Menuju konten utama

Demo Menelan Korban Jiwa Mahasiswa, DPR Desak Jokowi Copot Wiranto

DPR meminta Presiden Jokowi mencopot Menko Polhukam Wiranto karena dinilai telah gagal menjalankan tugas terkait demonstrasi yang menelan korban mahasiswa.

Demo Menelan Korban Jiwa Mahasiswa, DPR Desak Jokowi Copot Wiranto
Menko Polhukam Wiranto memberikan keterangan pers terkait revisi UU KPK di Jakarta, Rabu (18/9/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.

tirto.id - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Erma Suryani Ranik menilai Menko Polhukam Wiranto telah gagal dalam menjaga kondusivitas keamanan saat maraknya aksi unjuk rasa mahasiswa di berbagai daerah di Indonesia.

Erma bahkan mendesak Presiden Joko Widodo mencopot Wiranto dari jabatan Menkopolhukam, buntut tewasnya dua mahasiswa di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (26/9/2019) kemarin.

"Kami meminta mencopot Menkopolhukam Wiranto karena terbukti gagal dalam melakukan antisipasi terhadap persoalan politik dan keamanan yang menjadi domain wilayah kerjanya," ujar Erma dalam keterangan persnya, Jumat (27/9/2019).

Ia juga meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk mencopot Kapolda Sulawesi Tenggara yang dianggap tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Seharusnya, kata Erma, aparat kepolisian menghindari kekerasan dan sifat represif saat mengamankan aksi-aksi unjuk rasa.

"Jangan dilakukan dengan kekerasan dan represif. Hindari karena akan menimbulkan korban. Indonesia adalah negara demokrasi," jelasnya.

Selain meminta Wiranto dan Kapolda Sultra dicopot, Erma mendesak Kapolri dapat mengusut tuntas meninggalnya dua mahasiswa di Kendari saat berdemo.

"Siapa aparat yang terlibat, peluru apa yang telah membunuh adik-adik mahasiswa. Jika polisi menggunakan peluru karet, mahasiswa pasti tidak akan mati," kata Erma.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR Muhammad Syafii meminta pemerintah melakukan evaluasi atas kinerja kepolisian dalam mengamankan aksi demonstrasi yang kerap menggunakan kekerasan, bahkan menimbulkan korban jiwa.

"Ini sudah kita catat sejak peristiwa 21-22 Mei, itu juga korban cukup banyak, kemudian hari ini penolakan perundang-undangan korban juga ada. Ini sikap yang harus dievaluasi oleh pemerintah kita, karena ini sudah abuse of power," jelas Syafii di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (27/9/2019).

Kapolri, kata Syafii, harus bertindak tegas terhadap anak buahnya yang dianggapnya gagal menjaga kondusivitas keamanan saat adanya aksi demonstrasi.

"Bila tanpa tembakan peringatan, lalu tiba-tiba menembak, polisi itu harus dipecat, Kapolri perlu bertindak tegas untuk meredakan emosi masyarakat terhadap anggotanya yang melanggar UU itu," ucapnya.

Dua mahasiswa Universitas Halu Oleo di Kendari, yakni Randi (21) dan Yusuf (19), tewas saat demonstrasi di Gedung DPRD Sulawesi Tenggara, Kota Kendari, Kamis (26/9/2019).

Randi ditembak saat demonstrasi mahasiswa berakhir bentrok. Polisi-polisi dari Polda Sulawesi Tenggara, yang berjaga di areal dalam pagar gedung DPRD, membubarkan demonstran dengan gas air mata, meriam air, dan tembakan peluru. Demonstran melawan dengan melempar batu ke arah polisi.

Dari video yang beredar di media sosial, terlihat seorang demonstran terkapar, yang kemungkinan Randi, di trotoar persis di depan pintu gerbang sebuah bangunan di Jalan Abdullah Silondae pada sore hari.

Selain Randi, demo menolak RKUHP dan revisi UU KPK di DPRD Sulawesi Tenggara juga mengakibatkan seorang mahasiswa lain meninggal dunia.

Mahasiswa itu bernama Muhammad Yusuf Kardawi (19), jurusan Teknik Sipil D3 angkatan 2018 dari kampus yang sama dengan Randi. Kardawi sempat dilarikan ke RS Korem, lalu dirujuk ke RS Bahteramas, sekitar 9,6 kilometer atau 18 menit dengan mobil, masih di Kota Kendari. Lalu meninggal usai ditangani dokter.

Baca juga artikel terkait DEMO MAHASISWA atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Maya Saputri