Menuju konten utama

Diabetes Jadi Ancaman Masa Depan

Setiap 14 November dunia memperingati hari diabetes internasional untuk menumbuhkan kesadaran terhadap diabetes yang jadi ancaman bagi banyak orang di masa depan. Federasi Diabetes Internasional (IDF) memproyeksikan pada 2040 akan ada 642 juta orang menderita diabetes di seluruh dunia. Di Indonesia, penderita diabetes diperkirakan juga akan bertambah.

Diabetes Jadi Ancaman Masa Depan
Olahraga dapat membantu mengurangi lemak tubuh sehingga dapat mencegah sekaligus mengendalikan diabetes yang tidak memerlukan asupan insulin. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak.

tirto.id - Sudah lama diabetes menjadi ancaman bagi umat manusia. Namun, proses penemuan obat diabetes belum menyentuh seratus tahun. Penemuan obat diabetes berawal pada 1920, saat Dr Frederick Banting bersama dengan mahasiswa kedokteran Charles Best bereksperimen membuat ekstrak pankreas sebagai anti-diabetes di Universitas Toronto, Kanada. Setahun kemudian, pada 1921, mereka berhasil membuat ekstrak pankreas yang kini dikenal sebagai insulin.

Sebelum digunakan pada manusia, Banting dan Best menguji insulin pada anjing yang menderita diabetes. Anjing itu tetap hidup. Ekstrak insulin yang mereka hasilkan mampu mengendalikan kadar gula darah anjing eksperimen mereka.

Profesor J. MacLeod, yang juga adalah teman Banting ingin melihat eksperimen ini secara keseluruhan. Setelah melihat hasilnya, MacLeod memutuskan mengerahkan seluruh tim penelitinya untuk bekerja untuk memproduksi dan pemurnian insulin. Ada juga JB Collip bergabung dengan tim itu. Mereka berhasil memproduksi insulin dalam kualitas yang dianggap cukup murni untuk diuji pada pasien diabetes.

Pada 1922 insulin diuji pada seorang pasien diabetes berusia 14 tahun yang terbaring sekarat di Rumah Sakit Umum Toronto, Leonard Thompson. Pada awalnya ia menderita reaksi alergi sehingga suntikan lanjutan dibatalkan. Para ilmuwan kembali bekerja keras untuk meningkatkan kualitas ekstrak insulin. Suntikan kedua diberikan pada Thompson dan berhasil menyelamatkan pasien diabetes tersebut.

Sumbangan Banting itu menjadi dasar Federasi Diabetes Internasional (IDF) dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk menetapkan 14 November sebagai tanggal kelahiran Banting diperingati sebagai Hari Diabetes Internasional (World Diabetes Day). Hari diabetes ini sudah mulai diperingati sejak 1991 untuk meningkatkan perhatian pada penyakit ini karena penderitanya terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun secara global.

Penyakit Global

Jumlah penderita diabetes memang terus meningkat setiap tahunnya di dunia. IDF memproyeksi akan ada peningkatan jumlah penderita diabetes di dunia dari 415 juta orang pada 2015 menjadi 642 juta orang pada 2040 di dunia.

Di Afrika misalnya, pada 2015 ada 14,2 juta orang menderita diabetes, jumlahnya diproyeksikan akan meningkat menjadi 34,2 juta pada 2040. Wilayah Eropa yang didominasi oleh negara-negara maju pun diproyeksikan juga mengalami peningkatan jumlah penderita diabetes dari 59,8 juta orang pada 2015 menjadi 71,1 juta orang pada 2040. Tentunya ini menjadi ancaman bagi penduduk dunia, karena dampaknya bagi kematian.

Diabetes menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia selain HIV/AIDS, TBC atapun malaria. Meski bukan termasuk dalam penyakit menular seperti TBC tetapi penyakit ini telah menyebabkan 5 juta orang meninggal pada 2015. Mereka yang menderita diabetes juga akan rentan terserang penyakit jantung, stroke, gangguan pada penglihatan, gagal ginjal dan amputasi bagian tubuh bawah.

Penyebabnya bermacam-macam tergantung jenisnya. Ada diabetes tipe 1, pada tipe ini kondisi pankreas tidak dapat memproduksi insulin karena adanya infeksi virus. Sehingga, untuk bertahan hidup, penderita diabetes bergantung pada pemberian insulin dari luar dengan cara disuntik. Diabetes ini juga disebut Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM).

Infografik Ancaman Diabetes

Ada juga diabetes tipe 2, pada tipe ini, kondisi penkreas dapat memproduksi insulin tetapi tidak dapat bekerja dengan baik sehingga kadar gula darah di atas normal. Diabetes jenis ini disebut juga diabetes life style karena selain faktor keturunan, penyebab utamanya karena gaya hidup tidak sehat. Ada juga gestational diabetes, yang terjadi pada ibu hamil meski hanya bersifat sementara.

Data dari IDF Diabetes Atlas mengungkapkan diabetes tipe 2 adalah yang paling banyak jumlah kejadiannya yakni mencakup 91 persen, dibandingkan tipe 1 dan gestational diabetes. Kenapa? Penyebabnya karena penderita diabetes tipe 2 kadang tidak menyadari dirinya mengalami diabetes tipe 2 atau kadar gula darahnya di atas normal.

Ketidaktahuan ini tentu akan membuat sebagian besar orang akan beranggapan jika mereka dalam keadaan sehat. Mereka tentu tidak akan pergi memeriksakan kesehatannya. Ini akan berisiko pada komplikasi ke penyakit lainnya seperti jantung, stroke dan lainnya.

Penyakit ini tidak hanya soal kesehatan masyarakat tetapi juga berdampak pada pengeluaran anggaran suatu negara. Biaya yang dikeluarkan berbagai negara untuk diabetes sangatlah tinggi. Sebagian besar negara-negara menghabiskan 5-20 persen dari dana kesehatannya untuk penyakit diabetes.

Amerika Serikat adalah negara dengan pengeluaran terbesar untuk diabetes sebesar 320 miliar dolar AS. Diikuti Cina 51 miliar dolar AS. Pada negara-negara berkembang atau negara dunia ketiga, dengan anggaran kesehatan yang terbatas, membuat permasalahan yang sangat serius, termasuk bagi Indonesia.

Ancaman Bagi Indonesia

Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia. IDF menempatkan Indonesia di posisi ketujuh dengan jumlah penderita diabetes mencapai 10 juta orang pada 2015. Jumlah itu diproyeksikan menjadi 16,2 juta orang pada 2040 dan naik ke peringkat keenam dunia.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 2015 mengeluarkan dana Rp3,27 triliun untuk membiayai 3,32 juta kasus pengobatan terkait diabetes. Biaya tersebut untuk 813.373 pasien dan 47 persennya berobat dengan diabetes sebagai penyakit utama. Selain itu untuk penyakit komplikasi diabetes, seperti gangguan penglihatan, gagal ginjal, penyakit jantung, dan stroke.

Namun, beban riil akibat diabetes jauh lebih besar dari itu, karena pada 2015 baru 60 persen penduduk yang jadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional. Dengan adanya proyeksi peningkatan jumlah penderita diabetes di Indonesia sudah tentu pemerintah harus mengalokasikan dana yang lebih besar lagi untuk menangani diabetes.

Ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk fokus mengurangi dengan mencegah jumlah penderita diabetes di Indonesia. Sejak 2014, pemerintah sudah mulai fokus mengkampanyekan pada program pola hidup sehat dengan tema “Healthy Living and Diabetes.” Pola hidup tak sehat adalah pemicu diabetes di Indonesia termasuk global.

"Jika kita ingin membuat kemajuan dalam menghentikan peningkatan diabetes, kita perlu memikirkan kembali kehidupan harian kita; untuk makan secara sehat, aktif secara fisik, dan menghindari bertambahnya berat secara berlebihan," tegas Direktur Jenderal WHO, Margaret Chan, dikutip dari who.int.

Persoalan pencegahan diabetes menjadi tanggung jawab setiap individu. Untuk memerangi diabetes, setiap orang bisa memulai dengan menjaga pola hidup sehat atau mengonsumsi makanan sehat. Bisa juga dengan melakukan olahraga serta melakukan pemeriksaan kesehatan atau kadar gula darah secara rutin. Kebiasaan buruk masyarakat umumnya melakukan pemeriksaan setelah diserang penyakit.

Peran perusahaan makanan dan minuman juga sangat dibutuhkan untuk memerangi diabetes. Misalnya seperti pemerintah Inggris yang meminta kepada perusahaan untuk mengurangi kadar gula dalam minuman ringan. Atau kadar gula dalam makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Pemerintah pun harus tegas terhadap perusahaan dengan produk makanan atau minuman dengan kadar gula tinggi.

Peran semua pihak dibutuhkan untuk memerangi diabetes. Diabetas adalah ancaman besar bukan hanya masa kini, juga di masa mendatang. Kesadaran sejak dini terhadap kesehatan diri jadi kuncinya. Diabetes yang selalu diperingati pada 14 November jadi salah satu upayanya.

Baca juga artikel terkait DIABETES MELITUS atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Suhendra