Menuju konten utama

Di Balik Manuver PSI Terus Menggoyang PDIP

PSI menyinggung soal "nasionalis gadungan"--partai yang rutin "mengirim" kadernya ke KPK. Ini adalah satu dari sekian banyak pernyataan PSI yang menyinggung PDIP.

Di Balik Manuver PSI Terus Menggoyang PDIP
Ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie berpidato saat kampanye dalam #Festival11 Yogyakarta di Jogja Expo Centre (JEC), Bantul, DI Yogyakarta, Senin (11/2/2019). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/ama.

tirto.id - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terus menggoyang PDI Perjuangan, baik secara langsung atau pun tidak. Ini telah terjadi beberapa kali bahkan sejak partai baru itu resmi bergabung bersama PDIP ke dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf.

Contoh kasus ketika Ketua Umum PSI Grace Natalie bicara soal "nasionalis gadungan".

"Nasionalis gadungan adalah partai-partai yang mengaku nasionalis tapi rutin mengirim kader-kader mereka ke KPK karena mengkorupsi uang rakyat," kata Grace di Jogja Expo Center (JEC), Senin (11/2/2019) malam.

Meski tak menyebut siapa yang ia sebut nasionalis gadungan, tapi kita bisa mengaitkannya ke PDIP. PDIP adalah salah satu partai berbasis nasionalis yang kader-kadernya paling banyak terjerat korupsi.

KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap lebih dari delapan kader PDIP sepanjang tahun lalu. Ini belum termasuk tersangka Supian Hadi, Bupati Kotawaringin Timur, yang diduga merugikan negara lebih dari Rp5,8 triliun.

PDIP juga mencalonkan caleg mantan koruptor, meski jumlahnya hanya satu.

Selain Grace, Sekjen PSI Raja Juli Antoni pun pernah 'menyerang' PDIP. Senin lalu pula, ia berharap Basuki Tjahaja Purnama alias BTP yang memilih gabung ke PDIP dapat menularkan integritasnya ke kader PDIP yang lain.

"Mudah-mudahan Pak Ahok bisa menularkan spirit bersih, transparan, dan profesional ke PDIP," kata Raja Juli.

Pernyataan ini dikomentari sinis Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno. Selain menolak disebut nasionalis gadungan, menurutnya PSI "jengkel" BTP malah gabung ke PDIP setelah bebas dari penjara Mako Brimob.

"Kami bukan orang-orang gadungan atau gedongan. Apa mereka jengkel karena BTP, yang mereka harapkan jadi ketum mereka, akhirnya memilih PDIP?" ujar Ketua DPP PDIP Hendrawan kepada reporter Tirto, Rabu (13/2/2019).

Selain PDIP, sikap politik PSI sebetulnya kerap berseberangan dengan partai koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf lain. Ini bahkan telah terlihat sejak penunjukan Ma'ruf Amin sebagai wakil Jokowi. PSI lebih suka Mahfud MD.

PSI juga beda pendapat soal perda agama. Ketua Umum PSI Grace Natalie pada 11 November lalu mengatakan mereka akan mencegah ketidakadilan dan diskriminasi dengan tidak akan pernah mendukung perda Injil atau syariah. Pernyataan ini kemudian ditentang salah satunya oleh PPP, yang juga ada di barisan pendukung Jokowi.

Perbedaan pendapat lain adalah soal masuknya Muchdi PR, bekas Danjen Kopassus, yang terindikasi terlibat pembunuhan Munir Said Thalib pada 2004, ke tim kampanye Jokowi. Saat partai lain mendukung, PSI malah mengatakan Muchdi layaknya kuda troya yang hendak menghancurkan koalisi dari dalam.

"Dukungan orang macam Muchdi tidak hanya menyakiti para pejuang HAM yang masih terus berjuang menuntaskan kasus penculikan aktivis, tetapi juga tidak akan menambah elektabilitas Jokowi-Ma’ruf," kata jubir PSI Surya Chandra.

Berupaya Mengambil Basis PDIP?

Meski yang 'diserang' juga partai koalisi, namun menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin, sasaran utama PSI sebetulnya tetap PDIP. Ini karena basis pemilih PDIP dan PSI cenderung beririsan: nasionalis-sekuler; juga anak muda yang mendukung Jokowi dan BTP.

"Memang pendukung PDIP inilah yang ingin direbut PSI," kata Ujang kepada reporter Tirto.

Masalahnya, menurut Ujang, merebut basis massa PDIP jelas tak mudah. PDIP adalah partai besar yang berkali-kali menang pemilu dan punya pendukung yang solid. Kerja politik ini semakin sulit karena faktanya PSI adalah partai baru yang bahkan belum teruji di momen elektoral.

Dari survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI), PSI masih masuk dalam enam partai yang terancam tak lolos ke parlemen di 2019-2024, alias partai gurem. Mereka hanya mendapatkan suara 0,1 persen, padahal ambang batas yang diperlukan maju ke parlemen adalah empat persen.

PSI menolak jika disebut merebut basis massa khusus milik PDIP. Sekjen PSI Raja Juli Antoni mengatakan yang ia hendak sasar dari pernyataan-pernyataan itu adalah massa-massa dari partai nasionalis secara keseluruhan.

"Enggak [mengambil massa PDIP] lah. Intinya kami berebut [massa/suara] dari partai nasionalis. Dari Gerindra, Demokrat, Golkar, termasuk juga PDIP. Kami, kan, memang partai nasionalis," kata Raja Juli kepada reporter Tirto.

Sementara itu, Hendrawan Supratikno merasa partai baru sekelas PSI tak akan mengancam mereka, seberapa pun banyaknya mereka bermanuver. Para pendukung PDIP, katanya, tak akan berpaling.

"Positioning PSI saat ini sedang cari perhatian. Jadi buat pernyataan yang bila perlu super-heroik. Loyalitas pemilih kami teruji. Yang kami lakukan tidak banyak gembar-gembor. Mereka juga paham dan setia pada komitmen partai," kata Hendrawan kepada reporter Tirto.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Rio Apinino
Editor: Mufti Sholih