Menuju konten utama

Di Bali, Korps Prajoda dan Perwira KNIL Tak Mampu Membendung Jepang

Di Bali, pemerintah kolonial Hindia Belanda membentuk Korps Prajoda untuk membantu KNIL. Salah satu personelnya adalah I Gusti Ngurai Rai.  

Korps Prajoda. wikipedia/Collectie Stichting Nationaal Museum van Wereldculturen/C.J. (Cees) Taillie

tirto.id - Sejumlah kerajaan di Bali mempunyai sejarah permusuhan dengan Belanda yang beberapa kali melakukan ekspedisi militer. Setelah berhasil dikuasai, pemerintah kolonial Hindia Belanda kemudian membuat pasukan bantuan untuk mendukung tentara KNIL. Menurut laporan De Telegraaf (04/03/1942), sejak 1936 di Bali telah ada pasukan bantuan bernama Korps Prajoda.

Sementara Algemeen Handelsblad (16/04/1937) memberitakan, sejumlah pemuda Bali mengikuti pelatihan dasar militer untuk masuk ke dalam tentara yang tidak termasuk kesatuan KNIL. Pasukan bantuan ini ikut diawasi oleh Residen Bali dan Lombok, GAW Ch. de Haze Winkelman.

Menurut De Telegraaf (04/03/1942), para pemuda yang mengikuti wajib militer ini dibebaskan dari pungutan dan diberikan sebidang tanah oleh para bangsawan.

Nama Korps Prajoda adalah nama pilihan dari bangsawan Bali. Para pejabat Belanda berharap korps ini menjadi seperti pasukan bantuan lain sebagaimana Legiun Mangkunegaran di Surakarta atau Korps Barisan Madura.

Korps Prajoda mula-mula dipimpin oleh Kapten JRJ Kapitz. Pada 1937, seperti disebut De Sumatra Post (18/08/1937), korps ini dibagi menjadi dua detasemen, yakni di Karangasem dan Gianyar. Para pemuda yang tergabung dengan pasukan ini berdinas selama 1 hingga 3 tahun, dan setelahnya dapat diperpanjang. Setiap bulan dalam beberapa hari, mereka mendapat pelatihan teratur dari KNIL.

Pada 1939, seperti diberitakan De Locomotief (01/05/1939) kamp untuk detasemen di Karangasem dan Gianyar diperbaiki oleh pasukan zeni. Selain itu, disetujui juga rencana pembangunan kamp militer di Singaraja dan Denpasar. Pada tahun itu, seperti diberitakan De Indische Courant (01/07/1939), JRJ Kapitz yang sudah berpangkat mayor diangkat menjadi komandan Korps Prajoda di Singaraja. Sebelumnya dia pernah ditempatkan di Batalion Infanteri ke-13 di Malang. Pada tahun itu juga, Kapten WP Roodenburg dipindahkan dari Inspektur Infanteri di Bandung ke Korps Prajoda di Singaraja.

Tak Berkutik di Hadapan Jepang

Setelah lulus dari MULO di Malang, I Gusti Ngurah Rai mendaftar ke Korps Prajoda di Gianyar. Menurut Geoffrey Robinson dalam Sisi Gelap Pulau Dewata (2006), pemerintah Hindia Belanda sengaja memilih para perwira Prajoda dari kalangan keluarga berdarah biru. Hal ini karena kalangan tersebut lebih terpelajar dan orangtua mereka punya relasi yang harus dijaga dengan pemerintah kolonial.

Ketika Perang Dunia II meletus di Eropa, seperti diberitakan De Indische Courant (24/03/1941), Ngurah Rai termasuk kadet sersan yang diangkat menjadi letnan kelas dua di Korps Prajoda. Selain dia, ada juga I Wajan Ledang, I Goesti Agoeng Bagoes Kajoen, I Dewa Gde Anom Asta, Tjokorde Ngoerah, I Goesti Ngoerah Gde Poegeg, dan I Goesti Agoeng Made Agoeng. Mereka menjadi letnan dua Korps Prajoda terhitung sejak 14 Februari 1941.

Infografik Korps Prajoda

Infografik Korps Prajoda. tirto.id/Fuad

Korps Prajoda kemudian berkembang menjadi pasukan infanteri bersenjata modern. Selain dipersenjatai senapan biasa, mereka juga dilengkapi senapan mesin. Personelnya mencapai ribuan orang.

Menurut Geoffrey Robinson dan Nyoman Pendit dalam Bali Berjuang (1979), ketika Jepang menyerbu Bali, Kapten Roodenburg sudah menjadi letnan kolonel. Bersama para perwira KNIL lainnya, dia memerintahkan Korps Prajoda untuk mundur ke pedalaman dari posisi semula di sepanjang pantai selatan, Denpasar, dan Lapangan Terbang Tuban (Bandara Ngurah Rai sekarang). Sementara di Penebel, Tabanan Selatan, komandan KNIL menyuruh anak buahnya membuang senjata dan seragam, lalu menyuruh mereka pulang. Ada pula perintah untuk tidak meninggalkan apa saja yang kiranya bermanfaat bagi militer Jepang.

Para perwira KNIL itu membuat Korps Prajoda tak seperti namanya: pengobar peperangan. Para personelnya pun akhirnya harus menganggur pada awal pendudukan Jepang. Setelah 1945, sejumlah mantan anggota Prajoda bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan yang paling terkenal adalah I Gusti Ngurah Rai. Dia gugur dalam pertempuran Puputan Margarana para 20 November 1946.

Pada 1950, seperti diberitakan De Telegraaf (05/01/1950), terdapat 3 kompi KNIL yang seluruh personelnya berasal dari Korps Prajoda. Pasukan ini diserahterimakan atas kemauan para personelnya, dari komandan territorial Bali Letnan Kolonel GJ Wulfhorst kepada Wakil Kementerian Pertahanan RI Letnan Kolonel Askari.

Jenderal Mayor DRA van Langen kala itu memberikan komentar: "keputusan orang-orang ini sangat menggembirakan dan tidak hanya sangat penting sebagai contoh, tetapi juga karena itu yang dimiliki orang di Bali." Tiga kompi Prajoda ini adalah satuan-satuan KNIL pertama yang masuk TNI setelah Pengakuan Kedaulatan tanggal 27 Desember 1949.

Baca juga artikel terkait SEJARAH KNIL atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Politik
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Irfan Teguh