Menuju konten utama

Dilema Kenaikan BBM, Apindo: Daya Beli dan Inflasi Tinggi

Ekonom menilai pemerintah perlu melakukan mitigasi imbasnya kenaikan harga BBM subsidi akan berdampak pada inflasi dan terkenannya daya beli di masyarakat.

Dilema Kenaikan BBM, Apindo: Daya Beli dan Inflasi Tinggi
Pengendara kendaraan roda dua mengisi bahan bakar minyak (BBM) di salah satu SPBU di kawasan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Rabu (31/8/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.

tirto.id - Pemerintah resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite menjadi Rp10.000 sebelumnya Rp7.650, Solar subsidi dari Rp5.150 per-liter menjadi Rp6.800, Pertamax dari Rp12.500 menjadi Rp14.500 per-liter. Tarif tersebut sudah berlaku pada Sabtu (3/9/2022) pekan lalu.

Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi APINDO, Ajib Hamdani menuturkan pemerintah perlu melakukan mitigasi. Dia menjelaskan dampak kenaikan BBM berpotensi tertekannya daya beli dan tingkat konsumsi oleh masyarakat.

Karena itu pemerintah perlu menjaga daya beli dan konsumsi masyarakat. Dia menuturkan

pertumbuhan ekonomi saat ini berada dalam tren positif.

Secara signifikan ditopang oleh konsumsi masyarakat. Kuartal II-2022 pertumbuhan ekonomi dalam negeri telah mencapai 5,44 persen. Diproyeksikan oleh pemerintah bisa konsisten di atas 5 persen secara agregat di akhir 2022.

"Untuk mencapai proyeksi ini, daya beli dan konsumsi masyarakat harus terjaga dengan baik," kata Ajib kepada Tirto, Senin (5/9/2022).

Kemudian, kenaikan BBM juga akan berdampak pada tingginya inflasi. Dia membeberkan data inflasi pada kuartal II-2022 sudah cukup mengkhawatirkan, menyentuh angka 4,94 persen. Di sisi lain, proyeksi pemerintah, inflasi hanya di kisaran 3 persen secara agregat sampai akhir tahun 2022.

"Karena inflasi ini, secara langsung akan menjadi pengurang tingkat kesejahteraan masyarakat. Sebuah capaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan menjadi tidak bermakna ketika inflasi juga tidak terkontrol. Karena secara substantif, tingkat kesejahteraan masyarakat tidak naik," bebernya.

Tidak hanya itu, dia juga menjelaskan dampak kenaikan inflasi akan berimbas pada aspek perekonomian dan psikologi pasar. Dalam konteks ekonomi, setiap kenaikan Harga Pokok Produksi (HPP) akan berakibat secara langsung terhadap harga akhir barang atau jasa sehingga harga ditingkat konsumen akhir atau masyarakat, akan mengalami kenaikan.

Kemudian dalam konteks psikologi pasar, masyarakat yang terbebani konsumsinya karena kenaikan harga-harga dan menaikkan harga produksinya. Walaupun, dia mengklaim tidak ada efek secara langsung atas kenaikan HPP. Dengan kondisi tersebut, Ajib menilai pemerintah hingga saat ini belum melakukan strategi untuk menjaga inflasi tanah air.

Sementara itu, dia menuturkan jika hingga saat ini pemerintah belum membuat regulasi untuk mengendalikan inflasi proyeksi pun akan sulit tercapai. Proyeksi inflasi akan terkerek di atas 4 persen secara agregat di akhir 2022.

"Jadi, pemerintah sudah relatif bisa menjaga potensi masalah jangka pendek atas tertekannya daya beli masyarakat, tapi masih ditunggu kebijakan strategis jangka panjang untuk bisa mengendalikan meroketnya inflasi," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait AKIBAT BBM NAIK atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin