Menuju konten utama

Dirut Pertamina: Penurunan BBM Tinggal Tunggu Keputusan Pemerintah

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, penyesuaian harga BBM menunggu keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati bersiap mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/3/2019). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj.

tirto.id - Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tinggal menunggu keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Selama ini, Pemerintah meninjau harga jual BBM setiap tiga bulan dan untuk menghitung harga keekonomian. "Harga BBM, kami berkomunikasi dengan ESDM mudah-mudahan pemerintah bisa segera ambil keputusan tepat untuk saat ini," ujarnya saat rapat dengan Komisi VII, Selasa (21/4/2020).

Meski demikian, menurut Nicke, BBM Indonesia saat ini masih lebih murah jika dibandingkan negara kawasan regional. Bahkan, harga solar pertamina yang masih di kisaran Rp5.150 atau 0,33 dolar AS per liter disebut paling murah di Asia Tenggara.

"Kalau kita bandingkan harga kita dengan negara lain regional sebetulnya harga kita hanya kalah dengan Malaysia karena kita juga terdepresiasi rupiahnya. Kita bandingkan dalam USD untuk gasoline USD0,49 atau Rp7.650," imbuhnya.

Rencana Pertamina untuk menurunkan harga jual BBM dalam negeri sendiri terganjal oleh sejumlah alasan. Pertama, operasional kilang yang perlu tetap beroperasi mengolah minyak mentah (crude) dari dalam negeri.

"Kami membeli BBM impor harganya lebih murah dibanding harga crude-nya. Waktu di pertengahan atau akhir Maret kami membeli crude harganya 24 dolar per barel tapi harga gasoline 22,5 dolar. Dalam kondisi ini ya lebih baik kita tutup semua kilang, tapi kan kita nggak boleh seperti itu," urai Nicke.

Pertamina, kata dia, tak bisa langsung menghentikan kegiatan produksi hulu tersebut karena tetap harus memprioritaskan penyerapan produksi dalam negeri. Di samping itu, menghentikan kegiatan kilang juga bakal bakal menyia-nyiakan belanja modal yang telah dikeluarkan.

"Terus terang dari hulu kami tidak mungkin meng-adjust seluruh opex (operating expenditure) dan capex (capital expenditure) supaya sesuai dengan harga crude hari ini. Terus terang saja biaya produksinya lebih tinggi dari harga crude hari ini," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait HARGA MINYAK DUNIA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz