahmudah sebagai dekan, apalagi tindakan dari rektorat UIN Malang.

Hingga kami merilis artikel ini, ZH masih bebas berkeliaran dan bebas mengajar di UIN Malang.

===========

Artikel ini adalah bagian dari seri laporan mendalam #NamaBaikKampus, proyek kolaborasi antara Tirto.id, The Jakarta Post, dan VICE Indonesia terkait pelbagai dugaan kekerasan dan pelecehan seksual di perguruan tinggi di Indonesia. Tim Tirto yang bekerja untuk proyek ini adalah Dipna Videlia Putsanra di Yogayakarta, Aulia Adam, Fahri Salam, dan Wan Ulfa Nur Zuhra di Jakarta.

===========

Hak Jawab

Pada 18 Mei, Pengurus Cabang PMII Kota Malang mengirim dua surat ke redaksi Tirto. Surat pertama menyebutnya "hak tanya", surat kedua menyebutnya "hak-hak pembenahan".

Poin dari kedua surat itu sama: menyampaikan keberatan atas paragraf ini:

Menurut penuturan para korban, ZH adalah senior yang disegani di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)—organisasi kemahasiswaan yang basisnya cukup kuat di UIN Malang.

Mereka menanyakan: 1) maksud mencantumkan "nama kelembagaan PMII"; 2) pencantuman itu terkait "nama baik organisasi".

Jawaban Tirto:

Atribusi PMII relevan dengan kasus tersebut. Lebih dari satu korban yang kami wawancarai menyebut tindakan terduga pelaku diuntungkan berkat posisinya sebagai alumni senior PMII, yang sudah kami tulis dalam artikel itu sebagai organisasi mahasiswa yang basisnya cukup kuat di UIN Malang. Kami menilai pencantuman PMII sebagai latar belakang terduga pelaku itu memengaruhi upaya mengadvokasi kasus.

Tujuan lain kami: pencantuman PMII itu bisa menggerakkan anggota atau alumni PMII di luar UIN Malang untuk mendorong pengusutan atas kasus dugaan pelecehan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh ZH, yang berpihak pada korban.

Kasus di UIN Malang mungkin bisa mencontoh dari IAIN Gorontalo di mana Lakpesdam NU dan Jaringan Gusdurian Gorontalo mengutuk dan mendesak pengusutan kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh dosen. Kasus pelecehan seksual di IAIN Sultan Amai Gorontalo meledak berkat laporan Lembaga Pers Mahasiswa Humanika berjudul “Di Bawah Cengkeraman Dosen Mesum”, yang dirilis awal April 2019. Rektorat setelahnya memecat dosen pelaku tersebut.

Di pelbagai kampus di Indonesia, sebelum dan sejak kasus Agni di UGM diberitakan oleh Balairung pada awal November 2018, isu pelecehan dan kekerasan seksual menjadi sorotan dan jadi perhatian oleh sejumlah pers kampus sehingga berhasil merilis laporan bertenaga, di antaranya di UIN Bandung, Universitas Jember, Universitas Mulawarman (Samarinda), dan di UIN Malang sendiri.

Baca juga artikel terkait PELECEHAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Wan Ulfa Nur Zuhra

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Wan Ulfa Nur Zuhra
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Fahri Salam