Menuju konten utama

Di Balik Bungkamnya PAN dan Demokrat Soal Pansus Pemilu

Hanya PKS dan Gerindra yang getol bicara soal pansus kecurangan pemilu. Demokrat dan PAN memilih diam.

Di Balik Bungkamnya PAN dan Demokrat Soal Pansus Pemilu
Suasana Sidang Paripurna ke-3 tahun 2018-2019 di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/8/2018). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pd/18.

tirto.id - Anggota DPR dari PAN dan Demokrat bungkam saat rapat sidang paripurna membahas pembentukan panitia khusus (pansus) penyelenggaraan Pemilu 2019, Rabu (8/5/2019) lalu. Ini kontras dengan apa yang dilakukan politikus dari partai koalisi mereka, Gerindra dan PKS.

Dalam rapat itu pansus pemilu bahkan pertama kali disuarakan oleh politikus PKS, Ledia Hanifa.

"Kami dari fraksi PKS mengajak seluruh anggota DPR membentuk pansus pemilu untuk mengawasi dan mengevaluasi akuntabilitas pelaksanaan Pemilu 2019, menyelidiki penyebab kematian para petugas KPPS, serta menyelidiki kesalahan pemasukan data yang dilakukan oleh KPU," kata Ledia.

Apa yang dikatakan Ledia lantas didukung anggota legislatif dari Gerindra, Bambang Haryo. "Kami sangat mendukung dan mohon dapat segera dibentuk," katanya.

Fadli Zon, politikus Gerindra, bahkan telah mengusulkan ini sejak April lalu. Menurutnya ini penting untuk tahu di mana titik lemah pemilu tahun ini.

Di luar gedung parlemen, koalisi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang tergabung dalam Badan Pemenangan Nasional (BPN) adalah pihak yang paling nyaring bicara soal kecurangan pemilu. Dengan begitu pansus ini penting untuk mereka. Hasil investigasi mungkin akan membuat tuduhan-tuduhan mereka jadi absah.

Direktur Riset Charta Politica, Muslimin, menduga bungkamnya PAN dan Demokrat karena koalisi pendukung Prabowo-Sandiaga ini memang sudah tak akur. Ini tak mungkin terjadi jika mereka solid.

"Menunjukkan tidak ada komunikasi sebelumnya antar-partai. Kan semestinya itu [rapat internal] dilakukan terlebih dulu sebelum dibawa ke rapat paripurna," kata Muslimin kepada reporter Tirto, Kamis (9/5/2019).

Muslimin bilang keretakan partai koalisi pengusung palson 02 ini bahkan sudah terlihat sesaat setelah hari pemungutan suara, 17 April kemarin. Pertemuan Agus Harimurti Yudhoyono dengan Joko Widodo dan pernyataan Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief soal "setan gundul" adalah dua indikasinya.

Pernyataan bahwa koalisi Prabowo tak solid juga muncul dari Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin.

Wakil Ketua Umum TKN Johnny G Plate bilang partai pendukung Prabowo-Sandiaga pada akhirnya akan mengutamakan pileg dan bergabung dengan pemenang Pilpres 2019. Sementara sang pemenang sementara sejauh ini adalah Jokowi-Ma'ruf, setidaknya berdasarkan hasil hitung cepat dan hitung manual KPU.

Disanggah

Anggota Komisi II Demokrat, Herman Khaeron, membantah asumsi Muslimin. Dia bilang partainya tak bersuara karena memang belum ada kata sepakat dengan anggota Demokrat lain. Herman sendiri mengaku setuju dengan pansus ini. Hasil investigasi pansus, katanya, sangat mungkin menjawab banyak pertanyaan masyarakat.

"Kalau fraksi menyetujui dibentuk pansus, tentu kami di Komisi II yang terlibat langsung dalam pemilu ini akan menyetujui," kata Herman di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).

Anggota Komisi II DPR fraksi PAN Wa Ode Nur Zainah mengatakan hal serupa. Dia bilang PAN diam lantaran memang belum ada keputusan di internal partai.

"Saya kira tunggu keputusan fraksi," kata Wa Ode. Juga sama dengan Herman, Wa Ode sendiri mengaku setuju dengan pembentukan pansus dengan alasan yang sama.

Baik Herman atau Wa Ode tak mengatakan kapan persisnya partai memutuskan sikap mereka soal pansus. Dengan begitu jika usul ini dibahas lagi dalam sidang selanjutnya, mungkin hanya Gerinda dan PKS lagi yang akan bersuara. Dan itu jelas tak signifikan mengingat suara mereka yang relatif rendah di parlemen.

Apalagi Ketua DPR Bambang Soesatyo juga bilang kalau pansus masih terlalu dini bahkan untuk dibicarakan.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino