Menuju konten utama

DKI Dinilai Punya Alasan Kuat Setop Kontrak Swastanisasi Air

Pemprov DKI Jakarta dinilai memiliki alasan kuat untuk menghentikan kontrak kerja sama pengelolaan air antara PD PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra.  

DKI Dinilai Punya Alasan Kuat Setop Kontrak Swastanisasi Air
Instalasi pengolahan air Palyja di Jalan Penjernihan, Jakarta. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Peneliti Human Rights Watch, Andreas Harsono mendesak Pemprov DKI Jakarta membuat keputusan tegas, yakni menghentikan kontrak kerja sama PD PAM Jaya dengan PT Palyja dan PT Aetra dalam pengelolaan air di ibu kota.

Menurut Andreas, negosiasi antara Pemprov DKI dan PAM Jaya dengan Aetra dan Palyja seharusnya berakhir dengan kesepakatan pemutusan kontrak itu. Sebab, dia menganggap ada alasan kuat bagi Pemprov DKI untuk menghentikan kontrak kerja sama PAM Jaya dengan Aetra dan Palyja.

Selain karena kedaulatan atas air harus dikuasai oleh negara untuk kesejahteraan rakyat sesuai dengan UUD 1945, Andreas menilai sejak awal kontrak tersebut dibuat dengan menyalahi hukum.

"Menurut saya, dihentikan saja kerja samanya. Kenapa? Karena kontrak ini dilakukan dengan tidak benar, jadi istilahnya dengan injak kaki, pada tahun 1995 oleh Presiden Soeharto. Tak ada tender, langsung ditunjuk ke Salim Group dan perusahaan Sigit Harjojudanto, anak Pak Harto," kata Andreas saat konferensi pers di RUJAK Center, Cikini, Rabu (3/4/2019).

Apalagi, kata Andreas, selama pelaksanaan kerja sama yang berlangsung sejak 1998 dan secara resmi baru akan berakhir 4 tahun lagi itu, Palyja dan Aetra tidak bisa memenuhi target seperti yang tercantum dalam kontrak. Belum lagi, dia menilai, kontrak kerja sama itu cacat hukum.

"Saya pernah bikin tabel kontrak yang diteken dua kali, 1997 dan 2007, itu keduanya tidak tercapai. Dari segi hukum, kalau kontrak ditandatangani dengan paksa, kontrak itu batal. Cacat hukum. Kita bisa minta ke pengadilan di Singapura, [untuk memutuskan] ini cacat hukum," kata Andreas.

Alasan lain kontrak harus dihentikan, lanjut Andreas, karena dua perusahaan swasta pengelola air di DKI selalu memiliki dalih tak masuk akal ketika akan diberi sanksi karena tidak memenuhi target.

"Kedua tidak memenuhi target. Setiap kali ada sanksi, muter alasannya dengan hal-hal teknis dan njelimet. Sehingga kita juga enggak tahu. Dua alasan itu sudah cukup kuat memutuskan kontrak," kata dia.

Dia mengingatkan banyak pemerintahan lokal di kota-kota besar di Amerika Selatan dan Eropa kini sudah tidak menyerahkan pengelolaan air ke swasta.

Baca juga artikel terkait SWASTANISASI AIR atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Addi M Idhom