Menuju konten utama

Di Balik Kerugian Bisnis Induk Usaha Shopee dan Startup Teknologi

Induk usaha Shopee banjir kucuran pendanaan. Namun, derasnya kucuran modal yang besar itu tak sebanding dengan kinerja keuangan.

Di Balik Kerugian Bisnis Induk Usaha Shopee dan Startup Teknologi
Chief Executive Officer Shopee Chris Fang, Handhika Jahja, Vice President Consumer Deposit Bank Mandiri Anki Tienannsari dan Gading Marten meresmikan promosi aplikasi mobile belanja "Shopee" di Menara Mandiri, Selasa (26/9/2017). ANTARA FOTO/Makna Zaezar

tirto.id - Satu hari, Li Xiaodong mahasiswa Shanghai Jiaotong University masuk kelas bahasa Inggris. Dosen bahasa Inggris asal AS menyuruh para mahasiswa memilih nama barat sebagai pengganti panggilan saat di ruang kelas.

Nama-nama Barat seperti Michael banyak jadi pilihan rekan-rekan Li. Namun, entah apa yang ada di pikiran Li saat itu, ia memilih nama Forrest dari “Forrest Gump”—nama tokoh dalam film yang dibintangi Tom Hanks. Li juga memakai nama asing untuk bisnisnya.

Li adalah sosok yang banyak menghabiskan waktu bermain game online di warnet kala mahasiswa. Namun, nasib pemuda ini memang mujur, ia memulai membangun startup sejak Mei 2009 dan sukses. Li memakai "Garena", nama yang asing dari langgam ucapan Cina, sebagai platform bermain game online hasil kreasinya.

Sebagai startup yang butuh dana segar, Garena melakukan 6 kali funding rounds hingga Mei 2017. Garena berhasil meraup modal sekitar US$722 juta. Nilai perusahaan Garena pernah menembus angka US$3,75 miliar.

Sejak tahun lalu, Garena berubah nama menjadi Sea Ltd. Ia tak hanya memiliki produk Garena+. Nama seperti Shopee, e-commerce populer di Indonesia salah satu bisnis yang dikelola oleh Sea Ltd.

Pada sebuah wawancara dengan Jacquelyn Cheok dari The Business Times, Li mengatakan kunci suksesnya membesarkan Garena alias Sea Ltd adalah para karyawannya.

“Bisnis membutuhkan wawasan lokal yang dalam agar sukses. Kami mencari orang-orang yang tidak takut untuk menghadapi tantangan baru, berusaha untuk menjadi yang terbaik,” kata Li.

Resep Li mencari sumber daya manusia yang tak takut tantangan terbukti manjur. Sumber pendanaan terus mengalir ke bisnisnya, pada Oktober 2017 Sea Ltd meraup dana US$884 juta dari penawaran saham perdana (IPO). Nilai perusahaan Sea Ltd juga terangkat menjadi US$4,9 miliar.

Namun, kemujuran Li dan Sea Ltd tak berlanjut. Pada laporan keuangan “Fourth Quarter & Full Year 2017 Result,” Sea Ltd menanggung kerugian yang cukup besar. Pada 2016 total kerugian bersih Sea Ltd masih US$196 juta, kemudian meningkat jadi US$532 juta pada 2017. Capaian kerugian cukup mencolok terjadi pada kuartal IV-2017 yang mencapai US$251 juta.

Capaian buruk Sea Ltd ini memang berbanding terbalik dari kinerja tiga produk unggulan mereka, tak ada satupun yang berkinerja buruk. Garena punya pengguna aktif yang meningkat dari 50,4 juta pengguna di kuartal IV-2016 menjadi 87,8 juta pengguna di kuartal IV-2017.

Shopee mengalami pertumbuhan yang tak kalah positif. Pada kuartal IV-2016, ada 28,6 juta pesanan melalui aplikasi Shopee. Angkanya meningkat menjadi 98,3 juta pesanan pada kuartal IV tahun lalu. AirPay, layanan serupa Go-Pay, pada kuartal IV-2016 meraih transaksi layanan US$250,2 juta. Di kuartal IV-2017 nilai transaksinya meningkat menjadi US$1,02 miliar atau naik 300 persen.

Garena menjadi yang paling tinggi menyumbang pendapatan buat Sea Ltd selama kuartal IV-2017, dengan konstribusi US$142 juta, Shopee menyumbang konstribusi US$9,3 juta dan Airpay US$4,1 juta. Secara total, Sea Ltd memperoleh pendapatan US$165 juta atau naik 72,8 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Sebagai perusahaan, kinerja keuangan rugi atau laba juga tergantung beban usaha atau kewajiban yang bisa mempengaruhi kinerja keuangan.

Sea Ltd tak sendirian, nama-nama startup lainnya juga mencetak kinerja keuangan yang buruk. Lyft misalnya, startup ride-sharing buatan John Zimmer dan logan Green, juga mengalami kerugian. Pada 2016 Lyft mencatatkan kerugian sebesar US$600 juta. Padahal, pendapatan mereka meningkat sepanjang tahun itu hingga 250 persen dengan nilai US$700 juta.

Dari sisi pendanaan, Lyft pun tak kalah moncer dari Sea Ltd. Sebelum mencatatkan kerugian sebesar US$600 juta, Lyft memperoleh empat kali pendanaan, dari seri D hingga seri F. Lyft berhasil meraup total pendanaan US$1,93 miliar. Kucuran dana terhadap Lyft membawa mereka sebagai startup ride-sharing nomor dua di Amerika Serikat setelah Uber.

Selain Sea Ltd dan Lyft, startup seperti Improbable juga tak kalah sial. Startup yang menjual simulasi dunia virtual bernama SpatialOS didirikan pada 2012 oleh Herman Narula dan Rob Whitehead. Improbable menelan kerugian hingga £4,88 juta pada tahun lalu. Padahal, Improbable sukses melejitkan pendapatannya hingga 10.000 persen di tahun yang sama, dari hanya £72.331 menjadi £7,85 juta.

Infografik Startup

Improbable sukses menarik uang investor cukup masif sama seperti Sea Ltd dan Lyft. Pada Maret 2015, Improbable memperoleh pendanaan US$22,1 juta. Pada Juli di tahun yang sama, startup ini mendapatkan dana US$30 juta. Pada Mei 2017 Improbable mendapat suntikan dana US$502 juta.

Banyak faktor di balik kerugian yang diderita para startup. Para startup teknologi umumnya melahirkan layanan atau platform atau teknologi baru yang tak murah investasinya. Biaya penelitian dan pengembangan umumnya tinggi. Sea Ltd misalnya, pada kuartal IV-2017 mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan hingga US$8,7 juta. Nilai itu meningkat dari US$5,8 pada periode yang sama di 2016.

Startup juga harus "membakar uang" untuk pemasaran yang tak sedikit. Tujuannya untuk mengenalkan produk dan layanan. Sehingga saat memperoleh pendapatan tinggi banyak startup menelan kerugian di awal masa merintis bisnis yang butuh waktu.

Bagi investor, kerugian yang dialami startup masih tahap wajar. Bradley Tusk, seorang investor Uber, menyatakan bahwa ia tak masalah melihat startup ride sharing masih merugi asalkan tren pertumbuhan bisnisnya baik.

Bagi orang-orang di balik Silicon Valley, kehilangan banyak dolar tiap tahun bukan pertanda buruk. Alasannya, sederhana, bila startup yang mendapatkan kucuran dana masih menunjukkan potensi yang baik. Misalnya dalam kasus Sea Ltd yang masih merugi, tapi pertumbuhan Garena, Shopee, dan Airpay masih sangat menjanjikan.

Jayna Cooke, kontributor yang menulis tentang investasi startup di Forbes, mengatakan bahwa 90 persen startup didesain tidak aman. Startup harus melalui fase "bakar uang, bakar uang, dan bakar uang" di awal kemunculan.

Ini karena cara kerja startup teknologi berbeda dibandingkan perusahaan pembuat makanan ringan. Perusahaan pembuat makanan ringan tahu resep untuk membuat produk. Strateginya dengan mengotak-atik resep, biaya produksi bisa ditekan dan menghasilkan untung. Startup teknologi tak bisa melakukan demikian.

"Jika kita mengeluarkan uang sebesar ini untuk pembangunan dan infrastruktur, kita akan untung [...] Sayangnya, startup teknologi tak bisa melakukan cara tersebut," kata Jayna Cooke, yang juga CEO dari EVENTup, sebuah perusahaan marketplace.

Baca juga artikel terkait STARTUP atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra