Menuju konten utama

Detail Dugaan Suap di PUPR: Termasuk Pipa Air untuk Warga Donggala

KPK memastikan salah satu suap pengadaan sistem air minum dilakukan untuk proyek yang diperuntukkan bagi warga Donggala yang baru saja terkena musibah gempa dan tsunami.

Detail Dugaan Suap di PUPR: Termasuk Pipa Air untuk Warga Donggala
Mobil dan kondisi puing-puing bangunan rumah warga di pinggiran pantai perkampungan Desa Wani II, Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (5/10/2018). tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan delapan tersangka korupsi proyek Sistem Pengadaan Air Minum tahun anggaran 2017/2018. Penetapan dilakukan setelah sebelumnya komisi antirasuah ini menggelar operasi tangkap tangan di sejumlah lokasi, Jumat (28/12/2018).

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan delapan orang tersangka," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (30/12/2018) dini hari.

Dari delapan orang tersebut, empat di antaranya diduga sebagai penerima suap. Mereka adalah:

1. Anggiat Partunggul Nahot Simaremare, Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung.

2. Meina Woro Kustinah, PPK SPAM Katulampa.

3. Teuku Moch Nazar, Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat

4. Donny Sofyan Arifin, PPK SPAM Toba 1

Sementara empat orang yang diduga sebagai pemberi adalah:

1. Budi Suharto, Direktur Utama PT WKE

2. Lily Sundarsin, Direktur PT WKE

3. Irene Irma, Direktur PT TSP

4. Yuliana Enganita Dibyo, Direktur PT TSP

Saut menjelaskan, keempat tersangka pemberi diduga telah menyuap pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) agar membikin proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum dimenangkan oleh PT TSP dan PT WKE.

Di PUPR, pengadaan barang dan jasa dilakukan lewat mekanisme lelang yang berada di bawah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Pejabat tersebut merupakan bagian dari PPK dalam Satuan Kerja Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).

Saut mengatakan, perjanjian kotor di antara mereka adalah untuk proyek yang bernilai di atas Rp50 miliar akan dikerjakan PT WKE, sementara yang bernilai di bawah itu akan dikerjakan PT TSP. PT TSP dan PT WKE adalah dua perusahaan yang dimiliki satu orang.

Proyek yang diatur adalah pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum tahun anggaran 2017/2018 di Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba-1, dan Katulampa. Selain itu, objek korupsi lainnya adalah proyek pengadaan pipa HDPE.

Pipa HDPE adalah saluran pipa air bersih berstandar food grade (material yang layak dipakai untuk memproduksi perlengkapan makan/minum). Ironisnya, salah satu proyek pengadaan yang dikorup diperuntukkan bagi masyarakat yang baru saja mengalami musibah bencana gempa dan tsunami di Donggala, Sulawesi Tengah.

"KPK mengecam keras dan sangat prihatin karena dugaan suap ini salah satunya terkait proyek pembangunan SPAM di Donggala, Sulawesi Tengah, yang baru saja terkena bencana tsunami," kata Saut.

Satu proyek pengadaan pipa HDPE lain dilaksanakan di Bekasi, Jawa Barat.

Diduga keempat tersangka pemberi memberikan fee sebesar 10 persen dari nilai proyek. Fee itu kemudian dibagi: tujuh persen untuk kepala satuan kerja, sementara tiga persen untuk PPK, dengan rincian sebagai berikut:

-Anggiat Partunggul Nahot Simaremare mendapat Rp350 juta dan 5.000 dolar Amerika untuk pembangunan SPAM Lampung, Rp500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan Jawa Timur.

-Meina Woro Kustinah Rp1,42 miliar dan 22.100 dolar Singapura untuk pembangunan SPAM Katulampa.

-Teuku Moch Nazar Rp2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.

-Donny Sofyan Arifin Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.

Atas perbuatannya itu, para penerima disangkakan dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara pihak yang diduga pemberi disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

Baca juga artikel terkait OTT KPK KEMENTERIAN PUPR atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino