Menuju konten utama

DKI Dikritik soal Subsidi PSO Transjakarta Jadi Hibah TNI-Polri

DKI akan memangkas subsidi tiket Transjakarta sebesar Rp700 miliar dan menghapus anggaran Rp38 Miliar untuk jalur sepeda demi hibah ke Forkopimda TNI-Polri.

DKI Dikritik soal Subsidi PSO Transjakarta Jadi Hibah TNI-Polri
Calon penumpang memindai kartu uang elektronik di Halte Harmoni Transjakarta, Senin (10/10/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.

tirto.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengkritisi keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI yang akan memangkas subsidi tiket atau Public Service Obligation (PSO) Transjakarta sebesar Rp700 miliar. Diketahui usulan awal Rp4,24 triliun menjadi Rp3,5 triliun untuk subsidi tiket Transjakarta.

Pemangkasan tersebut dilakukan untuk mengakomodir permohonan hibah Forkopimda TNI dan Polri. Tidak hanya itu, Pemprov DKI Jakarta juga menghapus anggaran Rp38 Miliar untuk pembangunan 535,68 Kilometer jalur sepeda.

Terhadap hal tersebut, Kepala Bidang Advokasi LBH Jakarta, Charlie Albajili menilai Pemprov DKI mengingkari tujuan pembangunan kota berkelanjutan yang memprioritaskan transportasi umum.

Sejatinya, kata Charlie, konsep ruang kota berbasis transit yang menjadikan transportasi umum sebagai tulang punggung telah termuat dalam rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2040 dan penjabarannya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Jakarta 2022-2026.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemprov DKI perlu memprioritaskan anggaran untuk mempermudah mobilitas warga agar tidak lagi menggunakan kendaraan pribadi, seperti aksesibilitas transportasi umum hingga infrastruktur pendukung seperti pedestrian dan jalur sepeda.

"Pemotongan subsidi PSO Transjakarta dan dihapuskannya anggaran pembangunan jalur sepeda dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2023 Pemprov DKI bertentangan dengan tujuan tersebut," kata kata Charlie melalui keterangan tertulisnya, Rabu (16/11/2022).

Kemudian menurutnya, Pemprov DKI menyimpangi kewajiban pembangunan rendah karbon dan pengendalian polusi udara. Padahal mendorong efektifitas transportasi umum dan mobilitas masyarakat yang rendah emisi karbon merupakan salah satu upaya menanggulangi masalah buruknya kualitas udara Jakarta.

Berdasarkan Putusan pengadilan negeri Jakarta pusat no 374/Pdt.G/LH/2019/P dan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta nomor 549/PDT/2022/PT DKI telah menyatakan, bahwa Pemprov DKI Jakarta melanggar hukum karena selama ini lalai dalam mengontrol pencemaran udara dan wajib melakukan serangkaian upaya pengendalian terhadap hal tersebut.

Politik anggaran Pemprov DKI Jakarta memangkas subsidi PSO Transjakarta dan menghapus jalur sepeda dalam KUA-PPAS 2023 tidak sejalan dengan tujuan tersebut. Di lain sisi, justru terdapat anggaran besar pembangunan lahan parkir yang justru berorientasi pada kendaraan pribadi.

"Klaim pemulihan ekosistem kota dan implementasi pembangunan rendah karbon dalam nota kesepakatan Pemprov - DPRD seolah hanya kosmetik belaka jika tidak diikuti dengan penganggaran yang konsisten," ucapnya.

Kemudian, ia menilai Pemprov DKI melanggar mandat Rencana Pembangunan Daerah (RPD). Dalam RPD, disebutkan bahwa transportasi umum akan menjadi tulang punggung bagi ruang kota Jakarta dan memudahkan perpindahan setiap warganya.

Jalur pejalan kaki dan pesepeda disediakan di seluruh jaringan jalan dan di sekitar titik transit transportasi umum untuk meningkatkan aksesibilitas antar kawasan dengan target 70% People Near Transit (PNT). Meski secara formil dijadikan konsiderans, namun implementasi mengurangi subsidi PSO Transjakarta dan menghapuskan jalur sepeda bertentangan dengan dokumen tersebut.

"Tentu dalam hal ini patut dipertanyakan sejauh mana penjabat Gubernur DKI berwenang melakukan tindakan di luar rencana kebijakan yang dicanangkan dalam RPD tersebut mengingat kekosongan dasar hukum penunjukan penjabat kepala daerah hingga kini mengakibatkan ketidakpastian bagi masyarakat," ujarnya.

Lalu, lanjut Charlie, hibah TNI-Polri rawan memperkuat pelibatan aparat tidak berwenang dalam upaya paksa Pemprov DKI. Selain tidak jelas prioritas dan urgensinya sebab instansi tersebut menerima dana APBN, rencana hibah tersebut juga berpotensi memperkuat keterlibatan TNI-Polri dalam agenda pembangunan Pemprov DKI Jakarta yang tidak sesuai kewenangan TNI-Polri seperti penggusuran paksa.

Kekhawatiran tersebut beralasan mengingat Penjabat (Pj) Gubernur DKI, Heru Budi Hartono saat ini akan melanjutkan proyek normalisasi sungai Ciliwung yang dahulu mengakibatkan masifnya penggusuran paksa di Jakarta.

Berdasarkan hal tersebut, LBH Jakarta menuntut Pemprov DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta untuk memperbaiki rencana kerja dan anggaran dalam R-APBD 2023 yang memprioritaskan kepentingan publik dan rencana pembangunan kota berkelanjutan dengan membatalkan kebijakan anggaran di atas.

"Tidak hanya itu, LBH Jakarta juga menuntut Pemprov DKI Jakarta menghentikan pelibatan aparat tidak berwenang seperti TNI-Polri dalam agenda pembangunan dan tindakan paksa pemerintahan seperti penggusuran yang berpotensi menimbulkan pelanggaran berat HAM," pungkasnya

Baca juga artikel terkait SUBSIDI TIKET TRANSJAKARTA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri