Menuju konten utama

Dirut BRI dan Mandiri: Bank dalam "Survival Mode"

Bank-bank harus menyisihkan pencadangan untuk menghadapi potensi kredit bermasalah.

Dirut BRI dan Mandiri: Bank dalam
Ilustrasi Bank. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Dirut Bank Mandiri Darmawan Junaidi dan Dirut BRI Sunarso sama-sama mengakui bahwa perbankan Indonesia kini dalam kondisi “survival mode” menghadapi tekanan pandemi.

“Saat ini kami sedang survival mode,” jelas Darmawan dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (15/6/2021).

“Saat ini survival mode, crisis mode. Kita harus sangat hati-hati dan cermat dalam menentukan sikap perbankan,” tambah Sunarso.

Sunarso menjelaskan, kinerja keuangan bank-bank termasuk BRI tersedot untuk pencadangan. Tahun 2019, saat kondisi normal, BRI masih mampu mencetak laba hingga Rp34,41 triliun. Namun, laba BRI menukik tajam menjadi hanya Rp18,6 triliun pada 2020, akibat pencadangan di tengah tekanan akibat pandemi.

Ia meyakini jika kondisi normal dan BRI tidak perlu melakukan pencadangan, laba BRI bisa menembus hingga Rp38 triliun. Namun, BRI harus menyiapkan pencadangan untuk mengantisipasi jika terjadi pemburukan kondisi akibat pandemi.

“[Bank] Ini sangat sistemik, sehingga kita merelakan mencadangkan,” jelas Sunarso.

Sunarso menjabarkan, per April 2021, BRI mengalokasikan Rp73,11 triliun untuk CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai). Sementara angka NPL hanya Rp29 triliun. "Ini berarti kita mencadangkan 2,5 kali NPL. Mengapa? Karena memang di portofolio masih banyak yang berisiko," jelasnya.

Dari Rp73,11 triliun, dikurangi NPL, maka masih tersisa sekitar Rp44 triliun yang digunakan untuk menghadapi loan at risk yang mencapai Rp227 triliun, yang dikategorikan pinjaman berisiko. Ini artinya cadangan untuk pinjaman berisiko mencapai 19 persennya. "Jadi NPL tidak boleh lebih dari 19%, kalau lebih harus mencadangkan lagi. Makanya laba tidak kita ambil semua untuk menambah pencadangan," papar Sunarso.

Ketua Himbara ini menegaskan, penyimpanan dalam bentuk pencadangan merupakan antisipasi bank-bank yang sedang menghadapi “survival mode”. Pencadangan bukan berarti bank menyembunyikan laba yang pada akhirnya mengurangi pembayaran pajak.

“Mohon disinkronkan cara pandang, bahwa pencadangan dibutuhkan untuk keberlangsungan nasib. Izin disisihkan dulu, kalau normal, kita tarik lagi dan mari dipajaki,” tambahnya.

Otoritas Jasa Keuangan sebelumnya mencatat, kredit perbankan masih terkontraksi sebesar 2,28 persen (yoy) per April 2021. Namun, kredit konsumsi mulai tumbuh positif 0,31 persen (yoy) sejalan dengan meningkatnya proporsi pengeluaran konsumsi terutama didorong oleh KPR sebagai hasil dari kebijakan stimulus Pemerintah, OJK dan BI dalam penyaluran KPR.

Jika kredit masih kontraksi, tidak demikian dengan dana simpanan masyarakat. Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan mencatatkan pertumbuhan double digit sebesar 10,94 persen yoy, yang berarti masyarakat masih mengerem konsumsi.

Dari sisi kredit bermasalah, OJK mencatat rasio NPL gross sebesar 3,22 persen (NPL netto 1,06 persen) dan rasio NPF Perusahaan Pembiayaan April 2021 turun menjadi 3,9 persen (Maret 2021: 3,7 persen).

Rasio nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terkonfirmasi dari rasio Posisi Devisa Neto April 2021 sebesar 1,38 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen.

Likuiditas industri perbankan berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per 10 Mei 2021 terpantau masing-masing pada level 149,92 persen dan 32,46 persen, di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.

Sementara rasio permodalan atau Capital Adequacy Ratio sebesar 24,26 persen, jauh di atas threshold. Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing tercatat sebesar 639 persen dan 344 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen. Begitupun gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2,02 persen, jauh di bawah batas maksimum 10 persen.

Baca juga artikel terkait BANK BUMN atau tulisan lainnya dari Nurul Qomariyah Pramisti

tirto.id - Bisnis
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti