Menuju konten utama

Demo Mahasiswa Berujung Perusakan Fasilitas Publik. Ada Penyusup?

Elite mahasiswa mengatakan para perusuh dalam demonstrasi di DPR adalah penumpang gelap. Mereka bilang aksi memang disusupi saat malam hari.

Demo Mahasiswa Berujung Perusakan Fasilitas Publik. Ada Penyusup?
Massa membakar pembatas jalan saat berunjuk rasa di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (24/9/2019). ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Setidaknya ada 94 orang diciduk polisi setelah kericuhan pecah di sekitar Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (24/9/2019) kemarin. Polisi mengatakan yang mereka tangkap melakukan perusakan, termasuk pakai molotov.

Di kantornya, Rabu (25/9/2019) siang, Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono mengatakan anak buahnya masih memilah mana yang benar-benar mahasiswa dan mana yang bukan. Salah satu di antara mereka statusnya sudah jelas: seorang pelajar. Dia membawa molotov.

Hingga berita ini ditulis, Rabu malam, polisi belum mengumumkan identifikasi terkini orang-orang yang mereka tangkap.

Disusupi?

Demonstrasi mahasiswa, buruh, dan masyarakat sipil lain yang menentang berbagai peraturan kontroversial sebetulnya cukup kondusif dari pagi hingga sore. Tapi menjelang magrib, situasi memanas.

Polisi menembakkan air dari water cannon, juga gas air mata untuk menghalau mahasiswa menjauh dari gerbang utama Gedung DPR yang terletak di Jalan Gatot Subroto. Taktik itu berhasil sesaat.

Kericuhan terus terjadi hingga hari berganti, bahkan menyebar ke beberapa titik. Polisi bilang tiga pos jaga dibakar massa. Pun dengan mobil dinas.

Kepala Kajian Aksi Strategis BEM UPN Veteran Jakarta Dzuhrian Ananda mengatakan "hal-hal seperti itu [aksi vandal] tidak bisa dihindarkan." Mahasiswa pun "sudah memperhitungkan itu".

Namun, dia mengatakan mustahil perusakan yang dimaksud polisi itu dilakukan oleh mahasiswa. Dia mengatakan sangat mungkin itu adalah ulah penyusup yang menunggangi demo.

Setidaknya ada tiga alasan yang memperkuat keyakinan itu. Pertama, karena memang tidak ada agenda perusakan saat para elite mahasiswa berkonsolidasi sebelum aksi. Kedua, koordinator kampus sudah menarik mundur demonstran yang jadi tanggung jawab mereka bahkan saat hari menjelang gelap.

"Karena kami tahu dalam keadaan gelap, gerakan rentan disusupi orang-orang yang tidak bertanggung jawab," kata Dzuh kepada reporter Tirto, Rabu (25/9/2019) pagi. Dia menginstruksikan para mahasiswa UPN untuk mundur ke Stadion Gelora Bung Karno (GBK) dan selanjutnya pulang saat pertama kali massa dibubarkan polisi, sekitar pukul setengah lima sore.

Dia juga bilang: sejak pukul delapan malam, masing-masing mahasiswa yang ditunjuk jadi koordinator lapangan semakin keras memerintahkan mahasiswa yang jadi tanggung jawabnya untuk pulang.

Alasan ketiga, hanya segelintir saja mahasiswa yang masih ada di lokasi demo hingga tengah malam. "Jadi enggak mungkin kami yang merancang," katanya.

Keterangan serupa diungkapkan Dinno Ardiansyah, Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti, salah satu kampus yang mengerahkan mahasiswa paling banyak. Dia menuding ada "oknum yang menggunakan situasi ini untuk kepentingan mereka sendiri." Dia juga menegaskan, "di atas jam 12 sudah murni warga, mahasiswa berseragam sudah enggak ada lagi."

"Dari aliansi BEM enggak pernah setuju dengan tindakan seperti itu," katanya kepada reporter Tirto. "Kami menyayangkan oknum-oknum sipil yang justru merusak substansi gerakan ini," tambahnya.

Dinno mengakui kalau memang ada mahasiswa beralmamater yang tetap ada di lokasi demo hingga pukul 21.00. Tapi sekali lagi, mereka melakukan itu demi menyuarakan aspirasi, seperti yang sudah mereka lakukan dari pagi dan bahkan berhari-hari sebelumnya.

"Trisakti pun masih ada sampai jam 9-10 di Flyover Slipi. Kami ingin tetap menjaga eskalasi gerakan. Kami konsisten sama gerakan," katanya.

Pernyataan ini selaras dengan pantauan reporter Tirto di lapangan. Semakin malam memang semakin banyak massa sipil ikut bergabung.

Ditunggangi?

Dzuh dan Dinno juga merasa gerakan mereka tengah berupaya ditunggangi elite politik. Dan mereka menyanggah itu. Mereka lalu menegaskan gerakan ini murni aspirasi mahasiswa, bukan titipan "elite politik" mana pun.

Ada yang menyebut aksi mahasiswa dipakai untuk menurunkan Presiden Joko Widodo, ada pula yang menyebut mereka hendak menggagalkan pelantikan Jokowi sebagai presiden periode 2019-2024 Oktober nanti.

Bagi orang-orang yang menuduh demikian, Dzuh bertanya balik: "dari mana buktinya?"

"Tuntutan terkait politik praktis enggak ada. Kami bicara regulasi. Kami tuntut legislatifnya, kenapa isunya malah ke eksekutif? Kan lucu."

Dinno mengatakan aliansi mahasiswa akan segera memberikan pernyataan sikap resmi terkait ini. "Supaya apa? Agar informasi tidak semakin bias. Dan masyarakat tetap menghargai substansi tuntutan kami."

Perkara ditunggangi, mahasiswa di sekitar Yogyakarta juga pernah dituduh demikian saat menggelar aksi besar bertajuk #GejayanMemanggil. Mereka dituduh ditunggangi HTI dan barisan sakit hati yang kalah dalam politik elektoral, baik pilpres atau pileg.

Isu ini dibantah Drone Emprit lewat analisis media sosial.

Ketua BEM UI Manik Magranamahendra mengatakan aksi mereka memang ditunggangi. Tapi, seperti yang ia nyatakan di acara cuap-cuap ILC TVOne, satu-satunya yang menunggangi mereka adalah "rakyat".

Baca juga artikel terkait DEMO MAHASISWA atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri