Menuju konten utama

Diperiksa Dugaan Plagiat oleh UGM, Rektor Unnes Ngadu ke Komnas HAM

“Melanggar HAM yang mana saja juga saya tidak tahu,” kata Ketua Senat Akademik UGM Hardyanto.

Diperiksa Dugaan Plagiat oleh UGM, Rektor Unnes Ngadu ke Komnas HAM
Rektor Universitas Negeri Semarang Fathur Rokhman/ tirto.

tirto.id - Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) Fathur Rokhman mengadukan Ketua Senat Akademik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Hardyanto Soebono ke Komnas HAM. Alasannya, Senat UGM telah melanggar hak saat memeriksa si rektor terkait tudingan plagiarisme.

Melalui keterangan resmi yang diterima redaksi Tirto.id pada Rabu (18/12/2019), Fathur menemui Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat pekan lalu (13/12/2019).

Fathur mengadu kepada Komnas HAM bahwa UGM tidak menjalankan sesuai “prosedur hukum”. Ketua Senat UGM, menurut Fathur, tidak menjelaskan “landasan legal” atas tuduhan plagiarisme tersebut.

“Saya menyampaikan ke Pak Ahmad Taufan Damanik bahwa saya mendapat perlakuan tidak adil, maka saya akan mengadukan ini untuk mendapat keadilan," kata Fathur.

Rektor Unnes membantah disertasinya saat menempuh program doktoral di UGM adalah hasil plagiat karya mahasiswanya.

"Saya memang tidak melakukan apa yang dituduhkan, yaitu tentang fitnah plagiarisme. Akibatnya, banyak info pemberitaan yang menyudutkan saya. Saya harus wajib menghentikan perbuatan dholim tersebut," ujarnya.

Ketua Senat Akademik UGM Hardyanto mempersilakan Fathur Rokhman mengadu ke Komnas HAM sekaligus membuktikan letak kesalahannya.

"Ya biar saja,” kata Hardyanto kepada Tirto.id, Rabu (18/12/2019). “Melanggar HAM yang mana saja juga saya tidak tahu.”

“Tugas saya sekali lagi [di] Senat Akademik, saya selaku ketua, hanya merespons permintaan dari rektor. Rektor dapat surat dari pengadu soal masalah Pak FR [melakukan] plagiarisme, lalu Pak Rektor didisposisikan," katanya.

Menurutnya, aduan Fathur ke Komnas HAM tak relevan. Ia mempertanyakan di mana letak pelanggaran HAM terhadap Fathur soal pemeriksaan dugaan plagiarisme tersebut.

"Coba saja dibuktikan [ada pelanggaran HAM]. Salah satu tugas Senat Akademik adalah melakukan penilaian terhadap norma akademik," ujarnya.

Hardyanto berkata bila ia tidak menjalankan tugas, tidak menindaklanjuti laporan tentang dugaan plagiarisme tersebut, justru akan terjadi maladministrasi.

“Kalau misalnya kami dipanggil Komnas HAM, ya kami siap," katanya.

Hardyanto menerangkan pemeriksaan dugaan plagiarisme Rektor Unnes Fathur Rokhman saat ini masih dalam proses. Selain memanggil Fathur, Senat Akademik UGM memanggil saksi, yakni mahasiswa yang diduga skripsinya diplagiat oleh Fathur.

UGM sudah melayangkan pemanggilan kepada saksi, tetapi saksi tidak hadir. "Ini mungkin mau memanggil [saksi] sekali lagi," kata Hardyanto.

Tudingan Fathur melakukan plagiarisme mencuat pada akhir tahun 2018 setelah ada surat pengaduan ke UGM pada 23 Oktober 2018. Surat ini menerangkan disertasi Fathur Rokhman berjudul “Pemilihan Bahasa dalam Masyarakat Dwibahasa: Kajian Sosiolinguistik di Banyumas” pada 2003 diduga hasil jiplakan.

Pengaduan itu dilayangkan ke UGM sebelum Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi saat itu Mohamad Nasir melantik Fathur Rokhman sebagai Rektor Unnes untuk periode kedua (2018-2022).

Surat itu meminta UGM mengusut dugaan plagiarisme karya ilmiah Fathur saat menjalani mahasiswa program doktor UGM plus memeriksa disertasinya (1997-2003). Pengadu menuding Fathur menjiplak dua skripsi mahasiswanya.

Dugaan plagiat ini ditulis oleh Tirto.id pada awal Agustus 2019. Pihak Unnes lewat Kepala Humas Burhanuddin melayangkan surat pengaduan ke Dewan Pers atas pemberitaan Tirto dan melakukan mediasi pada 15 Oktober. Pada 26 November, mediasi kedua dilakukan di Dewan Pers. Tudingan pihak Unnes bahwa berita Tirto melakukan pencemaran nama baik terhadap Fathur Rokhman tidak terbukti.

Senat Akademik UGM telah memanggil dan memeriksa Fathur Rokhman pada 27 November. Pihak senat melalui Dewan Kehormatan UGM melakukan klarifikasi terhadap Fathur selama 1,5 jam untuk memeriksa tudingan plagiarisme itu sebagaimana dilaporkan oleh pengadu.

Menurut Hardyanto saat itu, konsekuensi plagiarisme dalam karya akademik bisa macam-macam. "Apakah pelanggaran etik itu dianggap ringan, sedang , atau berat."

"Kalau berat bisa dicabut [gelarnya]. Kalau ringan diperingatkan, tidak boleh naik pangkat. [Semua] nanti dilaporkan ke kementerian," kata Hardyanto saat itu.

Baca juga artikel terkait PLAGIAT UNNES atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Fahri Salam