Menuju konten utama

Diperiksa Suap Proyek di KemenPUPR, Anggota DPR RI Fathan Mangkir

Anggota DPR RI Fraksi PKB, Fathan mangkir dari pemerikaan sebagai saksi kasus suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) TA 2016.

Diperiksa Suap Proyek di KemenPUPR, Anggota DPR RI Fathan Mangkir
Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka kasus dugaan korupsi, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/6/2019). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/ama.

tirto.id - Anggota DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Fathan tak hadiri panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (13/8/2019).

Ia seharusnya diperiksa untuk kasus tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) TA 2016.

"Saksi tidak hadir, Drs Fathan [Anggota DPR RI dari Fraksi PKB periode 2014-2019], " kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (13/8/2019).

Ia seharusnya dipanggil untuk tersangka Hong Artha John Alfred. "Pemeriksaan dijadwalkan ulang," ujar Febri.

Hong Artha John Alfred telah ditetapkan oleh KPK pada 2 Juli 2019 sebagai sebagai tersangka kasus korupsi proyek infrastruktur berupa pembangunan jalan di Kementerian PUPR. Hong Artha diduga bersama-sama memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara.

Damayanti Wisnu Putranti selaku Anggota DPR RI periode 2014-2019 merupakan pihak yang diduga menerima suap sebesar Rp 1 miliar pada November 2015.

Selain itu, terdapat Kepala Badan Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary yang diduga menerima uang sebesar Rp8 miliar dan Rp2,6 miliar.

HA disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal S ayat (1) huruf b atau pasal13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Di sisi lain, Damayanti Wisnu Putranti sendiri sudah mendapatkan vonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan, pada 26 September 2016 oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Politisi PDIP itu dinyatakan bersalah dan terbukti menerima suap proyek pelebaran jalan Tehoru-Laimu, Maluku, senilai Rp8,1 miliar.

Vonis untuk Damayanti ini lebih rendah dari tuntutan jaksa, yang meminta hakim memvonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan, serta pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik. Namun, KPK tidak mengajukan banding.

Baca juga artikel terkait SUAP PROYEK PUPR atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Zakki Amali