Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Di Balik Aksi Walkout Demokrat & PKS soal Perppu Cipta Kerja

Aksi walkout dalam sidang paripurna menandakan bahwa tidak semua fraksi sepakat saat pengambilan keputusan.

Di Balik Aksi Walkout Demokrat & PKS soal Perppu Cipta Kerja
Ketua DPR RI Puan Maharani dalam sidang paripurna pengesahan Perppu Ciptaker menjadi undang-undang pada Selasa (21/3/2023). tirto.id/Irfan Al Amin

tirto.id - DPR resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) sebagai Undang-Undang pada Selasa (21/3/2023). Dari sembilan fraksi di DPR RI, hanya tujuh parpol yang sepakat, sementara Partai Demokrat dan PKS menolak dan memilih walkout.

Pengesahan Perppu Ciptaker diketok Ketua DPR RI, Puan Maharani selaku pemimpin persidangan. Sebelum ketok palu, Puan bilang “Kami menanyakan kepada setiap fraksi untuk penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, apakah disetujui untuk menjadi undang-undang?”

“Setuju,” jawab 7 fraksi yang ada di sidang paripurna.

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan mewakili parpol berlambang mercy itu menyatakan secara terbuka penolakan atas Perppu Ciptaker. Ia sebut keberadaan Perppu Ciptaker akan merugikan buruh Indonesia yang mencapai 140 juta orang. Ia juga menyoalkan apakah Perppu Ciptaker telah memenuhi keadilan sesuai Pancasila.

“Kurang baiknya tata kelola pemerintahan akan berdampak pada Perppu Ciptaker yang grusa-grusu dan tidak heran bila MK menyebut hal ini inkonstitusional," kata Hinca saat menyampaikan keberatan sebelum walkout.

Fraksi PKS juga menolak pengesahan Perppu Ciptaker. Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf menyatakan bahwa mereka walkout karena sudah menolak Perppu Ciptaker sejak awal.

“Kami menyatakan walkout terhadap agenda pengesahan Perppu Ciptaker dan kami akan kembali pada agenda pengesahan-pengesahan berikutnya,” kata Bukhori.

Pemerintah tidak mempersoalkan aksi penolakan Demokrat dan PKS. Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menilai sikap Demokrat dan PKS sama saat mereka membahas UU Cipta Kerja pada 2020.

Airlangga menjelaskan, pemerintah memahami sikap Demokrat dan PKS yang saat ini berada di luar pemerintahan Jokowi-Maruf Amin. Namun, kata Airlangga, Perppu Ciptaker segera disahkan menjadi undang-undang karena kegentingan dunia akibat sejumlah perang antar negara.

“Itu sudah dijelaskan dalam Panja, bahwa dunia sedang menghadapi ketidakpastian. Saat ini perang Ukraina belum selesai dan kemudian climate change dan kita lihat ada badai El Nino yang menyerang sawah sejumlah masyarakat di Indonesia,” kata Airlangga yang juga ketum Partai Golkar.

Menurut Airlangga, dibandingkan memperhatikan aksi walkout PKS dan Demokrat, dia lebih memilih fokus pada penyelesaian masalah global.

“Kalau kita lihat beberapa negara pun gamang merespons hal ini. Bagi Indonesia, hal ini menjadi penting karena ketidakpastian ini bisa menimbulkan pelarian modal,” kata dia.

SIDANG PARIPURNA DPR SETUJUI PERPPU CIPTAKER MENJADI UU

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (kiri) memberikan dokumen pandangan pemerintah kepada Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) disaksikan Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel (kedua kiri), Lodewijk Freidrich Paulus (tengah) dan Sufmi Dasco Ahmad (kanan) saat Sidang Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023).ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.

Aksi Walkout di Sidang Paripurna DPR. Efektifkah?

Aksi walkout dalam sidang paripurna DPR bukan kali pertama dilakukan oleh anggota legislatif, terutama dari partai oposisi. Fraksi PDIP saat menjadi oposisi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga melakukan hal yang sama. Sementara di era Jokowi, aksi walkout ini kerap dilakukan PKS dan Demokrat.

Dalam catatan Tirto, Demokrat melakukan walkout saat paripurna pengesahan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada Oktober 2020. Mereka walkout setelah Wakil Ketua Umum Partai Demokrat kala itu, Benny K. Harman tidak mendapat ruang untuk berbicara, padahal pemimpin sidang menjanjikan memberi ruang.

Sementara itu, PKS juga sempat melakukan walkout di era pemerintahan Jokowi-Maruf Amin pada September 2022. PKS walkout dalam rapat paripurna saat pembahasan kenaikan harga BBM subsidi. Kala itu, PKS beralasan bahwa kenaikan BBM subsidi akan memberatkan rakyat. Usai walkout, PKS menyuarakan penolakan kenaikan harga BBM subsidi dengan membawa poster seruan penolakan.

Aksi PKS mengingatkan manuver politik yang juga dilakukan Fraksi PDIP saat mereka menjadi oposisi di pemerintahan SBY. Pada 31 Maret 2012, PDIP melakukan aksi walkout saat pembahasan kenaikan harga BBM. Saat itu, Fraksi PDIP yang dipimpin Puan Maharani walkout dari paripurna pembahasan RAPBNP.

Pemerhati parlemen dari Formappi, Lucius Karus menilai, aksi walkout yang dilakukan dalam kegiatan paripurna menandakan bahwa tidak semua fraksi sepakat saat pengambilan keputusan. Dalam kacamata Lucius, walkout memperlihatkan ada perbedaan sikap yang mestinya menjadi sesuatu yang wajar terjadi mengingat parlemen berisikan sejumlah fraksi dan juga oposisi.

“Soal perbedaan sikap itu jadi sesuatu yang wajar sehingga aksi untuk memperlihatkan perbedaan itu seperti walkout juga sesuatu yang biasa-biasa saja. Toh yang jelas fraksi-fraksi punya kepentingan atas semua kebijakan yang diputuskan di parlemen,” kata Lucius kepada Tirto.

Lucius menegaskan, kepentingan itu tak selalu terkait publik, tetapi dalam banyak kasus yang menjadi penggerak perbedaan sikap itu karena kepentingan politik. Ia menilai semua sikap fraksi pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan efek elektoral yang menjadi modal untuk meraih kekuasaan selanjutnya.

Ia tidak memungkiri bahwa upaya walkout tidak lepas dari kepentingan politik. Ia menilai aksi walkout akan memberi pesan heroik fraksi dalam membela kepentingan fraksi. Ia juga menekankan tidak semua walkout berkaitan dengan kepentingan umum.

“Jadi aksi walkout itu dramatisasi kegagalan yang sudah disadari sejak awal oleh fraksi yang kecil. Kan, mestinya sejak proses pembahasan, fraksi sudah bisa membaca arah keputusan mayoritas di paripurna. Dengan begitu mestinya sejak awal juga ada upaya fraksi yang berbeda dengan mayoritas untuk menunjukkan kepada publik sikap mereka," kata Lucius.

Lucius mengatakan, upaya menunjukkan ke publik sejak awal terkait sikap fraksi selama proses pembahasan jelas bisa memunculkan dukungan luas publik dan itu bisa membantu fraksi untuk menekan mayoritas fraksi di parlemen. Akan tetapi, pesan lain yang bisa ditangkap adalah fraksi partai kalah dalam membela kepentingannya.

“Kalau aksinya baru nampak ekstrem di momen paripurna, ya jelas ini lebih banyak show politik saja. Sudah tahu kalah, biar nggak sampai mati suri, sedikit drama perlu dilakukan agar konstituen tetap bisa percaya," kata Lucius.

“Medan tempur fraksi untuk memperjuangkan sikap politiknya itu ya di proses pembahasan. Kalau cuma di paripurna, ya jelas ini drama politik lebih dominan. Jadi aksi walkout bisa juga dibaca sebagai aksi ‘menyerah kalah’ fraksi dalam proses pengesahan kebijakan di parlemen. Dengan walkout kekalahan mereka sedikit terhormat saja,” kata Lucius.

Sementara itu, analis politik dari Indonesia Political Power, Ikhwan Arif menyoalkan urgensi partai untuk walkout dalam rapat paripurna. Ia menilai aksi walkout saat ini lebih mengarah kepada pendekatan elektabilitas daripada kebijakannya.

“Opsi walkout yang diambil partai politik, urgensinya patut dipertanyakan, terutama bagi partai oposisi yang saat ini kerap menentang kebijakan pemerintah. Sejauh ini saya melihat upaya walkout yang dilakukan partai terkesan sebatas membangun citra positif sebagai partai oposisi, namun tidak berpengaruh terhadap aturan-aturan yang ditolak, alhasil kebijakan yang ditolak partai politik tetap berlaku,” kata Arif kepada Tirto, Selasa (21/3/2023).

Ikhwan menilai, aksi walkout dipandang sebagai tindakan bermartabat bagi anggota DPR. Para anggota DPR yang walkout akan terkesan berpihak kepada rakyat.

Namun, ia menilai ada pesan lain bahwa partai yang walkout menandakan mereka gagal dalam memperjuangkan tuntutan dari akar rumput. Ia pun menilai cap kegagalan partai tetap berlaku ketika perwakilan legislatif partai gagal melobi partai di fraksi lain untuk menolak gagasan tersebut.

Ikhwan mengatakan, aksi walkout yang dilakukan DPR dan partai politik memang membawa dampak politik pada elektabilitas partai maupun individu, terutama partai di luar pemerintahan. Posisi partai akan sangat mempengaruhi kebijakan pemerintah, apalagi partai politik dan aktor politik yang menolak kebijakan pemerintah dan memposisikan dekat dengan rakyat.

“Mungkin pengaruhnya tidak terlalu besar terhadap elektabilitas, namun terhadap popularitas tentu sangat besar, dengan demikian yang akan muncul hanyalah persepsi bahwa partai politik hanya mengambil opsi walkout terkait kebijakan yang populis untuk meningkatkan popularitas partai, bukan menyentuh keinginan masyarakat secara langsung,” kata Ikhwan.

Respons Partai Demokrat

Juru Bicara Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra menegaskan, aksi walkout partanya bukan demi mencari elektabilitas. Ia mengklaim, aksi mereka sejalan dengan sikap partai bersama rakyat.

“Kami sudah berusaha memperjuangkan kepentingan rakyat semaksimal mungkin, tetapi memang kami masih kalah jauh suaranya dibandingkan kekuatan yang mendukung pengesahan Perppu Ciptaker,” kata Herzaky kepada Tirto.

Herzaky menilai, walkout adalah salah satu realita di parlemen. Ia sebut, upaya melobi partai lain seperti apa pun, kalau berbeda kepentingan, dan mereka memiliki suara lebih besar, kepentingan mereka yang diakomodir. Ia minta maaf jika Demokrat gagal mengakomodir kepentingan publik.

“Mohon maaf, perjuangan kami untuk terus menyuarakan harapan dan aspirasi rakyat kali ini harus menghadapi tembok tebal pendukung oligarki. Tapi, kami tak kan patah semangat dan pantang surut, untuk terus memperjuangkan perubahan dan perbaikan di negeri ini. Memperjuangkan agar pembangunan lebih berpihak kepada rakyat dan memberikan manfaat kepada rakyat,” kata dia.

Herzaky berjanji, Demokrat akan berusaha memenuhi ekspektasi rakyat jika kembali berkuasa. Ia menyayangkan ada pandangan bahwa mereka mencari elektabilitas.

“Insyaallah, jika dipercaya rakyat di Pemilu 2024, dan kami memiliki suara lebih besar di parlemen, apalagi memimpin pemerintahan, aspirasi dan harapan rakyat bisa lebih banyak yang bisa kami wujudkan,” kata Herzaky.

Ia menambahkan, “Kami yang memperjuangkan kepentingan rakyat, dan yang lain tidak, mengapa kami malah yang disalahkan dan dianggap gagal? Kami yang berjuang untuk rakyat, mengapa malah disalahkan? Mengapa yang tidak berjuang untuk rakyat, malah tidak dipersalahkan?”

Baca juga artikel terkait PERPPU CIPTAKER atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz