Menuju konten utama

Desakan Tunda Pilkada di Tengah Corona: Tak Ada Suara Seharga Nyawa

Pemerintah masih punya opsi menunda Pilkada 2020 dengan Perppu perpanjangan jabatan kepala daerah atau melantik pelaksana tugas (Plt).

Desakan Tunda Pilkada di Tengah Corona: Tak Ada Suara Seharga Nyawa
Pengunjuk rasa memainkan rebana dan bersholawat saat aksi menuntut penundaan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di depan gedung KPU Kediri, Jawa Timur, Kamis (24/9/2020). ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/aww.

tirto.id - Pemerintah telah mengabaikan suara masyarakat yang meminta penundaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2020.

Keputusan Pemerintah dan DPR RI untuk tetap melaksanakan Pilkada 2020 pada Desember mendatang, di tengah kasus COVID-19 yang tak menunjukkan tanda-tanda penurunan mendapat respons keras dari publik. Selain mendapat desakan untuk menunda Pilkada 2020 oleh PBNU, Muhammadiyah, hingga MUI, ancaman banyaknya golput juga begitu nyata.

Organisasi masyarakat besar di Indonesia menyuarakan pentingnya keselamatan dan menjaga kesehatannya daripada warga dan petugas Pilkada yang bertaruh nyawa untuk menyukseskan hajatan politik. Geliat penolakan pilkada terus menguat.

Deklarasi untuk tidak memilih alias golput datang dari intelektual Islam sekaligus guru besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra. Pilihannya untuk golput sebagai bentuk solidaritas kepada para korban Corona dan tenaga kesehatan yang berada di garis terdepan. Klaster pilkada pun di depan mata.