Menuju konten utama

Dokumennya disebut "Sampah" oleh Mahfud MD, Veronica: Suram.

Mahfud MD mengatakan dokumen soal pelanggaran HAM di Papua yang diterima Jokowi di Australia hanya "sampah". 

Dokumennya disebut
Menkopolhukam Mahfud MD berada di geladak heli KRI Semarang-594 saat akan mengikuti joy sailing di Faslabuh Ranai, Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau, Rabu (15/1/2020). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.

tirto.id - Pegiat HAM yang banyak mengadvokasi isu-isu Papua, Veronica Koman, mengaku "tidak terlalu kaget" dokumen yang timnya serahkan ke Presiden Joko Widodo dianggap "sampah" Menkopolhukam Mahfud MD. Menurutnya itu tak mengejutkan karena Mahfud juga pernah mengeluarkan pernyataan kontroversial: bahwa tak ada satu pun pelanggaran HAM di era Jokowi.

Meski demikian, mantan pengacara publik di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta itu tetap menyayangkan pernyataan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini. Menurutnya apa yang Mahfud katakan akan memperdalam luka orang Papua.

"Boro-boro dapat keadilan, untuk diakui adanya pelanggaran saja pun tidak. Pernyataan ini memberikan sinyal makin suramnya penegakan HAM di era saat ini," kata Veronica lewat keterangan tertulis, Rabu (12/2/2020).

Saat Jokowi bertandang ke Australia, Veronica mengaku "tim kami di Canberra telah berhasil menyerahkan dokumen langsung kepada Presiden."

Dokumen ini memuat nama dan lokasi tahanan politik Papua yang tersebar di tujuh kota. "Kami juga menyerahkan nama beserta umur 243 korban sipil yang meninggal selama operasi militer di Nduga sejak Desember 2018, baik karena terbunuh oleh aparat maupun karena sakit dan kelaparan dalam pengungsian."

Veronica bilang sudah sejak lama banyak pihak, termasuk akademisi dan pemuka agama, meminta Jokowi menarik pasukan dari Nduga, tapi permintaan itu tak pernah dikabulkan. "Sekarang Presiden Jokowi langsung pegang datanya... akankah tetap tidak mengindahkan permintaan tersebut?" katanya.

Untuk menanggapi surat ini, di Istana Bogor, Selasa (11/2/2020) kemarin, Mahfud mengatakan sangat banyak orang yang menyurati presiden. "Rakyat biasa juga mengirim surat ke presiden," katanya.

Ia menambahkan, "jadi kalau memang ada, sampah ajalah kalau kayak gitu."

Baca juga artikel terkait PELANGGARAN HAM atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino