Menuju konten utama

Domino Berjatuhan di Bisnis Kasino

Bisnis kasino di dunia sempat mengalami kejayaan. Pusat-pusat perjudian dunia tumbuh subur di AS. Namun, dalam dua tahun terakhir, para operator kasino di berbagai belahan dunia mulai memasuki masa-masa suram.

Domino Berjatuhan di Bisnis Kasino
Kota Las Vegas, Nevada, AS, didirikan pada Mei 1905 dan dimasukkan sebagai kota pada tahun 1911. Kasino pertama disahkan pada tahun 1931. Dalam foto adalah Bellagio dan Istana Caesar dengan air mancurnya. [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Sejumlah turis terlihat penasaran mengintip sebuah jendela kaca di gedung megah yang kusam. Gedung itu merupakan peninggalan “kerajaan” bisnis kasino Donald Trump yang sudah tutup karena bangkrut sejak 2014 lalu. Gedung Trump Plaza Casino ini juga merupakan saksi mata kejayaan bisnis kasino di Atlantic City, New Jersey pada era 1980-an.

Selain Atlantic City, pusat kasino lain seperti Las Vegas Strip juga mengalami hal serupa. Laporan-laporan mengenai penurunan pendapatan mewarnai bisnis operator kasino dalam beberapa waktu terakhir. Forbes menulis, pada 2007 merupakan masa puncak bisnis kasino di Las Vegas Strip dengan pendapatan 6,83 miliar dolar AS. Sayangnya, berselang dua tahun kemudian, pendapatan kasino turun menjadi 5,55 miliar dolar AS.

Total perputaran uang bisnis judi di seluruh dunia mencapai 450 miliar dolar. Namun, angkanya untuk bisnis kasino cenderung turun. Banyak hal yang melatarbelakangi penurunan bisnis kasino di AS ini, mulai dari melambatnya ekonomi global termasuk di AS, regulasi yang ketat dari beberapa negara, dan juga berkembangnya judi daring. Hadirnya surga-surga judi baru di belahan dunia lainnya, khususnya di Asia membuat kompetisi bisnis ini semakin ketat.

Bergeser ke Asia

Sejak 2008, Asia berubah menjadi salah satu tempat perjudian favorit baru di dunia. Beberapa kasino baru nan mewah dan megah bermunculan, beberapa di antaranya ada di Macau, Cina. Selang beberapa tahun kemudian, pusat kasino juga muncul di Singapura pada 2010. Kemunculan pusat-pusat kasino baru ini tentu saja langsung mengubah peta persaingan bisnis kasino dunia. Pamor tempat judi Las Vegas dan Atlantic City memudar.

Dalam sebuah studi PricewaterhouseCoopers (PwC), peta persebaran pasar perjudian dunia telah menunjukkan pergeseran. Pada 2010 pasar kasino dunia masih digenggam oleh AS dengan pangsa pasar hingga 48,9 persen. Berselang lima tahun setelahnya, pasar AS menyusut jadi 40,1 persen.

Sedangkan di Asia Pasifik justru sebaliknya. Pada 2010 pangsa pasarnya hanya 29,2 persen, lalu meloncat jadi 43,4 persen dalam lima tahun. Pasar terbesar perjudian dunia memang terbanyak di AS dan Asia Pasifik yang mendominasi hingga 83,5 persen, selebihnya di Amerika Latin 3,1 persen, Kanada 3,4 persen, dan Eropa-Timur Tengah-Afrika totalnya 10 persen.

PwC sempat mencatat pertumbuhan bisnis kasino di dunia selama 2006-2010 tak pernah melampaui dua digit. Namun, konsultan bisnis global ini memperkirakan selama periode 2011-2015 bisnis kasino dunia tetap tumbuh positif, termasuk di Asia Pasifik yang menjadi “raja baru” di bisnis ini. Sepanjang periode itu, bisnis kasino global diperkirakan tumbuh 6,9 persen sampai 12,6 persen. Namun itu hanya sebatas estimasi, kenyataannya bisnis kasino mengalami kelesuan.

Mulai Jenuh

Semenjak Cina mulai meliberalisasi bisnis kasino di negaranya pada 2001, Macau muncul sebagai surga perjudian dengan julukan “Las Vegas of the East”. Selama 2002 hingga 2015 pertumbuhan jumlah kasino di Macau bertambah pesat dari 11 kasino menjadi 35 kasino, dengan penambahan meja judi dari 339 meja jadi 5.957 meja. Bisnis kasino di Macau menyumbang hampir 70 pendapatan pajak pemerintah setempat.

Namun, kegemerlapan Macau sebagai pusat perjudian peninggalan Portugis di kawasan pasifik ternyata tak bertahan lama. Dalam waktu kurang dari satu dekade, terjadi perlambatan perjudian di pusat judi ini. South China Morning Post menulis, lesunya bisnis kasino di Macau sudah terlihat sejak 2014.

Pendapatan bisnis kasino Macau pada 2014 turun tipis 2,6 persen menjadi HK$ 332,7 miliar, setelah didahului anjloknya pendapatan bulanan terparah pada Desember 2014 hingga 30,4 persen, dalam sebuah laporan biro inspeksi dan koordinasi perjudian di Cina.

Anjloknya bisnis judi di Macau ditengarai karena gencarnya gerakan anti korupsi yang sedang dilancarkan oleh Presiden baru Cina pada waktu itu, Xi Jinping. Gerakan mengurangi hidup foya-foya para pejabat juga dilancarkan pemerintah. Lesunya perekonomian juga membuat orang-orang berduit di Negeri Tirai Bambu tersebut berpikir berkali-kali untuk berjudi.

“Kami memperkirakan akan terjadi penurunan 9 persen pendapatan bisnis kasino di Macau pada 2015,” kata analis dari CLSA Richard Huang dikutip dari South China Morning Post.

Hitungan boleh-boleh saja, tapi kenyataannya pendapatan bisnis judi Macau tahun lalu lebih parah dari perkiraan. Pada 2015 pendapatan judi Macau anjlok hingga 34,3 persen. Pendapatan Macau hanya mencapai 28,93 miliar dolar AS untuk kali pertama sejak 2010. Beberapa analis memperkirakan kondisi ini tak akan pulih setidaknya untuk dua tahun ke depan.

Bisnis kasino Macau sempat mencapai kejayaan pada 2013, pada waktu itu perputaran uang di Macau mencapai 45,2 miliar dolar AS. Pengelola kawasan judi Macau punya visi meraih perputaran uang 100 miliar dolar AS pada 2020 mendatang.

Sebelum jauh-jauh meramal beberapa tahun ke depan, tahun ini saja suramnya perjudian di Macau sudah terlihat. Pada Januari, pendapatan judi Macau hanya 2,3 miliar dolar AS atau anjok 21,4 persen dibandingkan Januari 2015. Kondisi kasino Macau makin terpuruk, pada Juni 2016 mereka hanya meraup pendapatan 1,99 miliar dolar AS atau terendah sejak September 2010.

Di tengah kondisi yang belum menentu ini, para operator judi global tetap bertaruh dengan menginvestasikan uang mereka di Macau. Media reviewjournal.com menulis beberapa operator kasino Las Vegas Sands Corp., Wynn Resorts Ltd., dan MGM Resorts International berencana membuka resor baru tahun ini di Macau. Hal ini memberikan sinyal investor masih optimistis dengan pasar di Macau.

“Kondisi bisnis di Macau cepat berubah dalam 18 bulan terakhir karena faktor regulasi dan makro ekonomi, kami percaya bahwa penurunan ini hanya sebatas siklus,” kata Analis Perjudian Deutsche Bank Andrew Zarnett Januari 2016 lalu.

Selain di Macau, kartu keberuntungan juga belum memihak di bisnis judi kasino Singapura. Tahun lalu, Singapura yang memiliki dua kasino terintegrasi di Sentosa Island, hanya meraup pendapatan 4,8 miliar dolar AS atau turun 10 persen dari 2014. Faktor kebijakan Cina yang ketat terhadap korupsi juga mempengaruhi kasino di Negeri Singa tersebut. Hal serupa juga terjadi di Filipina. Media philstar.com menulis saham-saham perusahaan kasino di Filipina anjlok hingga 35 persen tahun lalu. Sektor ini satu-satunya yang mengalami penurunan harga saham di bursa Filipina.

Masih Dinanti

Di tengah kondisi bisnis kasino yang sedang lesu. Beberapa negara di dunia mulai mewacanakan memperlonggar regulasi legalisasi perjudian. Tujuannya tak lain untuk menarik pajak dari bisnis tersebut.

Media casinonewsdaily.com menulis beberapa negara bagian seperti Georgia di AS sedang mempertimbangkan legalisasi kasino dengan harapan bisa mengambil pajak 12-35 persen dari pendapatan judi atau sekitar 280 juta dolar per tahun. Dana pajak itu, rencananya 90 persen akan digunakan untuk sektor pendidikan, tapi gagasan ini masih terjadi pro dan kontra antara pemerintah lokal dengan legislatif setempat.

Hal yang sama juga terjadi dengan Jepang dan Brazil, kedua negara juga sedang menjajaki undang-undang legalisasi kasino. Yang paling pesat perkembangannya adalah Brazil. Bila tak ada aral melintang, tahun ini legalisasi kasino bakal bergulir di Negeri Samba setelah 70 tahun. Di Jepang legalisasi kasino sudah dibahas sejak 2002 tapi belum ada keputusan. Ada gagasan bisnis kasino bisa dibuka sebelum Tokyo Summer Olympics pada 2020.

Kondisi ekonomi dan regulasi di berbagai negara memang berkontribusi pada perkembangan bisnis kasino dunia. Bisnis judi seperti karakternya yang sulit ditebak, penuh dengan spekulasi.

Baca juga artikel terkait BISNIS atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti