Menuju konten utama

Disabilitas Jalani Sidang, Pakar Pidana: Hakim Perlu Ahli Psikologi

Majelis hakim perlu menghadirkan ahli psikologi untuk menilai seseorang menyandang disabilitas. 

Disabilitas Jalani Sidang, Pakar Pidana: Hakim Perlu Ahli Psikologi
Sejumlah orang penyandang disabilitas mental berada di Panti Rehabilitasi Yayasan Galuh, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (7/2/2019). ANTARA FOTO/Risky Andrianto/wsj.

tirto.id - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar mengatakan, diperlukan penjelasan dari ahli untuk menilai seseorang menyandang disabilitas intelektual.

Hal itu, kata dia, diperlukan guna mencari tahu apakah yang bersangkutan mengetahui perbuatannya dilarang atau tidak.

Penjelasan Ficar ini terkait dengan kasus Wendra Purnama (22 ), pemuda disabilitas intelektual yang kini dihadapkan persidangan atas penggunaan sabu-sabu. Dia juga didakwa sebagai perantara.

"Tolak ukurnya adakah kesadaran dari pelaku bahwa sabu itu barang terlarang atau ia punya kemampuan untuk menduga bahwa sabu itu barang terlarang," kata Ficar saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (26/3/2019).

Terkait kasus Wendra, kata dia, bila ada indikasi ia dapat menilai perbuatannya dilarang, maka ia bisa dipidana.

Ficar juga menjelaskan, dalam KUHAP terdapat 4 syarat untuk mempidana seseorang, yakni perbuatan melanggar pidana (actus reus), niat jahat (mens rea), bukan orang sakit jiwa atau anak-anak, dan tidak terdapat alasan pemaaf yang menggugurkan penuntutan.

Oleh karena itu, ia menilai perlu ahli psikologi atau kesehatan jiwa dalam sidang Wendra, sehingga hakim dapat memeriksa dan memberi pendapat soal kondisinya.

Kemudian, penilaian itu dapat digunakan dalam sidang, sehingga bisa atau tidak dipidana berdasar kondisi Wendra.

"Untuk dapat menghukum atau melepaskan tanggung jawab atas kesalahan pidananya, harus didengar penjelasan dan pendapat para ahli dahulu, ahli kedokteran jiwa," kata dia.

Wendra Purnama kini di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Tangerang atas kasus penyalahgunaan narkoba. Saat ini, sudah 5 kali ke Pengadilan Negeri Tangerang untuk menjalani sidang.

Kasus ini bermula saat Wendra mengkonsumsi sabu-sabu bersama Hau Hau Wijaya alias Ahua dan seorang temannya lagi, Icha pada 25 November 2018. Kemudian Hau Hau mengajak Wendra pergi guna membeli sabu-sabu lagi untuk dijual.

Meski demikian, dalam perkembangannya diketahui kalau Wendra merupakan orang dengan disabilitas intelektual. Hal ini diketahui setelah dilakukan pemeriksaan oleh psikolog dari Himpunan Psikologi Indonesia Wilayah Banten.

Baca juga artikel terkait NARKOBA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali