Menuju konten utama

Liverpool Tak Butuh Henderson untuk Bermain Konservatif

Menurut Alan Smith, jurnalis The Times, Liverpool justru bisa tampil bagus saat Jordan Henderson tidak bermain.

Liverpool Tak Butuh Henderson untuk Bermain Konservatif
Bendera sudut stadion Anfield dibingkai sebelum dimulainya pertandingan sepak bola Liga Premier Inggris, di, Liverpool, Inggris, Rabu, 29 Januari, 2019. AP Photo / Jon Super

tirto.id - Saat Liverpool mengalahkan Bayern Munchen 1-3, Kamis dini hari (14/3/2019), Jordan Henderson, kapten Liverpool, hanya bermain selama 13 menit. Dalam periode tersebut, ia dua kali mendapatkan perawatan dari tim medis karena berbenturan dengan pemain Bayern.

Setelah mendapatkan perawatan yang pertama, ia masih bisa kembali bermain. Namun, usai mendapatkan perawatan yang kedua, Henderson terpaksa harus diganti: pergelangan kakinya ternyata bermasalah.

“Ada sedikit gangguan di malam yang hebat ini, yakni cedera engkel yang dialami Hendo [Henderson],” tutur Jurgen Klopp sesudah pertandingan.

Bermain dengan formasi 4-3-3, Hendo, bersama Giorgio Wijnaldum dan James Milner, merupakan pilihan utama lini tengah Liverpool dalam pertandingan tersebut. Mengingat Hendo tampil bagus dalam pertandingan leg pertama pada 19 Feburari 2018, pilihan Klopp tersebut tentu masuk akal.

Yang menarik, setelah Hendo diganti Fabinho, lini tengah Liverpool ternyata mampu tampil lebih baik. Selain berhasil membuat trio gelandang Bayern -- Javi Martinez, James Rodriguez, dan Thiago Alcantara – tak berkembang, mereka juga bisa membikin serangan Liverpool lebih hidup. Lini tengah dan lini depan Liverpool menjadi terhubung. Dan, meski tak memberikan dampak cukup yang signifikan, kinerja pemain-pemain tengah Liverpool itu adalah salah satu alasan mengapa mereka bisa menang.

Pertanyaannya: apakah Liverpool memang selalu tampil lebih bagus saat Henderson tidak bermain?

Setelah bermain imbang 0-0 melawan Bayern pada 19 Februari 2018, Liverpool juga hanya mampu bermain imbang 0-0 saat bertandang ke markas Manchester United. Dan setelah sempat menang 5-0 atas Watford, Liverpool kembali bermain imbang 0-0 saat melawat ke Goddison Park, markas Everton.

Tome Clarke, analis The Times, lantas menyebut bahwa, terutama saat Liverpool bertanding melawan Setan Merah dan Everton, komposisi pemain tengah Liverpool menjadi alasan utama mengapa Liverpool gagal mencetak gol.

“Melawan United dan Everton, Klopp memainkan Fabinho, Wijnaldum, dan Henderson di lini tengah. Mereka adalah pemain bagus, tetapi mereka bisa dianggap sebagai pilihan aman Klopp – solid, pekerja keras, lihai, tetapi tidak mempunyai bakat untuk mencetak gol,” tulis Clarke.

Dalam analisisnya itu, Clarke lalu menyertai hitung-hitungan statistik untuk menguatkan pendapatnya.

Sejauh ini, Fabinho, Wijnaldum, dan Hendo sudah bermain bersama dalam tiga pertandingan. Liverpool memang tidak pernah kalah dalam tiga pertandingan itu [satu kali menang dan satu kali bermain imbang], tetapi mereka ternyata hanya mampu mencetak satu gol dalam tiga pertandingan tersebut.

Bandingkan saat ketiga pemain itu tidak bermain bersama. Dalam 26 pertandingan, Liverpool menang 20 kali, 5 kali bermain imbang, dan 1 kali kalah. Namun, mereka ternyata mampu mencetak 63 gol -- rata-rata hampir mencetak 3 gol dalam setiap pertandingan.

Dari sana, analisis Clarke tersebut tentu tepat sasaran.

Yang menarik, setelah Liverpool menang 4-2 atas Burnley pada akhir pekan lalu, Alan Smith, yang juga analis The Times, melakukan analisis yang lebih jauh lagi menyoal kinerja lini tengah Liverpool. Dan dalam analisisnya itu, ia lantas mengambil satu kesimpulan penting: Tanpa Jordan Henderson, Liverpool ternyata mampu tampil lebih bagus.

Menurut hitung-hitungan Smith, Liverpool musim ini rata-rata berhasil mencetak tiga gol atau lebih dalam 14 pertandingan. Dan dalam pertandingan itu, Henderson hanya lima kali tampil sebagai starter. Sebaliknya, dalam enam hasil imbang yang diperoleh Liverpool, Henderson empat kali tampil sebagai starter.

Smith lalu menulis; “Pertimbangkan penampilan terbaik Liverpool musim ini: Henderson tidak bermain sebagai starter. Kemenangan meyakinkan atas Arsenal pada Desember lalu? Ia bermain sebagai pengganti. Permainan cair saat menang 4-0 atas Bounermouth? Ia masuk pada menit ke-81. Ketika mereka mengakhiri rezim Jose Mourinho di United sebelum natal? Ia juga memulai pertandingan dari bangku cadangan.”

Smith kemudian melanjutkan analisisnya. Sebelumnya, banyak yang menilai bahwa Henderson adalah salah satu alasan dari suksesnya pendekatan konservatif yang diterapkan Klopp pada musim ini. Sering berpatroli di depan garis pertahanan, kemampuannya dalam bertahan dianggap sangat membantu kinerja para pemain bertahan Liverpool.

Penilaian itu memang tak salah, tetapi pada kenyataannya, Fabinho ternyata lebih bagus dalam bertahan daripada Henderson. Menurut Whoscored, pemain asal Brasil itu rata-rata melakukan 2,1 kali tekel dan 1 intercept per laga, sementara Hendo hanya melakukan 1,4 kali tekel dan 0,8 intecept per laga.

Dari sana, kesimpulan yang diambil Smith jelas ada benarnya. Maka, karena Hendo juga tak mempunyai kemampuan yang dapat ditawarkan dalam menyerang, cedera yang ia alami saat menghadapi Bayern sebetulnya bisa menguntungkan Liverpool. Klopp tidak mempunyai beban untuk memainkan Hendo. Selain itu, tanpa Hendo, Liverpool juga masih bisa tetap bermain konservatif tanpa harus mengorbankan kreativitas di lini tengah.

Ingat, Liverpool saat ini sedang berada dalam fase krusial untuk memperebutkan gelar Premier League maupun Liga Champions Eropa. Untuk menang, bermain bertahan saja tentu tidak cukup. Mereka juga membutuhkan kreativitas dari para pemain tengahnya untuk mendukung kinerja Salah, Mane, serta Firmino di lini depan.

Baca juga artikel terkait LIVE LIGA CHAMPIONS atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Renalto Setiawan