Menuju konten utama

Dilarang Kampanye, Turki Sebut Belanda 'Sisa-Sisa Nazi'

Belanda telah melarang Menteri Luar Negeri Turki mendarat di Rotterdam terkait kampanye politik Ankara di antara para emigran Turki. Larangan Belanda membuat Presiden Tayyip Erdogan menyebut negara sesama anggota NATO itu sebagai "sisa-sisa Nazi".

 Dilarang Kampanye, Turki Sebut Belanda 'Sisa-Sisa Nazi'
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu muncul di balkon saat reli kampanye pemilihan untuk referendum Turki mendatang di Hamburg, Jerman, Selasa (7/3). ANTARA FOTO/REUTERS/Fabian Bimmer.

tirto.id - Dalam pidatonya di Perancis, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan pada Minggu (12/3/2017) waktu setempat bahwa Belanda adalah "ibu kota fasisme". Pernyataan ini terkait sengketa kampanye politik Ankara di antara imigran Turki di Eropa terus memanas.

"Belanda, yang disebut ibu kota demokrasi, dan saya mengatakan ini dalam tanda kutip karena mereka sebenarnya ibu kota fasisme ..., " kata Cavusoglu selama kunjungannya ke kota Perancis timur laut, Metz sebagaimana dikutip dari Antara, Senin (13/3/2017).

Sebelumnya, Belanda telah melarang Menteri Luar Negeri Turki mendarat di Rotterdam, di tengah perselisihan menyangkut kampanye politik Ankara di antara para emigran Turki.

Larangan Belanda membuat Presiden Tayyip Erdogan menyebut negara sesama anggota NATO itu sebagai "sisa-sisa Nazi".

Insiden luar biasa pun muncul beberapa jam setelah Menlu Mevlut Cavusoglu mengatakan ia akan terbang ke Rotterdam kendati dilarang hadir dalam unjuk rasa di kota itu guna menggalang dukungan untuk menyapu kekuasaan baru yang diinginkan Erdogan. "Eropa tidak boleh berlaku seperti atasan," kata Cavusoglu.

Ia juga dilarang menghadiri kegiatan serupa di Hamburg, Jerman, pekan lalu, dan karena itu ia hanya berbicara di konsulat Turki. Belanda ditudingnya telah memperlakukan banyak warga Turki di negara itu seperti "sandera", menjauhkan mereka dari Ankara.

Cavusoglu pun mengancam akan mengeluarkan sanksi politik dan ekonomi berat jika Belanda menolak kedatangannya. Ancaman itu membuat pemerintahan Belanda tak ragu mengeluarkan keputusan.

Dengan alasan ketertiban umum serta masalah keamanan, Belanda tidak mengeluarkan izin bagi pendaratan penerbangan Cavusoglu.

Di tengah meningkatnya perselisihan antara kedua negara menyangkut kampanye Turki di Eropa, menurut sejumlah sumber pada kementerian luar negeri Turki, pihak berwenang Turki juga dilaporkan telah menyegel kedutaan dan konsulat Belanda.

"Turki juga menutup kediaman duta besar," jelas kuasa usaha dan konsul jenderal Belanda.

Sebelumnya bahkan Menteri Urusan Keluarga Turki Fatma Betul Sayan Kaya dihadang oleh kepolisian Belanda untuk masuk ke konsulat Turki di Rotterdam.

Kementerian Luar Negeri Turki juga mengatakan, pihaknya tidak menginginkan duta besar Belanda "untuk sementara ini" kembali ke Turki di tengah perselisihan kedua negara.

"Kami tidak menginginkan duta besar Belanda, yang sekarang sedang cuti, untuk kembali ke penempatannya untuk sementara ini. Mitra-mitra kami sudah dijelaskan bahwa keputusan besar yang diambil terhadap Turki dan masyarakat Turki Belanda akan menimbulkan masalah serius pada aspek diplomatik, politik, ekonomi, dan bidang-bidang lain.

Sementara itu, Perancis mendesak Turki dan beberapa negara anggota Uni Eropa untuk meredakan ketegangan dan mengatakan tidak ada alasan untuk melarang pertemuan di wilayahnya antara Menteri Luar Negeri Ankara dan asosiasi lokal Turki.

Sehari setelah larangan Belanda, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu kemudian berbicara pada pertemuan publik di Perancis timur pada Minggu.

"Dengan tidak adanya ancaman nyata terhadap ketertiban umum, maka tidak ada alasan untuk melarang pertemuan itu," kata Kementerian Luar Negeri dalam pernyataan itu.

Baca juga artikel terkait KONFLIK TURKI atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari