Menuju konten utama

Di Balik Klaim Airlangga Hartarto yang Sebut PKS Dukung RUU Cilaka

Klaim Airlangga Hartarto yang menyebut PKS mendukung RUU Cipta Kerja (sebelumnya RUU Cilaka) dibantah Presiden PKS Sohibul Iman.

Di Balik Klaim Airlangga Hartarto yang Sebut PKS Dukung RUU Cilaka
Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto (tengah), Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin (kanan) dan Ketua Fraksi Partai Golkar Kahar Muzakir (kiri) menghadiri focus group discussion (FGD) fraksi Partai Golkar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2020). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp.

tirto.id - Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui proses politik untuk menggolkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja (sebelumnya Cipta Lapangan Kerja atau Cilaka) tengah berjalan. Ketua Umum Golkar itu pun mengklaim telah mengantongi dukungan dari parpol oposisi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

“PKS setuju transformasi struktural. Dan secara prinsip mendukung Omnibus Law, baik perpajakan maupun cipta kerja, karena perpajakan cipta kerja ini satu paket seluruh insentifnya ada di perpajakan dan strukturnya ada di Cipta Kerja,” kata Airlangga di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2020).

Persetujuan ini diperoleh usai Airlangga bertemu dengan Presiden PKS Sohibul Iman, Selasa malam (25/3/2020) di Jakarta. Ketua Fraksi PKS di DPR RI Jazuli Juwaini mengakui pertemuan itu membahas berbagai agenda parlemen, termasuk Omnibus Law.

Sohibul Iman saat dikonfirmasi secara terpisah menampik bahwa PKS telah sepakat mendukung RUU Cilaka. Menurut dia, sampai hingga ini PKS belum mengeluarkan sikap resmi sebab masih ada beberapa poin yang harus dievaluasi dari RUU Cilaka dan sejauh ini.

Selain itu, menurut dia, tidak lazim bagi partai yang punya kursi di DPR untuk menyatakan persetujuan atau penolakannya terhadap suatu RUU sebelum dibahas di parlemen.

“PKS akan menyampaikan sikap resminya nanti saat pembahasan. Yang PKS sampaikan kemarin di Golkar adalah rambu-rambu atau koridor yang harus jadi acuan bersama," kata Sohibul saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (27/2/2020).

Adapun yang menjadi catatan PKS, antara lain: Pertama, RUU Cilaka harus sejalan dengan UUD 1945 baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis. Kedua, RUU Cilaka harus menjamin hak-hak pekerja dan jangan sampai RUU ini hanya berpihak pada pengusaha saja.

Ketiga, RUU Cilaka harus memperkuat demokrasi dan otonomi daerah, RUU Cilaka tidak boleh membawa kembali sentralisasi dan membuat pemerintah bisa melangkahi kewenangan legislatif.

Meski begitu, Sohibul enggan mengkritisi isi dari draf RUU yang telah diserahkan pemerintah ke DPR. Alasannya, kata Sohibul, PKS masih mempelajari draf tersebut.

“Kami masih mengkaji, jadi belum bisa bicara substansi,” kata dia.

Kenapa Pemerintah Berburu Dukungan Oposisi?

RUU Cilaka ini merupakan upaya pemerintah merevisi sekitar 70 UU melalui satu kali pembahasan dan ketukan palu di Senayan.

RUU ini bakal merevisi berbagai ketentuan mulai dari ketenagakerjaan, perizinan sampai kewenangan pusat dan daerah demi menggenjot investasi. RUU ini terdiri dari 174 pasal dan 15 bab dan terbagi menjadi 11 kelompok atau cluster.

Airlangga sebelumnya mengklaim beleid ini bakal menaikkan pendapatan per kapita. Ia mengatakan kenaikannya bisa hampir dua kali lipat dari posisi saat ini yang berada di kisaran Rp4,6 juta per kapita per bulan.

Namun RUU ini menuai penolakan dari banyak pihak, utamanya serikat pekerja. Mereka menilai banyak pengaturan dalam RUU Cilaka yang makin menekan buruh, mulai dari ketentuan soal upah minimum, cuti berbayar, hingga PHK.

Seyogianya pemerintah bisa dengan mudah meloloskan RUU ini. Presiden Joko Widodo pun menargetkan RUU Cilaka ini rampung di DPR dalam jangka waktu 100 hari.

Airlangga pun mengakui itu. Apalagi koalisi pemerintah saat ini menguasai 75 persen kursi di parlemen, dan dukungan dari mereka sudah final.

Akan tetapi, kata Airlangga, pemerintah ingin melibatkan seluruh pihak dalam penyusunan RUU Cilaka. Karena itu, pemerintah melakukan proses politik ke partai-partai oposisi.

"Sama seperti yang diinginkan masyarakat semakin banyak yang terlibat dalam proses tentu akan semakin baik," kata dia.

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Arya Budi menilai meskipun partai oposisi kalah kursi di parlemen, tapi mereka memiliki kemampuan untuk menggalang massa di luar parlemen.

Langkah pemerintahan Joko Widodo merangkul oposisi ialah untuk meredam itu, kata Arya. Terlebih suara sumbang mengenai Omnibus Law telah nyaring terdengar.

"Orang yang anti-Jokowi kemarin itu 45 persen, nah itu bisa dimobilisasi," kata Arya saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (27/3/2020).

Lebih lanjut, kata Arya, jika penolakan di luar parlemen tidak berhasil diredam, maka itu juga akan berpengaruh pada iklim usaha yang sebenarnya hendak diperbaiki lewat RUU Cilaka ini.

Arya juga mengatakan, tindakan yang dilakukan pemerintah Jokowi ini bukanlah hal yang baru. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono juga selalu berusaha merangkul pihak oposisi sebelum mengambil kebijakan, salah satunya kala hendak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Hal itu, kata Arya, disebabkan Indonesia yang terjebak dalam sistem presidensial multipartai yang belum stabil. “Memang presiden terpilih terperangkap dalam dinamika koalisi," kata Arya.

Baca juga artikel terkait RUU CILAKA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Politik
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz