Menuju konten utama

Di Balik Dukungan Korporasi Besar Terhadap LGBT

Sejumlah perusahaan besar nyata-nyata memberikan dukungannya kepada kelompok LGBT. Bukan semata-mata membela hak, tetapi juga melibatkan ceruk pasar yang cukup menggiurkan.

Ilustrasi LGBT di Kantor. FOTO/iStock

tirto.id - Starbucks banyak diprotes dan diboikot di dunia karena dugaan keterlibatan mereka terhadap pendudukan Israel atas Palestina. Tidak hanya itu mereka juga dituduh tidak memberlakukan fair price terhadap petani kopi yang menyediakan bahan baku produk utama mereka. Pernah juga Starbucks diprotes karena minuman aneh dengan tema unicorn yang membuat mereka menjadi sasaran perundungan. Namun, semua tudingan itu telah dibantah oleh Starbucks.

Di Malaysia, kelompok konservatif kanan Perkasa, menuntut masyarakat dan pemerintah untuk melakukan boikot terhadap perusahaan yang membela kelompok lesbian, gay, biseksual and transgender (LGBT). Mereka minta agar Starbucks yang secara terbuka mendukung pernikahan sejenis dicabut izinnya dan dilarang beroperasi di Malaysia. Menurut Amini Amir Abdullah, kepala humas Perkasa, otoritas Malaysia semestinya mencabut izin usaha Starbucks dan Microsoft.

"(Izin usaha bisnis mereka mesti dicabut) karena mereka mendukung pernikahan homoseks dan komunitas LGBT, yang bertentangan dengan aspirasi dan agenda nasional kita," kata Amini Amir yang dikutip via Malaysia kini.

Starbucks juga menghadapi boikot dari komunitas kristen di Amerika saat mereka secara terbuka mendukung pernikahan sesama jenis.

Pemboikotan terhadap perusahaan atau produk yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama memang kerap terjadi. Namun, aksi boikot itu tak menyurutkan niat mereka untuk tetap mendukung LGBT. Apa alasannya?

Berdasarkan riset dari Public Religion Research Institute , ada perubahan paradigma dari kelompok religius baik Katolik atau Kristen di Amerika. Jika dahulu banyak orang yang menentang pernikahan sesama jenis, riset yang dilakukan pada 2012 itu menunjukkan bahwa masyarakat semakin toleran.

Secara marketing perubahan paradigma masyarakat menjadi penting untuk penjualan produk. Riset terbaru dari PEW (2017) menunjukkan bahwa masyarakat di Amerika semakin toleran dan menerima LGBT dalam kehidupan mereka. Artinya jika ada produk atau perusahaan yang secara terbuka membuat produk yang menyasar kelompok ini, mereka akan mendapatkan keuntungan tersendiri. Pasar produk kebutuhan sehari-hari seperti pakaian, kendaraan, produk elektronik, dan makanan jelas masih dibutuhkan oleh kelompok LGBT.

Komunitas LGBT juga merupakan sebuah pasar yang sangat besar. Witeck Communications menyebut kemampuan membeli komunitas LGBT di Amerika senilai $830 miliar pada 2013. Data terbaru yang dirilis Witeck pada 2016 menunjukkan bahwa kemampuan membeli komunitas LGBT di pasar Amerika Serikat meningkat menjadi 917 miliar dolar. Angka yang cukup besar inilah yang menjadi incaran dari perusahaan-perusahaan yang berbasis di Amerika.

Tidak hanya komunitas LGBT, banyak perusahaan di Amerika yang berpihak kepada kelompok minoritas karena alasan bisnis. Laporan dari University of Georgia’s Selig Center for Economic Growth menyebutkan bahwa kemampuan membeli kelompok LGBT merupakan nomor tiga di antara kelompok minoritas Amerika Serikat lainnya. Kelompok pertama adalah keturunan Hispanik yang diperkirakan memiliki kemampuan membeli hingga 1,3 triliun dolar, sementara masyarakat Afrika Amerika di Amerika mencapai 1,2 triliun dolar, di tempat terakhir di bawah kelompok LGBT adalah keturunan Asia yang diperkirakan memiliki kemampuan membeli hingga 825 miliar dolar.

src="//mmc.tirto.id/image/2017/07/01/pembela-hak-hak-lgbt--MILD--rangga-01-01.jpg" width="860" alt="infografik pembela lgbtq" /

Starbucks bukan satu-satunya perusahaan dari Amerika Serikat yang mendukung hak-hak LGBT dan secara terbuka menjelaskan komitmen keberpihakan mereka. Sejumlah perusahaan besar dari Amerika lainnya yang sudah mendunia, juga jelas-jelas memberikan dukungannya kepada kelompok LGBT. Perusahaan ini tidak hanya mendukung tapi juga kerap menunjukkan komitmennya melindungi hak asasi kelompok LGBT. Komitmen ini tidak hanya terbatas pada ucapan belaka, tapi juga tindakan-tindakan seperti memberikan sumbangan materi hingga perlindungan langsung.

Urutan pertama dalam daftar ini adalah raksasa media sosial Facebook. Mark Zuckerberg secara terbuka melalui akun pribadinya menyatakan dukungan terhadap komunitas LGBT di seluruh dunia. Tidak hanya itu, beberapa kali Mark Zuckerberg menegaskan bahwa Facebook tidak akan menolerir kebencian terhadap orientasi seks seseorang. Juni lalu ia menulis status Facebook yang menjelaskan komitmen itu.

"Kami mengubah peta hubungan menjadi setiap warna untuk bulan kebanggaan LGBT. Kita masih punya jalan yang panjang untuk mencapai kesetaraan, tapi kita bergerak ke arah yang benar. Kami berkomitmen untuk tetap membuat Facebook tempat yang aman bagi komunitas LGBT dan seluruh orang di seluruh dunia."

Tidak hanya Mark Zuckerberg, sekitar 90 CEO dari industri media dan digital di Amerika menandatangani sebuah komitmen yang membela kelompok LGBT saat pemerintah negara bagian North Carolina membuat peraturan diskriminatif terhadap kelompok LGBT. Peraturan itu membatasi akses kelompok LGBT dalam menggunakan toilet. Jack Dorsey, CEO Twitter, termasuk yang ikut serta memberikan komitmen dukungan terhadap kelompok LGBT. Twitter juga memiliki peraturan yang menyebutkan perlindungan terhadap orang dengan orientasi seks dan melarang penyebaran kebencian terhadap LGBT,

Pada 2016 CEO Paypal, Dan Schulman pada 2016 menghentikan pembuatan kantor cabang di North Carolina karena aturan diskriminatif terhadap kelompok LGBT. Kantor baru Paypal yang diperkirakan akan mempekerjakan 400 orang itu dibatalkan. Schulman menganggap bahwa membangun kantor operasional di negara bagian yang diskriminatif bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut PayPal. Keputusan ini membuat negara bagian North Carolina kehilangan pemasukan dari pajak dan lapangan pekerjaan yang disediakan oleh Paypal.

"Beberapa minggu lalu, PayPal mengumumkan berencana membuka pusat operasi global di Charlotte dan mempekerjakan lebih dari 400 orang. Dalam waktu singkat sejak peraturan yang dengan semberono diberlakukan oleh pemerintah North Carolina yang melanggar hak-hak warga lesbian, gay, biseksual, dan transgender yang membuat kelompok komunitas ini tak lagi mendapatkan hak yang sama di bawah hukum," tulis Dan Schulman.

"Peraturan baru ini menunjukkan diskriminasi dan melanggar nilai-nilai serta prinsip yang menjadi inti misi dan kebudayaan PayPal. Sebagai protes, PayPal kami tidak akan melanjutkan proyek kami di Charlotte," kata Schulman. Pencabutan rencana ini jelas membuat pemerintahan North Carolina merugi ratusan juta dolar dari pajak atas perusahaan PayPal.

Perusahaan lain yang memiliki komitmen terhadap LGBT adalah Nissan. Di Israel, Nissan membuat iklan Sentra yang melibatkan keluarga dari berbagai golongan. Iklan itu menghadirkan anak perempuan yang menyebut bahwa keluarga bisa jadi terdiri dari dua ayah, dua ibu, atau bahkan tanpa kakak. Iklan itu dipuji karena mendobrak nilai konservatif yang menganggap bahwa keluarga mesti terdiri dari ayah dan ibu belaka. Nissan bukan pertama kali melakukan ini, melalui situs resminya Nissan juga secara terbuka bekerja sama dengan North American Gay Amateur Athletic Alliance (NAGAAA) untuk mensponsori liga gay amatir.

Nordstrom, jaringan ritel asal Amerika Serikat, membuat iklan tentang pasangan suami dan suami yang baru pulang dari liburan. Beberapa perusahaan retail seperti Macy, Wal Mart, dan Gamestop juga masuk daftar perusahaan yang ramah terhadap LGBT. Macy juga mengeluarkan iklan saat natal lalu yang menggambarkan dua orang lelaki yang bahagia dalam sebuah rumah tangga. Iklan-iklan yang bertema pernikahan sesama jenis ini merupakan perayaan juga dukungan perusahaan-perusahaan ini terhadap mahkamah agung Amerika Serikat, yang mengesahkan ijin pernikahan bagi siapapun.

Human Right Campaign Foundation merilis beberapa daftar perusahaan paling ramah terhadap karyawan dan konsumen LGBT. Dalam daftar itu tercatat nama seperti Adidas North America Inc, Levi Strauss & Co, dan Nike Inc yang memang dikenal secara terbuka mendukung komunitas LGBT. Adidas pernah mendapat ancaman boikot karena menghadirkan iklan yang mendukung pasangan lesbian yang hendak berolahraga. Tidak hanya itu perusahaan perusahaan yang masuk dalam daftar ramah terhadap LGBT itu secara terbuka bangga karena menjadi bagian dalam usaha mendukung kesetaraaan hak manusia.

Baca juga artikel terkait LGBT atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Marketing
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti