Menuju konten utama

Di Balik Harga Bawang Putih yang Melonjak Gila-gilaan

Ketua Perkumpulan Pengusaha Bawang Nusantara Mulyadi menilai faktor utama mahalnya harga bawang putih adalah belum keluarnya RIPH dan SPI dari pemerintah.

Di Balik Harga Bawang Putih yang Melonjak Gila-gilaan
Seorang ibu melintas di dekat tumpukan bawang putih yang dijual di Pasar Terong, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (31/12/2019). ANTARA FOTO/Arnas Padda/YU/wsj.

tirto.id - Harga bawang putih mengalami lonjakan gila-gilaan. Berdasarkan data Pusat Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) harga bawang putih di Kalimantan Timur mencapai Rp58.000 per kilogram, di Provinsi DKI mencapai Rp57.500/kilogram, sementara di Yogyakarta Rp56.250 per kilogram.

Kenaikan harga tersebut terpantau mulai terjadi pada akhir Januari 2020, saat harga bawang putih masih normal, yaitu di kisaran Rp20.000 per kilogram.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai kenaikan harga disinyalir terjadi akibat kelangkaan pasokan bawang putih di dalam negeri.

Menurut dia, ada sejumlah faktor yang memicu kelangkaan pasokan bawang putih ini. Salah satunya pasokan bawang putih yang diindikasi terhambat karena ada virus Corona di Cina. Hal ini, kata dia, mengingat 95 persen pasokan bawang putih Indonesia berasal dari Cina.

"Memang ketika ada terjadi masalah [virus Corona] di negara produsen, tentu saja akan berimplikasi terhadap harga di tingkat pasar ya. Mayoritas memang dari Cina. Tahun 2018 itu bisa 580 ribu ton,” kata Tauhid saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (4/2/2020).

Saat ini perekonomian Cina mengalami guncangan setelah merebak wabah Corona. Mulai dari aktivitas di dalam negeri sampai ekonomi, semua tidak berjalan. Meski begitu, kata Tauhid, perlu ada komitmen agar kontrak pengiriman bawang putih tidak terganggu.

“Harus dipastikan pedagang Indonesia dan Cina itu tidak bermasalah [pengiriman]. Untuk antisipasi bisa dilakukan operasi pasar, ketika harga sudah bergerak naik di atas 10 persen. Tapi kalau sudah naik dobel, ini ada persoalan permainan di level pedagang, ini kita enggak tahu apakah pedagang besar atau pengecer,” kata dia.

Menurut Tauhid, hal tersebut perlu diantisipasi karena tak hanya faktor Corona. Menurut Tauhid, pemerintah perlu menelusuri dan memastikan agar tak ada permainan harga di pedagang dan kualitas bawang impor dari Cina layak konsumsi.

“Harus dipastikan kalau kontrak harus aman dari pengusaha Cina dan importir kita. Jadi gak ada hubungannya dengan kasus korona di Wuhan. Seberapa jauh Cina memberikan komitmen untuk tetap mengekspor produk-produk mereka. Pemerintah harus siap untuk operasi pasar untuk tindaklanjuti harga bawang putih ini akan melesat naik," kata dia.

Indonesia sejak lama memang memenuhi kebutuhan bawang putih ini dengan impor. Berdasarkan catatan data statistik Kementerian Pertanian, selama lima tahun terakhir terus meningkat. Misalnya kuota impor bawang putih pada 2014 mencapai 491.103 ton, dengan nilai 349 juta dolar Amerika Serikat.

Kemudian kuota impor di 2015 turun tipis menjadi 479.941 ton, dengan nilai 342 juta dolar AS. Kuota impor bawang putih pada 2016 kembali dilakukan dengan total 444.300 ton dengan nilai 436 juta dolar AS.

Pada 2017, kuota impor yang dilakukan sebanyak 556.060 ton dengan nilai 583 juta dolar AS. Kemudian kuota impor bawang putih di 2018 mencapai 582.994 ton dengan nilai 497 juta dolar AS.

Hal ini seiring dengan meningkatnya konsumsi bawang putih selama beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data Kementan, konsumsi bawang putih mengalami fluktuasi dari 2014 sampai 2018. Misalnya untuk konsumsi bawang putih pada 2014 mencapai 504 ribu ton.

Kemudian di 2015 konsumsi bawang putih mengalami penurunan 497 ribu ton, pada 2016 konsumsi bawang putih mencapai 464 ribu ton. Sementara di 2017, konsumsi bawang putih mencapai 573 ribu ton. Untuk konsumsi di 2018 mengalami penurunan sampai 375 ribu ton.

Di sisi lain, ketika harga bawang putih mulai terkerek, pemerintah akan mulai membatasi barang impor asal Cina. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyatakan pemerintah akan membatasi impor asal negeri tirai bambu itu. Ini dilakukan terkait penyebaran wabah virus Corona.

Pemerintah akan mengeluarkan daftar komoditas asal Cina yang impornya bakal dibatasi.

Dia menyatakan hingga saat ini beberapa kementerian terkait seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kementerian Koordinator Perkonomian tengah mengidentifikasi barang-barang tersebut.

"Akan diberikan daftarnya sama Pak Kemenko [Airlangga Hartanto]," kata Suhariyanto, di Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (4/2/2020).

Meski dibatasi, ia mengklaim, hal tersebut tidak akan berdampak kepada ekonomi dalam negeri. Pasalnya pembatasan barang yang dilakukan tidak akan banyak.

Sementara itu, Airlangga memastikan impor hortikultura seperti bawang putih tetap berjalan.

"Karena barang itu tidak terkait dengan penularan, maka perdagangan akan terus berlanjut dan juga itu termasuk hortikultura seperti bawang putih dan buah-buahan," kata Airlangga di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (4/2/2020).

Corona Perannya Kecil

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) membantah bila lonjakan harga bawang putih disebabkan oleh terhambatnya pasokan dari Cina menyusul pembatasan importasi produk pangan dan hortikultura. SYL mengklaim stok bawang saat ini masih cukup.

“Bawang putih sementara saya nyatakan masih tersedia. Dalam catatan kami masih cukup sampai 2 bulan,” ucap SYL kepada wartawan saat ditemui di Kementerian Pertanian, Selasa (4/2/2020).

“Kan enggak harus dari Cina saja (pasokan bawang putih),” kata politikus Nasdem ini menambahkan.

SYL menjelaskan pemerintah akan berupaya untuk memantau bilamana ada pihak yang sengaja menyebabkan kelangkaan.

Hal senada diungkapkan Ketua Perkumpulan Pengusaha Bawang Nusantara Mulyadi. Ia menilai masalah Corona hanya bagian kecil yang memicu kelangkaan dan lonjakan harga bawang putih di pasaran.

“Itu hanya salah satu faktor saja. Adanya virus Corona di Cina itu bukan penyebab utama,” kata Mulyadi saat dihubungi reporter Tirto.

Ia menjelaskan, faktor utama dari mahalnya harga bawang putih adalah belum keluarnya Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan.

"Karena sebelum ada virus Corona itu memang izin impor RIPH dan SPI itu belum ada yang keluar. Nah, karena enggak keluar itu, kami tidak tahu apakah mungkin ada pelaksana wajib tanam yang tidak selesai apa gimana saya enggak tahu,” kata dia.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2017 junto 24 Tahun 2018, importir bawang putih wajib menanam 5 persen dari volume yang didapat dari rekomendasi impor (RIPH).

Ia mengatakan, saat ini tidak ada masalah distok bawang putih dan arus impor bawang putih yang masuk ke Indonesia. Satu-satunya permasalahan yang muncul, kata dia, adalah belum keluarnya izin impor sejak Desember 2019.

“Sebenarnya kalau dipasokan itu enggak ada masalah. Hal yang jadi masalah utama itu, pertama ada RIPH enggak keluar, yang satunya keluar Desember, Januari ini malah belum ada yang keluar. Kami enggak tahu penyebabnya apa. Tapi kalau kami menilai, itu karena adanya aturan permentan yang baru,” kata dia.

Mulyadi mengatakan, bahkan ada beberapa importir yang memiliki stok yang disimpan sampai izin impor rutin keluar.

Update hari ini teruntuk holtikultura terutama bawang putih itu akan tetap dibuka. Tapi besok mau diumumkan infonya dari Kemenko. Stok masih banyak kok, banyak importir yang sudah punya stok, tapi ya yang namanya pengusaha itu tahu situasi, kondisi,” kata dia.

Ia menambahkan, “Stok aman di beberapa importir, tapi tidak semua importir memiliki stok.”

Baca juga artikel terkait BAWANG PUTIH atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah & Andrian Pratama Taher
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz