Menuju konten utama

Di Balik Gembosnya Aksi Reformasi Dikorupsi 30 September

Demonstran dari mahasiswa dalam aksi 30 September di Jakarta tak sebanyak aksi pekan lalu. Sejumlah BEM memilih mundur.

Di Balik Gembosnya Aksi Reformasi Dikorupsi 30 September
Mahasiswa bernegosiasi dengan polisi saat unjuk rasa di depan gedung Parlemen, Jakarta, Senin (30/9/2019). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj.

tirto.id - Dua hari setelah demonstrasi berujung bentrok dengan polisi-polisi di depan DPR, lima ketua organisasi Kelompok Cipayung tampil di Metro TV. Mereka adalah Agus Mulyono Herlambang (Ketua Umum PB PMII), Korneles Galanjinjinay (Ketua Umum PP GMKI), Prima Yoris Kago Juventus (Ketua Presidium PMKRI), Robayatullah Kusumajaya (Ketua DPP GMNI), dan Saddam Al Jihad (ketua umum PB HMI).

Meski tak terlibat dalam demonstrasi 'Reformasi Dikorupsi', mereka diminta menjawab pertanyaan: Benarkah ada "penumpang gelap" dalam aksi 23-24 September?

Saddam mengutip pernyataan Presiden BEM Trisakti:

“Presma Trisakti menyebutkan sebetulnya niat tulus dari teman mahasiswa ini bagus. Di mana fokus aksinya untuk RKHUP dan RUU bermasalah dan sebagainya. Tapi, di tengah jalan, banyak yang mempleintir, di Twitter lagi gencar hastag 'Turunkan Jokowi'. Ini artinya ada apa?”

Sementara Agus, yang menegaskan PMII mendukung revisi UU KPK, meminta para mahasiswa yang turun ke jalan menolak untuk menempuh jalur judical review ke Mahkamah Konstitusi.

"[...] Ketika melihat situasi sedemikian rupa ... memang jalur-jalur konstitusional harus dilakukan,” dalihnya.

Kelompok Cipayung merujuk forum organisasi gerakan mahasiswa yang menggelar kesepakatan pada 1970-an. Turut membesarkan lalu mengkritik pemerintahan Orde Baru Soeharto, pengaruh kelompok ini besar di kampus hingga pemerintahan.

Dalam aksi 'Reformasi Dikorupsi', sikap pengurus pusat Kelompok Cipayung sudah berbeda dari massa mahasiswa yang turun ke jalan. Pada 11 September, kelompok Cipayung Plus (KMHDI, IMM, dan Himahbudhi) menyatakan sikap mendukung revisi UU KPK.

"Revisi UU KPK untuk memperbaiki dan memperkuat kinerja KPK secara kelembagaan tanpa ada sedikit pun upaya melemahkan KPK," menurut Korneles.

Meski begitu, ada kader-kader Kelompok Cipayung yang ikut demonstrasi 24 September, menentang sikap pengurus pusat pada masing-masing organisasi gerakan mahasiswa tersebut.

Pecah Kongsi BEM

Pada 30 September, Saddam dari Himpunan Mahasiswa Islam kembali muncul di ruang studio Metro TV. Bersama Koordinator Koalisi BEM RI, Abdul Hakim El, ia diundang sebagai narasumber untuk program 'Primetime News' pukul 18.00.

Hakim, dalam kesempatan itu, menegaskan Koalisi BEM RI menarik diri dari aksi 'Reformasi Dikorupsi' jilid II di depan DPR. Pada aksi 23-24 September, Hakim dan kawan-kawannya turut menyuarakan aspirasi yang sama.

Namun, pada aksi kemarin, ia mencurigai "ada kelompok yang menunggangi" demonstran. Alasannya, DPR sudah menunda RKUHP dan Revisi UU KPK ditempuh lewat judical review. Maka, kata dia, tidak ada alasan lagi untuk demonstrasi.

“Ini sudah tidak murni lagi," dalihnya. "Teman-teman yang menarik diri, khusus dari BEM RI, curiga ada kelompok-kelompok yang menunggangi."

Penarikan BEM RI berdampak terhadap massa demo 30 September. Hakim mengklaim, demo kemarin cuma 9 dari 38 kampus yang turun ke jalan.

Keputusan BEM RI dibenarkan oleh Presiden Mahasiswa Universitas Az-Zahra, Novan Ermawan. Menurutnya, sudah tidak ada lagi "kesamaan visi gerakan" antar-BEM. Apalagi ketika para ketua BEM dari kampus-kampus besar muncul di televisi tanpa ada komunikasi dengan BEM lain.

“Kami dari kampus-kampus kecil, jadi dianggap hanya debu bagi mereka. Jadi kita tidak diakomodasi dan tidak dirangkul,” kata Novan kepada Tirto.

Padahal kampus-kampus kecil yang tergabung dalam BEM RI, berjuang bersama sejak aksi di depan KPK hingga ke DPR. Namun, pada aksi lanjutan 30 September, BEM RI tidak lagi dilibatkan. Bahkan, setelah aksi, segelintir Ketua BEM tampil di 'Indonesia Lawyer Club', sebuah program wicara yang kebanyakan omong di tvOne.

“Kami sama-sama kena gas air mata, sama-sama dikejar polisi, tapi kok tiba-tiba ada muncul di ILC, apa-apaan?” kata Novan.

Ia semakin jengkel ketika undangan berdialog dari Presiden Joko Widodo ditolak sepihak oleh BEM SI. “Kami sepakat tidak ada bawa-bawa embel-embel itu, melebur semua,” katanya.

BEM RI dan Kader-Kader HMI

Secara umum, peta koalisi BEM di Indonesia terpecah menjadi empat: BEM Se-Indonesia (BEM SI), BEM Nusantara (BEM NUS), BEM Republik Indonesia (BEM RI), dan BEM Nasionalis.

Masing-masing aliansi BEM ini bergabung berdasarkan kedekatan ideologi perjuangan dan sering kali tidak sejalan dalam beberapa isu.

Sebagian besar kelompok dari BEM SI berasal dari kampus besar dan kampus negeri seperti UI, UGM, IPB, UNY dan lain-lain. Kelompok ini dulu dekat dengan gerakan ekstra kampus Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). BEM SI menyatakan sikap menolak dialog dengan Jokowi.

BEM Nusantara didirikan sebagai saingan BEM SI, yang tidak mengakomodasi kampus-kampus swasta dan kampus kecil. Mereka dekat dengan Kelompok Cipayung.

Sementara sebagian besar anggota BEM Nasionalis dari kampus UIN. Aliansi ini dekat dengan organisasi ekstra kampus PMII. Adapun BEM RI yang mengakomodasi kampus-kampus swasta kecil dan ada 15 BEM di Jakarta tergabung dalam aliansi ini.

Abdul Hakim El, Koordinator BEM RI yang menyatakan mundur dari aksi 'Reformasi Dikorupsi', merupakan kader HMI. Ia adalah pengurus Cabang HMI Jakarta Timur bidang Lingkungan Hidup. Begitu pula Novan Ermawan Presiden Mahasiswa Az-Zahra, adalah kader komisariat HMI di kampusnya.

Sebagai kader keduanya tunduk dalam aturan organisasi dan struktur PB HMI yang diketuai oleh Saddam Al Jihad, Ketua umum PB HMI. Saat aksi 'Reformasi Dikorupsi' 24 September, PB HMI mengeluarkan surat imbauan agar struktur organisasi di bawahnya tidak turun ke jalan.

Ada tiga alasan dalam surat imbauan itu: HMI akan melakukan kajian terhadap RKUHP dan UU KPK; HMI menengarai aksi 'Reformasi Dikorupsi' ditunggangi kelompok yang ingin menggoyang keamanan NKRI; dan revisi UU KPK harus ditempuh jalur judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

Meski sudah ada surat itu, Saddam membantah ada larangan dari PB HMI untuk kader-kadernya ikut aksi.

“Kami menganjurkan lebih mengedepankan gerakan intelektual melalui kajian-kajian yang komperhensif,” menurut Saddam kepada Tirto.

Surat edaran itu memang tidak serta merta membuat kader-kader HMI patuh. Mereka yang berbeda pendapat tetap turun ke jalan. Salah satunya adalah Sultan Rivandi, Presiden Mahasiswa UIN Jakarta, kader HMI Cabang Ciputat.

Menurutnya, jika ada kebijakan PB HMI yang berseberangan dengan garis perjuangan rakyat, maka harus dilawan. “Meski sama-sama kader HMI ... saya mengecam keras surat edaran pelarangan aksi PB HMI itu,” katanya.

Absennya Kelompok Cipayung

Absennya Kelompok Cipayung

Massa UI Minim

BEM RI yang mundur dari aksi Reformasi Dikorupsi jilid II bukan jadi satu-satunya faktor yang bikin aksi pada 30 September sepi.

BEM UI, yang aksi sebelumnya menjadi salah satu penyumbang massa terbanyak, hanya mengirimkan dua bus massa.

Salman Alfatan, Kepala Divisi Kajian Strategi dan Rencana Aksi BEM Fisip UI, mengatakan UI memang memutuskan untuk mengurangi jumlah peserta aksi dengan alasan keamanan dan keselamatan. Belajar dari aksi 24 September, mereka kewalahan menangani massa yang begitu banyak saat terjadi bentrok.

“Tapi, kami tidak ada melarang ikut aksi,” kata Salman.

Mereka menggelar kesepakatan antara ketua-ketua BEM dan kepala-kepala divisi lintas fakultas. Dari situ, beberapa fakultas mengumumkannya ke media sosial.

Salah satunya adalah BEM FIB. Erdi, Kepala Biro Humas BEM FIB UI, berkata pengurangan massa sudah sudah sesuai kesepakatan bersama.

“Kami khawatir ketika rusuh lagi, ada mahasiswa UI yang kena. Kemarin kami kesulitan melakukan evakuasi karena banyak sekali massa. Alasan keselamatan yang jadi kepentingan kami,” katanya.

Saat aksi kemarin, rombongan massa UI yang hanya dua bus itu memutuskan pulang lebih cepat. Mereka hanya mengikuti aksi dari pukul 14.00 hingga 16.30. Mereka khawatir bila bertahan lebih lama, terjadi bentrok yang bikin mereka kewalahan mengatur evakuasi dan menyelamatkan diri.

Baca juga artikel terkait REFORMASI atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Politik
Reporter: Mawa Kresna & Reja Hidayat
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam