Menuju konten utama

DJ Khaled Si Raja Snapchat

Bagaimana seorang penyiar radio membangun identitas sebagai megabintang dunia musik tapi diragukan kapasitasnya sebagai musikus.

DJ Khaled Si Raja Snapchat
DJ Khaled berpose di ruang konferensi pers saat perhelatan People's Choice Awards 2017 di Microsoft Theater, Los Angeles, California. FOTO/Kevork Djansezian/Getty Images

tirto.id - Pada 23 Juni lalu, penyiar radio, DJ, dan persona media sosial DJ Khaled meluncurkan album kesepuluh yang diberi judul Grateful. Album dirilis oleh We the Best Music Group bersama Epic Records dan menampilkan banyak bintang hip-hop dan pop dunia yang memang menjadi ciri khas DJ Khaled. Mereka di antaranya Future, Travis Scott, Rick Ross, Migos, Chance the Rapper, Nicki Minaj, Kodak Black, Alicia Keys, Beyoncé, Jay Z, Justin Bieber, Lil Wayne, 2 Chainz, Drake, Rihanna, Sizzla, Mavado, Nas, Calvin Harris, dan Betty Wright.

Lantas apa yang membuat album ini istimewa?

Ini pertanyaan banyak orang, sejauh ini berbagai situs kancah musik masih menganggap dan mencurigai DJ Khaled sebagai penumpang alih-alih musikus. Ia tidak membuat lagu, tidak bernyanyi, hanya sekedar mengundang musikus lain untuk kemudian bernyanyi bersama. Tom Breihan di Stereogum misalnya merisak DJ Khaled dengan menyebutnya sebagai orang yang mendapat banyak untung tanpa melakukan apa pun.

“Apa yang dilakukan Khaled sebenarnya menyelenggarakan potongan event rap dengan bintang dan membuat meme. Itu saja. Dan ia sukses. Khaled sepertinya semakin berkembang dan muncul di mana saja setiap tahun, mengendarai keramaian Snapchat dan dominasi festival hingga pada satu titik membuat lagunya menjadi nomor satu, lagu yang bahkan tidak ada suaranya sama sekali,” tulis Breihan.

DJ Khaled terlahir sebagai Khaled Mohamed Khaled pada bulan November 1975 di New Orleans, Louisiana. Kedua orangtuanya berasal dari Palestina dan merupakan musisi yang memainkan musik-musik Arab. Keduanya mendorong Khaled untuk berkarir di bidang musik saat ia tertarik pada musik hip-hop.

Ia memulai karirnya sebagai penjaga toko musik, kemudian berkembang menjadi penyiar radio dan menapaki karirnya saat bekerja di toko musik Odyssey, di mana ia berkenalan dengan Lil Wayne dan Birdman.

Infografik Dj Khaled

Laju kariernya cerah saat ia memulai karir sebagai DJ di Miami. Khaled perlahan bergabung dengan Grup Hip-hop Fat Joe bernama Terror Squad, setelah memproduseri beberapa lagu untuk grup ini. Terlepas berbagai kritik dan makian, musiknya bisa dinikmati oleh banyak orang. Misalnya “Holla At Me” yang ia produksi pada 2006 dan menghadirkan Lil Wayne, Paul Wall, Fat Joe, Rick Ross, dan Pitbull dan menggunakan sampel suara Amen Ra Hip-Hop Amerika; Afrika Bambaataa berjudul “Looking For The Perfect Beat.”

10 album yang diproduksi oleh DJ Khaled nyaris selalu menghadirkan nama besar, mulai dari Kanye West hingga JAY-Z. Ciri khas album Khaled adalah menghadirkan musisi ternama yang tengah naik pada era itu. Misalnya saat ia merilis album perdananya Listennn... the Album (2006) yang dirilis oleh Koch Records, ia menghadirkan Lil Wayne, Paul Wall, Fat Joe, Rick Ross, dan Pitbull. Strategi ini menjadi resep generik dan menghadirkan kesuksesan beruntun.

Kejeniusan Khaled adalah ia menggunakan orang lain untuk membuatnya terkenal. Ia juga menghadirkan musik yang bisa didengar, tidak harus spesial, yang penting bisa didengar sambil bergoyang di klub. Menyandingkan Khaled dengan DJ Shadow, Cut Chemist, atau Nujabes tentu tidak terlalu tepat.

Chris DeVille di Stereogum tahun lalu menuliskan bagaimana Khaled menjadi mogul media sosial. Pada mulanya ia hanya sekedar mampir, numpang tenar dengan bintang-bintang hip-hop yang ia kenal. Khaled nyaris bisa dikenali dengan kata-kata yang menjadi ciri khasnya seperti “Another one!” “Bless up!” atau “Congratulations, you played yourself!”. Ia juga tanpa henti memperlihatkan kehidupan pribadinya melalui Snapchat, New York Times mencatat ia pernah menghadirkan dua juta penonton tiap aktivitas yang ia lakukan di sosial media itu.

Khaled adalah anomali, ia terkenal karena menjadi terkenal. Kehadiran media sosial dan TV show juga media-media di internet yang tak puas memperbincangkan menambah ketenaran Khaled. Ia mengeksploitasi hidupnya sendiri, muncul di cara Ellen, Nightline, dan muncul di berbagai kanal Youtuber. Ia hidup untuk dirinya sendiri, seperti saat wawancara bersama Complex, ia menunjukkan koleksi sneakers miliknya. Khaled tidak menjawab nyaris satupun pertanyaan dari si pewawancara. Kepada Larry King, dia juga menjawab nyaris asal-asalan dan terlihat menjadikan dirinya sebagai pusat semesta.

Mungkin ini yang membuat Khaled jadi fenomenal. Ia tidak sedang berpura-pura, ia narsisis dan egois dan menyadari ini. "Menjadi otentik akan membuatmu sukses," kata Khaled dalam wawancara bersama CNBC. "Saat orang melihat seseorang yang jujur, mereka menyukainya. Ini bukan pura pura, ini bukan kepalsuan."

Review buruk, kata-kata kasar, dan ejekan terhadap Khaled tidak membuatnya mundur. Albumnya Grateful memuncaki tangga Billboard, sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh 4:44 milik JAY-Z, tapi tentu bukan karena alasan estetik artistik. Bahkan ada beberapa pujian yang diberikan, misalnya dari Rebecca Haithcoat di Pitchfork yang menyebut Grateful sebagai album tentang cinta dari ayah kepada anaknya. Setidaknya, ada tiga lagu yang menunjukkan kecintaan Khaled terhadap anaknya: “I Love You So Much,” “Asahd Talk,” dan “I’m So Grateful”.

Ini tentu tidak berlebihan mengingat Asahd Khaled, putra dari DJ Khaled menjadi sampul album bahkan menjadi produser eksekutif untuk album Grateful. Putra Khaled menjadi bintang media sosial karena ia kerap kali menyertakan Asahd dalam aksinya. Ia membawanya nyaris kemana saja dan membuatnya menjadi terkenal bahkan sebelum Asahd bisa bicara.

Baca juga artikel terkait HIP HOP atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Musik
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Maulida Sri Handayani