Menuju konten utama

Denwalsus Prabowo Dianggap Gagah-gagahan & Mengorek Luka Lama

Detasemen Pengawal Khusus (Denwalsus) Prabowo dianggap mengungkit luka lama dan tak jelas urgensinya.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menggunakan masker saat akan mengunjungi Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjalani masa observasi pascaevakuasi dari Wuhan, Hubei, China di Hanggar Pangkalan Udara TNI AU Raden Sadjad, Ranai, Natuna, Kepualauan Riau, Rabu (5/2/2020). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/ama.

tirto.id - Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dinilai kembali mengorek luka lama para korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) saat membentuk Detasemen Pengawal Khusus (Denwalsus). Kelompok ini mengingatkan pada Tim Mawar, dibentuk Prabowo saat menjabat Danjen Kopassus dan diduga melakukan penghilangan paksa terhadap para aktivis prodemokrasi.

“Membentuk Denwalsus itu memang pola-pola Prabowo. dari dulu sejak jadi perwira [TNI AD] kemudian membentuk Tim Mawar yang insubordinasi dengan pimpinan TNI yang kemudian ia disidang dewan kehormatan perwira,” kata Sekretaris Umum Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Zaenal Muttaqien kepada reporter Tirto melalui sambungan telepon, Selasa (13/4/2021).

Ia khawatir terjadi insubordinasi sebab sudah ada fungsi pengawalan dari TNI dan Polri di Kemenham, dan itu menurutnya lebih dari cukup.

Denwalsus ini makin mengkhawatirkan sebab sebelumnya Menhan Prabowo membentuk komponen cadangan, yaitu program yang memungkinkan sipil-sipil dilatih secara militer. “Bisa jadi Denwalsus ini sebagai induk komponen cadangan. Itu yang yang berbahaya, bisa menjadi kesatuan lain di luar TNI AD, AL, dan AU.”

Apabila sebuah kesatuan bukan penegak hukum dan tidak dimaksudkan sebagai alat pertahanan negara tapi dibekali senjata dan kewenangan menggunakannya, Zaenal khawatir “terjadi peristiwa pelanggaran baru.” Zaenal, saudara Wiji Thukul, korban penghilangan paksa oleh Tim Mawar, khawatir situasinya akan kembali seperti Orde Baru. Semua orang yang kritis akan dianggap sebagai ancaman bagi ketahanan negara sehingga bisa ditindak melalui alat-alat yang dibentuk Kemenhan.

Direktur Eksekutif Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan suatu badan yang memiliki fungsi pengawalan di lembaga kemiliteran sebetulnya lumrah, namun ketika diberikan penamaan baru dan publikasi yang berlebihan seperti Denwalsus ini, wajar rekam jejak Prabowo diungkit-ungkit lagi. Kekhawatiran terhadap Denwalsus seperti yang diungkapkan Zaenal lumrah sebab memang masih banyak yang sampai sekarang trauma dengan masa ketika Prabowo menjadi Danjen Kopassus.

“Hati-hati masyarakat kita ini masih punya trauma. Seperti penunjukan dua mantan anggota Tim Mawar jadi pejabat Kemenhan. Meski secara administrasi tidak ada masalah, tapi ini menyinggung psikologi publik,” kata Fahmi kepada reporter Tirto melalui sambungan telepon, Selasa.

Jika tak ingin menimbulkan kesan dan citra yang negatif bagi masyarakat, maka menurutnya Prabowo harus berkaca.

“Pak Prabowo ini perlu diingatkan, nampaknya sangat gemar berbau seperti ini, gagah-gagahan, sesuatu yang tampak gagah, berwibawa, dan berseragam. Ini karakter orang yang dibesarkan di lingkungan militer--kalau kita enggak mau bilang fasis,” katanya.

Apa Urgensi Denwalsus?

Denwalsus dibentuk oleh Menhan Prabowo dari tiga matra: Angkatan Darat, Laut, dan Udara. Kurang lebih 100 prajurit berkumpul dalam detasemen tersebut.

Juru Bicara Menhan Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antar Lembaga Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan detasemen tersebut terinspirasi dari detasemen kementerian pertahanan negara lain. Pada saat berkunjung ke kementerian pertahanan lain, Dahnil bilang Prabowo selalu disambut dengan jajar kehormatan atau upacara militer. Prabowo terkesan dengan itu.

“Oleh sebab itu kita tentu juga ingin menampilkan pasukan jajar militer atau jajar kehormatan yang representatif dan membanggakan kita ketika tamu-tamu negara itu berkunjung,” kata Dahnil melalui keterangan resmi, Senin (12/4/2021). “Pasukan jajar kehormatan ini mempunyai fungsi dan tugas protokoler melakukan penyambutan tamu-tamu kehormatan yang datang [ke] Kementerian Pertahanan.”

Kriteria pasukan yang diminta Prabowo dari TNI, kata Dahnil, harus terlihat gagah, secara fisik merepresentasikan prajurit-prajurit yang kuat, dan sejenisnya. Diharapkan dengan itu para tamu-tamu melihat pasukan militer Indonesia mumpuni.

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar Christina Aryani mengatakan Denwalsus tak jelas urgensinya. Sebagai institusi sipil, pemberlakuan protokoler di Kementerian Pertahanan sama dengan kementerian yang lain. Selama ini pengawalan itu dikenal sebagai pengamanan dalam (pamdal) atau istilah lain.

Aryani mengatakan selama ini keprotokolan tamu asing setingkat presiden telah diatur oleh Paspampres. Sementara tamu asing setingkat menteri pengawalannya menjadi tanggung jawab pengamanan VVIP Polri.

“Jika memang ada kebutuhan khusus, Menhan dapat berkoordinasi dengan TNI-Polri tanpa perlu membentuk detasemen khusus,” katanya reporter Tirto melalui pesan singkat, Selasa.

Koordinator Program Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) Beni Sukadis juga mempertanyakan urgensi pembentukan Denwalsus. “Kalau ditarik dari personel khusus menjadi Denwalsus belum tepat. Urgensinya apa? Belum perlu karena mereka sudah ada pengamanan organik yang menjaga di sana [Kemenhan] dari Mabes TNI,” kata Beni kepada reporter Tirto.

Baca juga artikel terkait PRABOWO SUBIANTO atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Politik
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Rio Apinino