Menuju konten utama

Di Balik Anjloknya Volume Transaksi Saham Usai Euforia Awal Tahun

Pasar saham melesu. Transaksi hariannya terus turun sejak awal tahun lalu.

Di Balik Anjloknya Volume Transaksi Saham Usai Euforia Awal Tahun
Pekerja melihat telepon pintarnya dengan latar belakang layar pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (31/3/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.

tirto.id - Pasar modal bergerak lesu memasuki April 2021. Kondisi ini berkebalikan dengan Januari lalu, tatkala muncul euforia dari masyarakat yang beramai-ramai bermain saham atau lonjakan investor retail sepanjang akhir 2020.

Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan rata-rata volume transaksi harian sempat mencapai 21,2 miliar lembar saham secara year to date (ytd) per 5 Februari. Angka rata-rata turun menjadi 18,84 miliar lembar saham ytd per 5 Maret, lalu turun lagi menjadi 17,16 miliar lembar saham ytd per 1 April.

Rata-rata transaksi Maret dan April lebih rendah dari rata-rata volume transaksi harian Q4 2020 yang mencapai 19,69 miliar lembar saham.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sendiri relatif tertahan usai mencapai level tertinggi pada Rabu 20 Januari, yaitu 6.429,76. Di Februari-Maret, IHSG tertahan di level 6.200-6.300 dengan tren terus menurun. Mulai akhir Maret sampai awal April kemarin, IHSG berada di kisaran 6.000 bahkan nilainya sempat menyentuh 5.970,29 poin per Senin 5 April.

Lantas apa yang menyebabkan penurunan tersebut?

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo mengatakan penurunan terjadi akibat berakhirnya euforia para investor. Awalnya investor berekspektasi program vaksinasi akan lekas mendongkrak ekonomi sehingga terjadi lonjakan transaksi di awal tahun. Sayangnya itu tidak bertahan lama sehingga kini tren transaksi saham melandai.

“Euforia menyusut dan investor menunggu hasil nyata dalam hal data-data perbaikan ekonomi,” ucap Laksono kepada wartawan di Jakarta, Selasa (6/4/2021).

Faktor lain adalah sikap masyarakat yang memilih untuk wait and see karena emiten belum seluruhnya menerbitkan laporan keuangan 2020. Sikap ini juga diperkuat karena keputusan pembatasan mudik selama libur Lebaran 2021 yang berdampak pada sentimen investor terkait pemulihan ekonomi.

Penurunan transaksi juga dipengaruhi penurunan transaksi oleh investor retail yang biasanya cukup aktif selama pandemi, menurut Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee. Hal ini menurutnya wajar karena karakteristik mereka yang masih relatif baru di pasar modal.

“Mereka ikut-ikutan, kan, biasanya. Kalau lagi naik, ikut beli. Kalau lagi turun, takut. Jadi itu terpengaruh,” ucap Hans kepada reporter Tirto, Rabu (7/4/2021).

Karakteristik ini semakin terasa dampaknya saat pasar keuangan memang sedang dilanda ketidakpastian. Kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat dan stimulus jumbo senilai 1,9 triliun dolar AS, misalnya, mengakibatkan pelaku pasar banyak memindahkan modalnya ke negeri Paman Sam itu.

Saat ini pasar juga mengantisipasi jika imbal hasil itu masih akan naik lagi karena akan berdampak pada koreksi saham lebih dalam lagi. Tren ketidakpastian ini menurutnya akan menyebabkan mereka semakin menahan diri untuk bertransaksi.

Bila pasar sudah kembali pulih atau rebound, ia meyakini investor retail akan kembali sehingga akan berdampak pada peningkatan volume transaksi harian.

Meski demikian, Hans mengingatkan sebenarnya investor retail dapat memanfaatkan situasi untuk menambah kepemilikan saat harga saham turun. Kalaupun mereka sedang merugi, pembelian di masa ini dapat membantu mengurangi kerugian itu dengan menurunkan rata-rata nilai yang dimiliki atau average down.

Sementara analis Panin Sekuritas William Hartanto memberikan sudut pandang lain, bahwa penurunan ini sebenarnya sudah biasa. Ia bilang tren ini sudah menjadi siklus tahunan di pasar modal terutama setelah kuartal I atau Q1 berakhir.

“Setiap tahunnya IHSG memang mengalami pengurangan transaksi, biasanya dari April–Juli. Jadi menurut saya ini wajar, efeknya hanya pasar jadi sepi aja,” ucap William kepada reporter Tirto, Rabu.

Selama periode ini, pasar menurutnya memang akan terlihat sepi dan pergerakan IHSG tampak mandek di kisaran 5.827-6.300 sampai Q2 berakhir.

Pada periode sepi ini, tambahnya, pelaku pasar juga terpengaruh sentimen rencana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mengurangi porsi saham dalam portofolio. Alhasil, pelaku pasar mengantisipasi potensi penurunan harga saham sehingga berangsur mengurangi transaksi.

Ia memperkirakan situasi ini akan segera kembali normal. Dari data historis, William yakin transaksi saham akan kembali naik menjelang Q3 2021.

“Nanti nilai transaksi akan kembali normal ketika pasar uptrend lagi,” ucap William.

Baca juga artikel terkait PASAR MODAL atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino