Menuju konten utama

Di Balik Pengutipan Pendapat Tokoh dalam Gugatan PHPU Prabowo

Dalam gugatannya, Tim Hukum BPN mengutip sejumlah pendapat dari tokoh sebagai posita dalam gugatan mereka. Apa alasannya?

Di Balik Pengutipan Pendapat Tokoh dalam Gugatan PHPU Prabowo
Kuasa hukum Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 02 selaku pemohon Bambang Widjojanto (kanan) dan Denny Indrayana (kir) mengikuti sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.

tirto.id - Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) mengutip pernyataan sejumlah tokoh dalam gugatan sengketa Permohonan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka yang dikutip adalah Susilo Bambang Yudhoyono, Guru Besar Hukum University of Melbourne, Australia, Tim Lindsey; kandidat peraih gelar doktor dari Australian National University, Tom Power; dan Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra.

Salah satu pernyataan Yusril yang dikutip adalah pernyataan tahun 2014. Kala itu, Yusril menjadi pengacara pasangan Prabowo-Hatta yang mendalilkan tentang wewenang MK dalam mengadili kecurangan secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) dalam pemilu.

"Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra menyampaikan yang intinya MK sendiri dalam menjalankan kewenangannya untuk melangkah ke arah yang lebih substansial dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa pemilihan umum, khususnya dalam hal ini perselisihan pemilihan umum presiden dan wakil presiden," kata anggota Tim Hukum Prabowo-Sandi, Teuku Nasrullah dalam sidang pendahuluan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019).

Pengutipan itu ditanggapi Yusril. Menurutnya, pengutipan kesaksiannya saat Sengketa PHPU 2014 sudah tidak relevan. Ini karena apa yang disampaikannya sudah diakomodir Undang-undang (UU) Pemilu yang baru, yakni UU Nomor 7 Tahun 2017.

"Saya mengatakan seperti itu dalam konteks ketidakjelasan peraturan perundang undangan, tapi setelah lahirnya UU Nomor 7/2017, kewenangan-kewenangan itu sudah lebih jelas diatur," kata Yusril di sela istirahat persidangan sengketa Pemilu 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019).

Selain mendapat komentar dari Yusril, Kabid Hukum dan Informasi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean juga memprotes pengutipan pernyataan SBY sebagai posita (rumusan dalil dalam gugatan) dari gugatan yang dilayangkan tim hukum BPN. Pun demikian dengan Tim Lindsey dan Tom Power, yang juga memprotes penyitasian itu.

Mencoba Menggiring Opini Publik

Pengajar komunikasi politik di Universitas Airlangga Suko Widodo menilai pengutipan yang dilakukan BPN bertujuan politis. Ia menduga, tim hukum BPN sedang berupaya menggiring opini publik dan menunjukkan bahwa terdapat pendukung Jokowi yang juga mendukung permohonan tim hukum BPN di MK.

"Paling esensi adalah bagian dari upaya 02 untuk membangun opini publik," ujarnya kepada reporter Tirto, Ahad (16/6/2019).

Langkah ini diambil, kata Suko, bisa jadi karena tim hukum BPN menyadari fakta yang mereka miliki kurang cukup buat ditunjukan dalam proses persidangan. Sehingga, jalan yang dipilih adalah menggiring opini.

Jika pun mereka nantinya kalah dalam persidangan, Suko menyebut, tim hukum BPN merasa menang dalam membangun opini publik. "Dampaknya, bahwa pengadilan tidak fair," imbuh dia.

Sementara itu, pengamat komunikasi politik dari Universitas Brawijaya (Unbraw) Anang Sudjoko menilai langkah tim hukum BPN mengutip para tokoh tersebut tak lain karena alasan kredibilitas.

Anang mencontohkan sitasi terhadap penyataan Yusril. Baginya, Yusril masih dipandang sebagai ahli hukum yang cukup diperhitungkan. Dengan begitu, posita bisa dipertimbangkan majelis hakim MK saat mengambil keputusan.

Anang juga tak menampik anggapan Suko Widodo yang menilai pengutipan para tokoh tersebut dialamatkan buat membangun opini publik supaya MK mendiskualifikasi pasangan Jokowi-Ma’ruf. Sehingga jika MK tidak mendiskualifikasi Jokowi-Ma'ruf, kata Anang, netralitas MK yang jadi bahan serangan.

"Posisi Yusril yang saat ini ada di 01, diharapkan akan melemahkan posisi 01 [Jokowi-Ma'ruf] . Dari pernyataan tersebut, tujuan untuk menguatkan tuntutan BPN ke MK untuk mendiskualifikasi [Jokowi-Ma'ruf]," ucapnya kepada reporter Tirto.

Namun, Direktur Riset Charta Politica Muslimin tak melihat demikian. Baginya, pengutipan tokoh pendukung Jokowi sebatas gimik belaka.

"Untuk kemudian berupaya mengambil [hati] pihak 01," kata Muslimin kepada reporter Tirto.

Oleh karena sebatas gimik, Muslimin menyarankan tim hukum Prabowo-Sandi untuk melihat konteks pernyataan Yusril, SBY, maupun Tom dan Tim.

"Meskipun Yusril beberapa kali membuat pernyataan tentang sengketa pemilu di MK," kata dia.

Tanggapan Tim Hukum BPN

Teuku Nasrullah, salah satu anggota tim hukum BPN, menampik penilaian tiga pengamat. Menurut dia, pengutipan para tokoh termasuk Yusril tak bermaksud politis.

Nasrullah menyebut tim hukum BPN tak hanya mengutip Yusril melainkan ada ahli lain termasuk dua ahli hukum tata negara lainnya seperti hakim konstitusi Saldi Isra dan mantan Wakil Ketua MK Abdul Mukthie Fadjar.

"Bukan hanya Yusril," kata Nasrullah.

Mantan dosen Universitas Indonesia ini menerangkan, pengutipan ini dilakukan untuk mengingatkan MK supaya tak memutus perkara dengan hanya melihat dari hitung-hitungan selisih suara saja.

Tak hanya itu, ia mengharapkan MK mengacu kepada konstitusi yakni Pasal 22 huruf e UUD 1945. Pasal ini menyebutkan salah satunya agar Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

"Itu yang kami dorong dengan mengutip pendapat para ahli hukum, [supaya] MK tidak boleh menempatkan dirinya dan mengkerdilkan diri hanya menilai [dari] selisih suara," kata Nasrullah.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Mufti Sholih