Menuju konten utama
Hari Air Sedunia 2023

DKI Diminta Hentikan Swastanisasi dan Ambil Alih Pengelolaan Air

Koalisi masyarakat sipil menilai privatisasi air selama 25 tahun telah nyata menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

DKI Diminta Hentikan Swastanisasi dan Ambil Alih Pengelolaan Air
Petugas mengecek mutu air bersih di instalasi pengolahan air Palyja di Jalan Penjernihan, Jakarta. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Koalisi masyarakat sipil mendesak Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menghentikan swastanisasi dan mengambil alih pengelolaan layanan air di Ibu Kota. Desakan itu disampaikan dalam memperingatai Hari Air Sedunia 2023.

Pasalnya, alih-alih melakukan proses evaluasi terkait dengan praktik swastanisasi air di Jakarta yang telah berlangsung selama 25 tahun dengan Aetra dan Palyja, Pemprov DKI Jakarta dan PAM Jaya malah menandatangani kontrak dengan PT Moya Indonesia pada 14 Oktober 2022 lalu.

"Kontrak tersebut menjadi kabar buruk bagi warga Jakarta dan menandai dimulainya babak baru privatisasi air yang nasib pengelolaannya ke depan," kata anggota Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ), Jihan Fahira melalui keterangan tertulis, Rabu (22/3/2023).

KMMSAJ mencatat beberapa poin penting yang secara tegas menolak praktik swastanisasi air di Jakarta. Pertama, privatisasi air selama 25 tahun telah nyata menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

Kedua, privatisasi air Jakarta telah melanggar Hak Asasi Manusia dan Konstitusi terkait pemenuhan hak atas air warga DKI Jakarta. Ketiga, adanya potensi kerugian negara akibat privatisasi air selama 25 tahun.

Keempat, adanya dugaan persekongkolan dalam tender. Kelima, tidak adanya evaluasi secara menyeluruh atas perjanjian kerja sama dengan Palyja dan Aetra, sehingga berpotensi mengulangi permasalahan serupa sebab tidak didasarkan pada Undang-undang Sumber Daya Air (UU SDA).

Keenam, pencemaran air yang tidak kunjung dapat diatasi dan pemanfaatan sumber air permukaan yang belum optimal.

"Ketujuh, kelompok rentan yakni perempuan, anak, disabilitas, lansia, dan sebagainya mengalami peningkatan kerentanan dan beban yang lebih berat atas buruknya pengelolaan air di Jakarta," ucapnya.

Berangkat dari potensi babak baru privatisasi air di DKI Jakarta, KMMSAJ mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait penyelenggaraan penyediaan air di Jakarta melalui Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Aetra dan Palyja dengan melibatkan masyarakat.

KMMSAJ meminta Pemprov DKI Jakarta membuka informasi atas proses evaluasi, proses transisi, dokumen-dokumen terkait, serta bagaimana skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) penyelenggaraan air di Jakarta melalui Pergub DKI 7/2022, Nota Kesepakatan Kemendagri-KemenPUPR-Pemprov DKI Jakarta tertanggal 3 Januari 2022, Keputusan Direksi PAM Jaya No. 65/2022 dan kontrak kerjasama.

Lalu, Pemrov DKI diminta menghentikan swastanisasi dan ambil alih pengelolaan layanan air Jakarta

sebagaimana mandat Putusan MK No. 85/PUU-XI/2013 dan pastikan pemenuhan hak atas air untuk seluruh masyarakat tanpa kecuali khususnya untuk masyarakat miskin dan rentan;

"Kemudian, membatalkan kontrak atas dasar indikasi monopoli dan persekongkolan serta memulai penyelidikan atas proses kontrak tersebut," kata Jihan.

Selanjutnya, Pemprov DKI diminta melakukan pemulihan air permukaan agar dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber air baku di Jakarta. Kedaulatan atas air tidak hanya ditentukan oleh pengelolaannya yang mandiri tetapi juga dapat memaksimalkan pemanfaatan sumber air yang tersedia.

"Memperhatikan pengelolaan air yang inklusif dan berbasis pada pemenuhan Hak Asasi Manusia, sebagai Hak Dasar yang melekat dan tidak dapat dihilangkan oleh keadaan apapun, termasuk karena kerentanan seseorang," ujar Jihan.

Baca juga artikel terkait SWASTANISASI AIR JAKARTA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan