Menuju konten utama

Di Balik Lambannya Polisi Ungkap Kasus 9 Orang Tewas Rusuh 22 Mei

Kepolisian bisa dianggap punya beban politik jika tak segera mengungkap tewasnya 9 orang dalam kerusuhan 21-22 Mei 2019.

Di Balik Lambannya Polisi Ungkap Kasus 9 Orang Tewas Rusuh 22 Mei
Bawaslu RI masih belum aman dari gempuran massa. Puluhan anggota Polri masih bersiaga dengan peralatan lengkap sembari sesekali menembakkan gas air mata kepada massa aksi yang melempari petasan. tirto.id/Bhaga

tirto.id - Satu bulan telah berlalu sejak kerusuhan 21-22 Mei 2019 yang menewaskan sembilan orang dan ratusan orang luka-luka. Namun hingga kini, kepolisian belum juga menjelaskan siapa dalang kerusuhan hingga fakta-fakta terkait korban yang meninggal.

Kepolisian hanya menyatakan bahwa sembilan orang yang tewas "diduga perusuh", tanpa memberikan informasi terkait nama, alamat, bagaimana mereka mati, hingga proses rekonstruksi.

Menurut Kepala Divisi Pembelaan HAM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Arif Nur Fikri, salah satu permasalahan utama usai kasus kerusuhan 21-23 Mei 2019 adalah minim akses informasi publik terhadap para korban, khususnya korban yang tewas.

"Sampai sejauh mana informasi itu disampaikan kepada pihak keluarga? Contoh terkait kasus penembakan korban-korban, sudah sampai mana polisi ngurusin itu? Kendalanya apa? Langkah-langkah yang dilakukan apa saja? Polisi harusnya bisa terbuka ke publik," kata Arif saat ditemui di Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2019).

Apa yang disampaikan Arif wajar lantaran hingga kini belum ada satu korban pun yang identitasnya diungkap ke publik oleh kepolisian. Arif membandingkan hal ini dengan kasus rencana penembakan terhadap empat jenderal yang cepat diungkap ke publik.

"Bagaimana proses penyidikan terhadap korban-korban yang tewas juga harus dibuka dan transparan. Bukan hanya soal pelaku penembakan empat jenderal," kata dia.

Meski tak transparan, kepolisian bukannya tidak bekerja. Selama dua pekan terakhir, reporter Tirto menemui beberapa keluarga korban yang tewas saat kerusuhan 21-22 Mei, dan mereka mengatakan telah diperiksa polisi.

Salah satunya Nur Warsito (42), ayah dari salah satu korban tewas yang bernama Adam Nooryan (19). Nur mengatakan bahwa kepolisian berulang kali bertanya perihal keseharian Adam.

Bahkan, kata Nur, polisi juga telah melakukan rekonstruksi dengan mendatangkan beberapa saksi kunci. Salah satu saksi yang didatangkan yakni Rozak, orang yang ditolong Adam sebelum ia tertembak.

Siti Rahma (33), istri dari korban tewas yang bernama Sandro (32), juga mengaku telah periksa kepolisian beberapa kali.

Bahkan, saat reporter Tirto sedang melakukan reportase di wilayah Tambora, Jakarta Barat, daerah pemukiman tempat Adam Nooryan, pada Senin (17/6/2019) malam, kepolisian tengah memeriksa beberapa remaja terkait kerusuhan 21-22 Mei. Beberapa remaja yang diperiksa merupakan teman-teman Adam Nooryan.

Lantas, apa yang bisa dilakukan polisi?

Buka di Persidangan

Pengamat kepolisian dari Institut for Security and Strategic Studies (ISeSS), Bambang Rukminto menilai kepolisian mesti segera membawa segala fakta, informasi, bukti, dan berkas-berkas terkait kerusuhan 21-22 Mei ke kejaksaan agar diuji di pengadilan. Ia ragu jika kepolisian tidak mengetahui korban tewas siapa, posisi terakhir di mana, hingga penyebab kematiannya.

"Berkasnya segera limpahkan ke Kejaksaan. Tersangka kerusuhan sudah ada. Biarlah pengadilan yang membukanya. Polri punya kewenangan dan perangkat untuk mencari barang bukti, saksi, dan sebagainya. Jadi tak ada alasan untuk tak menuntaskan kasus ini," kata Bambang saat dihubungi, pada Rabu (26/6/2019).

Bambang juga menyarankan kepolisian tak perlu menggelar konferensi pers lagi. Ia menilai hal itu hanya membentuk persepsi dan opini publik saja.

"Ini tak baik bagi profesionalisme Polri. Makanya kalau sudah lengkap, tak ada alasan untuk menunda kecuali polisi tak bekerja, segera limpahkan ke pengadilan. Kerja polisi untuk melakukan mencari barang bukti dan saksi, bukan pengadil," tegasnya.

Bambang menyatakan polisi tak bisa hanya menduga kesembilan korban tewas sebagai perusuh. Dugaan tersebut harus dibuktikan di pengadilan.

"Justru karena itu baru dugaan polisi, makanya perlu pembuktian di pengadilan. Apakah tugas polisi sekarang sudah berubah menjadi pengadil?" tanya dia.

Menurut Bambang, publik akan berasumsi bahwa polisi punya beban politik yang berat jika tak segera mengungkap kerusuhan 21-22 Mei.

Sementara itu, Karopenmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo enggan berkomentar banyak terkait kerusuhan 21-22 Mei 2019. Ia mengatakan masih menunggu hasil investigasi tim kepolisian.

"Wah, saya ya nunggu juga untuk bisa disampaikan ke teman-teman media," katanya saat dikonfirmasi Rabu (26/6/2019) sore.

Baca juga artikel terkait AKSI 22 MEI atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan