Menuju konten utama
Kebijakan Energi

Di Balik Wacana Subsidi Motor Listrik saat SPKLU Belum Memadai

Bhima menyarankan sebaiknya pemerintah mengalihkan subsidi pembelian kendaraan listrik untuk kesiapan infrastrukturnya.

Di Balik Wacana Subsidi Motor Listrik saat SPKLU Belum Memadai
Petugas membersihkan area SPKLU di PT PLN (Persero) Rayon Wuawua, Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (7/11/2022).ANTARA FOTO/Jojon/wsj.

tirto.id - Lidya Julita Sembiring harus berpikir dua kali untuk membeli kendaraan motor listrik tahun depan. Meski sudah ada lampu hijau pemberian subsidi oleh pemerintah, harga ditawarkan oleh produsen kendaraan listrik saat ini masih terbilang tinggi. Satu kendaraan minimal bisa merogoh kocek hingga Rp25-30 juta.

“Kalau harus beralih berarti harus menyediakan budget buat beli motor baru. Padahal kondisi lagi sulit kayak gini," ujarnya kepada reporter Tirto, Selasa (6/12/2022).

Perempuan kelahiran 1993 itu mengaku tetap akan menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil untuk aktivitas kesehariannya ketimbang harus beralih ke motor listrik. Alasannya, selain harganya mahal, daya tampung listrik untuk bisa membangun portable charger di rumah juga mesti menaikkan daya.

“Terus butuh waktu cukup lama buat ngecas, jadi kalau butuh buru-buru jadi ribet. Jadi saya sih untuk saat ini bakal tetap memilih motor bensin, karena memang punyanya itu,” kata dia.

Hal senada diungkapkan Yohana Artha Uly. Dia mengaku tidak tertarik sama sekali menggunakan insentif yang ditawarkan pemerintah. Sebab, kata dia, berapapun subsidi diberikan pemerintah selama harga kendaraan listrik masih tinggi, tetap akan memberatkan masyarakat.

“Tidak minat sama sekali. Soalnya kalau harganya mahal, mau dikasih diskon Rp6,5 juta juga, gak bakal saya beli,” ujar karyawan swasta tersebut.

Saat ini, pemerintah memang tengah mengkaji pemberian subsidi untuk kendaraan motor listrik dengan kisaran Rp6 juta sampai dengan Rp6,5 juta. Penggunaan kendaraan berbasis listrik diklaim akan menghemat dana untuk pembelian BBM dan otomatis mengurangi subdisi BBM.

Untuk kendaraan bermotor, subsidi diberikan pemerintah mengacu dengan beberapa negara tetangga. Misal, Thailand yang sudah memberikan subsidi sebesar Rp7 juta untuk warganya yang ingin membeli kendaraan listrik.

“Di kita Rp6,5 juta, kira-kira segitu. Mobil berapa juta kita mau kasih,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.

Meski demikian, Kementerian Keuangan hingga saat ini masih membahas pemberian anggaran subsidi untuk kendaraan motor listrik dan mobil. Baik berupa besaran subsidinya maupun waktu implementasinya.

“[Kalau anggaran insentif kendaraan listrik] ya sedang dibahas," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

Upaya pemerintah dalam mendorong ekosistem kendaraan listrik di dalam negeri sudah dilakukan sejak lama. Kemenkeu sudah memberikan beragam insentif fiskal untuk kendaraan bermotor listrik agar bisa dijangkau oleh khalayak.

Untuk konsumen langsung, pemberian isentif di antaranya berupa PPnBM nol persen, pajak daerah maksimum 10 persen, uang muka minimum nol persen, serta tingkat bunga yang rendah. Selanjutnya, untuk industri manufaktur diberikan tax holiday, tax allowance, dan super tax deduction untuk riset dan pengembangan

Sementara untuk menguatkan berbagai dukungan di atas, pemerintah sudah menetapkan tarif khusus bea masuk nol persen untuk kendaraan bermotor yang diimpor dalam kondisi tidak utuh dan tidak lengkap (Incompletely Knocked Down/IKD).

PRESIDEN RESMIKAN SPKLU ULTRA FAST CHARGING

Presiden Joko Widodo menghadiri acara peresmian Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) Ultra Fast Charging di Central Parking Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (25/3/2022). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/aww.

Ketentuan itu tertuang Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-13/MK.010/2022 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.010/2017 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor yang ditetapkan pada 22 Februari 2022.

Dari berbagai jenis barang yang diimpor, seperti impor dalam keadaan lengkap tapi belum dirakit (Completely Knocked Down/CKD) dan impor dalam keadaan lengkap dan utuh (Completely Built-Up/CBU). PMK ini menyasar IKD karena jenis ini dapat memberikan manfaat yang lebih besar untuk perekonomian domestik mengingat komponen KBLBB IKD yang belum lengkap dipenuhi dengan menggunakan komponen yang dihasilkan produsen dalam negeri.

Pemanfaatan impor CKD dan IKD ini dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2020 tentang Kendaraam Bermotor Listrik Berbasis Baterai Dalam Keadaan Terurai Lengkap dan Keadaan Terurai Tidak Lengkap.

Adapun Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dari KBLBB IKD sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2020 tentang Spesifikasi, Peta Jalan Pengembangan, dan Ketentuan Penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle).

“Insentif ini akan membuat industri KBLBB semakin berkembang karena akan meringankan biaya produksi dan mendorong industri untuk menghasilkan KBLBB dengan memanfaatkan barang-barang yang sudah diproduksi di dalam negeri sehingga harga kendaraannya semakin terjangkau bagi masyarakat,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, dikutip dalam pernyataannya.

Menguntungkan Masyarakat?

Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan menilai, upaya pemberian insentif dan subsidi pembelian kendaraan listrik dicanangkan pemerintah akan sangat membantu masyarakat. Utamanya mereka yang menginginkan membeli motor listrik, tapi harganya tidak pas di kantong.

“Saya kira jika benar program ini dilakukan, maka akan sangat berarti bagi masyarakat," ujarnya saat dihubungi Tirto.

Dengan berbagai insentif tersebut, Mamit berharap populasi motor listrik akan meningkat di Indonesia. Apalagi program ini menyasar masyarakat perkotaan yang notabene pengguna kendaraan konvensional.

“Akan sangat membantu dalam mengurangi emisi gas rumah kaca,” kata dia.

Untuk masyarakat miskin, kata dia, mereka juga berhak untuk mendapatkan motor listrik. Pemerintah bisa mencarikan alternatif lain motor listrik dengan harga terjangkau dan skema cicilan yang murah atau tidak memberatkan.

“Sisi positif lainnya adalah jika populasi naik, maka bisa mengurangi impor BBM kita di mana saat ini posisi kita sebagai net importir dan kendaraan roda dua ini termausk besar penggunaan BBM-nya," jelasnya.

KENDARAAN DINAS DENGAN ENERGI LISTRIK

Pengunjung mengamati sejumlah kendaraan motor dinas Pemerintah Kota Bogor yang menggunakan energi listrik saat dipamerkan di Balaikota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (26/11/2022). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/hp.

Di sisi lain, Mamit meminta pemerintah agar penggunaan anggaran subsidi kendaraan listrik ini terbuka transparan. Pemerintah juga tidak boleh membatasi masyarakat untuk membeli kendaraan motor merek-merek tertentu.

“Jadi dibebaskan memilih kendaraan listrik sesuai kriteria mereka," imbuhnya.

Selain itu, mekanisme dan kriteria siapa yang berhak mendapatkan subsidi juga harus jelas. Apakah menyasar masyarakat miskin atau semua golongan. Jika untuk masyarakat miskin, pemerintah harus menggunakan data dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang setidaknya sudah lebih jelas dan baik.

“Jadi ada pertanggungjawaban terkait dengan kriteria penerima subsidi sehingga tepat sasaran," ujarnya.

Terlepas dari keuntungan bagi masyarakat, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani justru melihat ada unsur politik dan kepentingan lain di balik pemberian subsidi kendaraan listrik di dalam negeri.

“Nah ini jadi kita bisa melihat di sini mohon maaf ya, preferensi politik juga kan, siapa sih yang punya kepentingan sama motor listrik, ya saya enggak mau ngomong, Anda bisa duga sendiri deh, gitu kan," tuturnya dalam acara seminar Indef.

Subsidi Sebaiknya Dialihkan untuk Infrastruktur

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhustira menyarankan, sebaiknya pemerintah mengalihkan subsidi pembelian kendaraan listrik ke sisi suplai terlebih dahulu. Atau bisa dialihkan untuk kesiapan infrastruktur dari kendaraan listrik tersebut.

“Mulai dari insentif nih bagi pemain di SPBU, sehingga SPBU juga menyediakan satu stasiun pengisian untuk ngecas mobil motor listrik," kata Bhima saat dihubungi terpisah.

“Jadi masyarakat bisa terdorong bahwa nanti jangan sampai motor listriknya dapat disubsidi, tapi dari segi baterai atau infrastruktur penunjangnya masih kurang,” kata Bhima menambahkan.

PROGRAM PT PLN BAGI PEMILIK KENDARAAN LISTRIK

Petugas membersihkan unit SPKLU di PT PLN (Persero)Rayon Wuawua, Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (7/11/2022). PT PLN (Persero) menawarkan Promo Pasang Baru 'Super Everyday' bagi pemilik kendaraan listrik dan dapat diikuti semua golongan tarif pelanggan PLN dengan rincian pelanggan tegangan rendah (TR) 1 Fasa sampai dengan daya 7.700 VA dengan harga spesial pembayaran Rp850 ribu dengan pilihan daya akhir 7.700 VA dan Pelanggan TR 3 Fasa sampai dengan daya 13.200 VA hanya membayar Rp3,5 juta dengan pilihan daya akhir 13.200 VA melalui aplikasi PLN Mobile. ANTARA FOTO/Jojon/wsj.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sudah ada 332 stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang tersebar di 279 lokasi per Mei 2022. Jakarta menjadi wilayah dengan SPKLU terbanyak, yakni 113 unit di 87 lokasi.

Di Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara, ada 63 SPKLU yang tersebar di 51 lokasi. Kemudian, sebanyak 47 SPKLU tersebar di 45 lokasi di Jawa Barat. Sebanyak 30 SPKLU berada di 26 lokasi Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Ada pula 27 SPKLU yang tersebar di 25 lokasi di wilayah Sumatera. Jawa Tengah dan Yogyakarta memiliki 28 SPKLU yang tersebar di 24 lokasi.

Sementara, terdapat 24 SPKLU yang tersebar di 21 lokasi di Banten. Sebagai catatan, jumlah itu belum termasuk yang dipasang oleh masing-masing pemegang merek.

Pemerintah ke depan menargetkan ada 24.720 SPKLU hingga 2030. Jumlah itu akan memfasilitasi pengisian listrik bagi 254.181 kendaraan listrik.

Bhima melanjutkan, anggaran subsidi pembelian motor listrik juga bisa dialihkan kepada masyarakat atau swasta yang ingin membuka bisnis SPKLU. Mereka nantinya bisa bekerja sama dengan PLN.

“Jadi uangnya digunakan untuk itu. Berikut lagi, kalau subsidi di hilir untuk pengguna beralih ke motor listrik bagaimana dengan pemain domestiknya? Harusnya disubsidi juga untuk pemain industri dalam negeri, sehingga penggunaan kendaraan listriknya bisa banyak menyerap produksi dalam negeri,” kata dia.

Terakhir yang tak kalah penting, kata Bhima, adalah bengkel-bengkel. Pemerintah juga mesti memberikan insentif kepada UMKM yang ingin mendirikan bengkel khusus bagi kendaraan listrik. Karena umumnya bengkel tersebut akan berbeda dengan konvensional.

“UMKM harus disubsidi juga sehingga mereka tertarik nih untuk membuka khusus motor listrik. Jadi ekosistemnya semua dijalankan. Itu yang masih kurang dari skenario subsidi untuk pembelian motor listrik,” jelasnya.

Baca juga artikel terkait MOTOR LISTRIK atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz