Menuju konten utama

Di Balik Ucapan Jaksa Agung soal Gakum Tak Boleh Ganggu Investasi

YLBHI menilai pidato Jokowi yang kemudian direplikasi oleh Jaksa Agung menunjukkan watak pemerintah yang represif.

Di Balik Ucapan Jaksa Agung soal Gakum Tak Boleh Ganggu Investasi
Jaksa Agung M. Prasetyo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berjabat tangan usai konferensi pers tentang hasil putusan gugatan persidangan internasional oleh Indian Metal Ferro & Alloys Limited (IMFA) terhadap Pemerintah, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (1/4/2019). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/ama.

tirto.id - Kekhawatiran pelbagai pihak atas pidato politik Presiden Joko Widodo di Sentul, Bogor, 14 Juli lalu, tampaknya tak berlebihan. Sebab, ketika bicara soal hambatan investasi di Indonesia, petahana yang terpilih kembali sebagai presiden itu menggunakan diksi "hajar" yang rentan ditafsirkan serampangan oleh bawahannya.

Belakangan, pesan untuk tidak menghambat investasi ini disampaikan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo saat berpidato dalam peringatan Hari Bhakti Adhyaksa. Meski dengan pilihan kata yang berbeda, politikus Partai Nasdem itu meminta anak buahnya untuk mempertimbangkan iklim investasi dalam penegakan hukum (Gakum).

"Kebijakan penegakan hukum yang dilakukan, sepenuhnya didasarkan pada pertimbangan yang benar: memperhatikan outcome dan dampak yang kemungkinan timbul yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi," ujar Prasetyo, Senin (22/7/2019).

Ekses buruk dari pilihan diksi Jokowi yang kemudian ditafsirkan serampangan oleh bawahannya ini pernah terjadi sebelumnya. Misalnya, saat Jokowi berkata "Gebuk PKI" pada September 2017, yang langsung disambut dengan razia buku yang dianggap mengandung unsur komunis oleh aparat.

Tak hanya itu, Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) kudu kena getahnya. Diskusi yang mereka gelar soal penyitas tragedi 1965 harus diblokir polisi dan jadi sasaran amuk sejumlah organisasi masyarakat sehari setelahnya.

Kala itu, Kepala Divisi Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menyebut pernyataan "Gebuk PKI" diduga digunakan ormas anti-demokrasi sebagai justifikasi penyerangan kantor YLBHI. Sebab selama penggerudukkan, kata-kata 'Gebuk PKI' didengungkan terus menerus.

"Akibat Jokowi yang ingin mencitrakan bukan PKI dengan bahasa seperti itu, berdampak pada orang lain," kata Isnur di Gedung Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta, 18 Oktober 2017.

Berusaha Menjadi Loyalis Jokowi

Soal pidato Jokowi di Sentul pekan lalu, YLBHI juga sudah menyampaikan sejumlah catatan lantaran pesan yang terkandung dalam pidato itu cukup kuat sekaligus berbahaya. Orasi Jokowi sepanjang 30 menit lebih itu dinilai mengabaikan frasa konstitusi sebagai landasan hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Direktur Eksekutif YLBHI Asfinawati menyebut pidato Jokowi yang kemudian direplikasi Prasetyo menunjukkan watak rezim yang represif. Ujung-ujungnya, kata dia, upaya pemangkasan perizinan yang dinilai menghambat investasi akan mengabaikan hak-hak warga maupun lingkungan hidup.

"Reformasi birokrasi hanya ditujukan untuk memberikan kemudahan bagi investasi bukan memperbaiki layanan publik kepada warga negara," kata Asfinawati saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (24/7/2019).

Asfin menilai narasi yang kini dibangun rezim Jokowi soal ekonomi rakyat justru mengarah kepada sesuatu yang berpotensi mencabut hak rakyat dalam mendapatkan kesejahteraan.

"Ini adalah sesat pikir yang terus berulang: menciptakan lapangan pekerjaan dengan mengundang investasi akan menciptakan kesejahteraan rakyat," ujarnya.

Sementara itu, pengamat komunikasi politik dari Universitas Bengkulu, Lely Arrianie menilai replikasi yang dilakukan Prasetyo mengandung unsur pragmatisme politik. Menurut Lely, pidato tersebut cuma ingin memperlihatkan sikap seorang loyalis kepada atasnya.

Dengan begitu, kata Lely, nalar yang Prasetyo--dan Nasdem--bangun adalah menjadikan Jokowi sebagai frame of reference yang harus diikuti benar atau salah.

"Politik itu sangat membutuhkan koalisi yang ditandai dengan loyalitas dan ideologis. Tapi sayangnya komitmen koalisi tidak dibangun di atas narasi ideologis," kata Lely saat dihubungi reporter Tirto.

Ketua DPP Nasdem Irma Suryani Chaniago membela koleganya. Irma meminta sejumlah pihak tak menafsir omongan Prasetyo soal penegakan hukum dan investasi secara parsial. Ia yakin replikasi yang dilakukan Prasetyo bukan berarti penegakan hukum bakal tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

"Jadi harus lihat konteks masalahnya," kata Irma.

Baca juga artikel terkait INVESTASI atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Gilang Ramadhan