Menuju konten utama

Di Balik Keberhasilan Guardiola & City Hentikan Keajaiban Liverpool

Manchester City berhasil mengalahkan Liverpool dalam perebutan gelar juara EPL musim ini. Ada beberapa faktor non-teknis yang mempengaruhi keberhasilan tersebut.

Di Balik Keberhasilan Guardiola & City Hentikan Keajaiban Liverpool
Pelatih Manchester City Pep Guardiola, kiri, dan asistennya Mikel Arteta memegang trofi ketika mereka merayakan dengan pendukung mereka di Stadion Etihad di Manchester, Inggris, Minggu 12 Mei 2019Jon Super/AP

tirto.id - Dalam wawancara dengan media Jerman, DW, pekan lalu, pelatih Liverpool Jürgen Klopp berkata kalau dia punya kemampuan unik. Dia bilang tak pernah terintimidasi kehadiran media dan kamera.

"Saya bisa berbicara meyakinkan orang seperti air terjun, itu murni talenta yang saya miliki sejak kecil. Jadi, silakan nyalakan kamera dan saya bisa berbicara di depannya kapan pun Anda mau, tanpa rasa gugup," katanya, diselingi tawa kecil.

Namun Ahad (6/5/2019) kemarin, kemampuan itu lenyap seketika. Kendati Liverpool menang 2-0 atas Wolves dalam laga pamungkas EPL, wajah Klopp di depan kamera jauh lebih gusar dari biasanya. Ada raut tidak puas dan kecewa.

Raphael Honigstein, jurnalis BBC yang juga penulis buku biografi Bring the Noise: Jurgen Klopp History, mengatakan dia tidak pernah mendapati Klopp segusar itu dalam belasan tahun terakhir.

"Bahkan saat Liverpool sempat tertinggal telak melawan Barcelona di Liga Champions, Klopp tetap terlihat tenang dan bahagia," ungkap Honigstein.

Sumbu kegusaran Klopp mudah ditebak. Di Liga Inggris (EPL) musim ini mereka menorehkan 97 poin--terbanyak ketiga sepanjang sejarah liga. Mereka bahkan hanya kalah satu kali. Namun statistik secemerlang itu pun tidak cukup bikin Klopp dan anak asuhnya jadi juara.

Pada musim yang sama, Manchester City di bawah kendali Josep Guardiola tidak kalah ajaib. Sergio Agüero dan kawan-kawan mengemas 98 poin, angka yang bikin mereka dinobatkan sebagai kampiun.

"Menjadi yang kedua di EPL bukan sesuatu yang kami inginkan, tapi ini harus diterima. Ini adalah langkah pertama, begitu kami akan melihatnya," ujar Klopp.

Kendati tak bisa menyembunyikan rasa tak puas, Klopp mengakui City memang lebih layak jadi juara.

"Kami telah melakukan pekerjaan kami, pemain layak mendapatkannya 100 persen. Selamat untuk Manchester City, mereka memainkan musim yang bagus," ujarnya.

Juru taktik asal Jerman itu memang kerap menyanjung orang lain. Namun pujian untuk City jelas bukan formalitas. Sempat memulai musim dengan tidak maksimal, pada paruh kedua kompetisi The Cityzens bangkit. Dari 19 laga EPL, skuat ini mengakhiri 18 di antaranya dengan kemenangan.

Pada momen-momen akhir kompetisi, City bahkan mendulang 14 kemenangan beruntun, catatan yang jelas tidak bisa dipandang sebelah mata.

Pengamat sepakbola sekaligus kolumnis BBC Sport, Guillem Balague, bahkan memandang rapor ini adalah kunci kesuksesan City mengalahkan Liverpool di perebutan gelar juara. Dan di balik statistik moncer itu, Balague menilai ada faktor yang tak banyak diidentifikasi orang: peran emosional Khaldoon Al Mubarak.

Aura Positif dari Petinggi Klub

Al Mubarak merupakan tangan kanan pemilik Manchester City, Mansour bin Zayed Al Nahyan. Di struktur City, Al Mubarak diberi kewenangan sebagai chairman.

Menurut Balague, Al Mubarak merupakan sosok yang bisa memberikan afeksi dengan baik kepada pemain dan staf City. Faktor ini yang akhirnya menjadi pembeda antara City dengan klub-klub EPL lain yang cenderung punya petinggi berorientasi utama pada bisnis dan keuntungan besar.

"Di City, petinggi klub dan terutama CEO-nya selalu berdiri seimbang ketika klub sedang menang maupun mengalami kekalahan," ujar Balague.

Pernyataan Balague ada benarnya. Saat City tersingkir oleh Tottenham pada perempat final Liga Champions musim ini misalnya, Al Mubarak disebut-sebut nekat masuk ke ruang ganti. Di hadapan pemain dan staf pelatih yang sedang murung, menurut laporan BBC, dia berkata: "mari fokus ke EPL, kita tinggal berjarak lima poin dari menciptakan sejarah. Kita akan memenangkan gelar ini, kenapa kita tidak fokus menciptakan rekor-rekor yang masih bisa diraih saja?"

Kalimat itu bikin staf dan pemain, termasuk Guardiola, merasa diapresiasi dan akhirnya bangkit dari keterpurukan.

Menurut Balague, adanya apresiasi dari petinggi membuat pemain tidak merasa terbebani dengan target lain, untuk kemudian berdamai dengan kekalahan dan mengevaluasi diri.

Dan terbukti, sejak kekalahan itu City menyapu bersih sisa pertandingan dengan 100 persen kemenangan.

Tidak cuma di ruang ganti, Al Mubarak juga menebar aura positif untuk para penggawa City di hadapan media. Usai kekalahan yang sama, dia mengatakan tetap bangga dengan pencapaian City serta Guardiola.

"Tidak akan pernah ada yang bisa mengontrol sepakbola sesuai kehendaknya. Akan ada saat dimana kami juara Liga Champions. Tapi, kami memang belum bisa memenangkannya bahkan jika hari ini tampil lebih baik. Menangkanlah liga dan Piala FA, ini adalah musim yang luar biasa dan jika Anda [Guardiola] memenangkannya, Anda akan jadi raja di Inggris," ujar Al-Mubarak saat itu.

Tim Pelatih yang Sesuai

Musim 2012-2013, Pep Guardiola meninggalkan Barcelona dengan alasan yang sudah jadi rahasia umum: tidak cocok dengan presiden baru Blaugrana saat itu, Sandro Rosell. Rosell membatasi ruang gerak Guardiola secara berlebihan.

Dia mempreteli dan merombak staf-staf pelatih di bawah Guadiola dan menolak keinginan pria asal Spanyol itu untuk menjual sejumlah pemain. Rosell juga menjual nama-nama pemain yang sebenarnya masih ingin dipertahankan Guardiola.

Pengalaman buruk itu tidak didapati Guardiola saat melatih City. Sejak tiba di Manchester, dia diberi keleluasaan penuh untuk memilih pemain dan yang paling penting, membentuk sendiri tim kepelatihan City.

Keleluasaan ini kemudian membuat Guardiola--sejauh ini--terbukti mampu membentuk tim pelatih yang mumpuni.

Guardiola menarik orang-orang kepercayaannya saat melatih di Barca dan Bayern seperti Carles Planchart, Lorenzo Buenaventura, dan Rodolfo Borrell. Selain itu, dia juga menghadirkan sosok-sosok segar yang paham dengan sepakbola Inggris macam Mikel Arteta dan Brian Kidd sebagai asistennya.

Kombinasi ini, menurut Balague, bisa membuat City konsistensi memainkan sepakbola yang atraktif sekaligus cocok dengan iklim kompetisi Inggris.

"Selain itu, koneksi antara pemain dan staf pelatih sangat kuat, apalagi ketika Mikel Arteta hadir. Guardiola merasa kembali tertantang dengan kehadiran asisten-asistennya, secara positif, karena dia terus mendapat perspektif dan pandangan berbeda," tulis Balague.

Pengamat sepakbola sekaligus redatur The Times, Henry Winter, juga menyoroti hal serupa. Menurut Winter, tidak cuma menopang Guardiola, kehadiran sosok-sosok segar seperti Arteta membantu pemahaman asisten-asisten lama Guardiola untuk lebih memahami sepakbola Inggris.

"Guardiola menyempurnakan lingkarannya. Mikel Arteta dan Rodolfo Borrell saling melengkapi dengan baik. Pekerjaan mereka layak diapresiasi. Mereka melakukan semuanya bersama-sama, memimpin sesi latihan, bekerja sampai larut," tulis Winter.

Pemain Merata dan Paham Taktik

City sebenarnya menjalani musim yang sulit. Beberapa pemain terbaik mereka seperti Kevin De Bruyne, Benjamin Mendy, Vincent Kompany, sampai Fernandinho mengalami cedera dan harus absen berbulan-bulan.

Namun itu tampak tak ada efeknya karena kualitas pemain bagus yang merata. Kehadiran nama-nama tak kalah mumpuni macam Bernardo Silva, Leroy Sané, hingga Riyad Mahrez menutupi absennya De Bruyne. Ilkay Gündoğan seolah bikin ketidakhadiran Fernandinho bukan masalah besar. Sementara Mendy seperti tidak lagi jadi pemain andalan karena penggantinya, Oleksandr Zinchenko, tampil begitu memukau.

Tidak cuma merata, musim ini satu per satu penggawa The Cityzens dapat memainkan peran masing-masing dengan baik. Salah satu sosok yang mengalami peningkatan performa pesat adalah Raheem Sterling.

Kendati torehan golnya tidak beda jauh dari musim lalu, Sterling dinilai jauh lebih efisien dan tidak banyak membuang peluang. Hal ini bisa dilihat dari kontribusi dan rataan umpannya yang terus mengalami kenaikan.

Legenda sepakbola Inggris, Wayne Rooney bahkan tidak segan menyebut Sterling sebagai pemain terbaik Inggris saat ini.

"Raheem selalu memiliki talenta dan kemapuan, tapi satu hal yang mempengaruhi peningkatan performanya adalah pengetahuan tentang taktik yang dia dapat dari bekerja dengan Guardiola," ujar Rooney.

Balague, yang beberapa kali menyaksikan secara langsung sesi latihan City, membenarkannya. Dia bilang Guardiola bahkan kerap menyelipkan sesi khusus untuk mengembangkan karakter masing-masing pemain.

"Jika melihat sesi latihan itu, Anda akan menyadari betapa hebatnya City," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait LIGA INGGRIS atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Rio Apinino