Menuju konten utama

Demo 4 November Jadi Tekanan Proses Hukum Ahok

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan Kapolri bakal menyelesaikan proses dugaan penistaan agama oleh Ahok dalam waktu dua minggu. Opini publik berpotensi menjadi tekanan bagi aparat penegak hukum.  Azaz kehati-hatian juga berpotensi dilanggar.

Demo 4 November Jadi Tekanan Proses Hukum Ahok
Ribuan orang memadati kawasan Bundaran Air Mancur Bank Indonesia sebelum menuju ke depan Istana Merdeka di Jakarta, Jumat (4/11). Mereka berunjuk rasa menuntut pemerintah untuk mengusut kasus dugaan penistaan agama dengan terlapor Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/foc/16.

tirto.id - Semuanya berawal di Pulau Seribu. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang sedang melakukan sidak pada 27 September 2016, menyebut soal serangan terhadap dirinya karena menjadi salah satu calon gubernur peserta Pilkada DKI Jakarta 2017. Persoalan mulai muncul, ketika Ahok menyebut Al Maidah ayat 51.

Pidato Ahok tersebut ternyata direkam dan kemudian diedit dan diunggah di sosial media oleh Buni Yani. Akibatnya, video dugaan penistaan agama oleh Ahok pun menjadi viral di sosial media. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Selatan pun melaporkan Ahok atas tuduhan penistaan agama pada Kamis (6/10/20116). Laporan serupa dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI) dan elemen muslimin lainnya. Keresahan mulai menyebar di antara umat Islam.

Keresahan umat membuat MUI pusat mengeluarkan pernyataan sikap. Pada 11 Oktober 2016, MUI membuat pernyataan yang menilai pernyataan Ahok dapat dikategorikan menghina Al Quran dan menghina ulama. Pernyataan Ahok itupun dianggap memiliki konsekuensi hukum. Pernyataan sikap MUI ditandangani oleh Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin dan Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas.

Fatwa MUI inilah yang kemudian memunculkan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI yang di antaranya disiinisiasi oleh FPI. Pada Jumat, 14 Oktober 2016, GNPF MUI menggelar Aksi Bela Islam yang diikuti ribuan umat. Mereka melakukan aksi demo berjalan kaki dari Masjid Istiqlal menuju Balai Kota DKI Jakarta di Jalan Medan Merdeka Selatan.

Mereka menuntut agar kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok dipercepat oelah aparat keamanan. Setelah melakukan aksi, GNPF MUI mengancam bakal melakukan aksi yang lebih besar jika tuntutan tak direspon aparat penegak hukum dan pemerintah.

Menganggap tuntutan tak juga direspons pemerintah, GNPF MUI kemudian menggelar Aksi Bela Islam II yang juga dikenal sebagai demo 4 November. Sebagaimana aksi pertama, aksi kedua juga dimulai dari Masjid Istiqlal setelah salat Jumat. GNPF MUI membuktikan janji bahwa mereka bakal mengerahkan massa dalam jumlah yang lebih besar. Tujuannya pun langsung menemui Presiden Jokowi untuk menyampaikan tuntutan.

Ratusan ribu massa pun turun mengikuti long march dari Isiqlal menuju Istana Negara di Jalan Medan Merdeka Utara. Sayangnya, masa tak berhasil bertemu Presiden Jokowi yang sedang blusukan ke proyek di Bandara Soekarno Hatta. Meski Jokowi mendelegasikan wewenang kepada Wapres Jusuf Kalla untuk menerima pendemo, ternyata GNPF MUI menolak dan tetap menuntut bertemu langsung dengan presiden.

Padahal Wapres JK telah menyampaikan kepada perwakilan GNPF MUI bahwa kasus Ahok bakal dipercepat. "Kesimpulannya ialah dalam hal (kasus) Saudara Ahok, kita akan tegakkan. Laksanakan dengan hukum yang tegas dan cepat. Oleh Kapolri dijanjikan selesai dalam dua minggu. Pelaksanaan yang cepat itu," kata Wapres.

Jaminan juga dilontarkan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian. “Beliau (Presiden) memerintahkan kepada saya untuk masalah penanganan kasus dugaan penodaan agama dengan terlapor Saudara Basuki Tjahaja Purnama harus dilakukan dengan langkah-langkah yang cepat dan transparan," katanya, di Kantor Presiden, Sabtu malam (5/11/2016).

Belakangan, Buni Yani juga mengklarifikasi terjadinya salah transkrip. Saat menjadi pembicara di “Indonesia Lawyer Club”, Buni yang menyebut pernah menjadi wartawan itu, mengakui ada kesalahan saat mentranskrip kalimat Ahok, yakni tidak menulis kata “pakai” di depan Surat Al Maidah.

"Mungkin karena saya tidak menggunakan earphone. Jadi mungkin itu enggak ketranskrip. Tapi tadi saya lihat ada kata “pakai” (video yang ditampilkan tvOne), saya mengakui kesalahan saya sekarang. Di transkrip saya mengatakan, dibohongi surat Al Maidah," kata Buni.

Sayangnya, klarifikasi dari Buni Yani tidak meredam kemarahan publik. Aksi demo terus berlanjut, hingga akhirnya berujung pada kerusuhan.

Infografik Saling Tuding Usai Demo 4 November

Ganggu Azaz Kehati-Hatian

Sikap yang ditunjukkan oleh Wapres JK dan Kapolri menunjukkan bahwa demo 4 November telah membuat pemerintah dalam posisi sulit.

"Keputusan Jokowi menyatakan secara terbuka bahwa akan mengadili secepatnya, sekalipun itu dilimpahkan ke Wapres JK. Itu kan bukti efek dari pressure dari para pedemo cukup berpengaruh," kata Suko Widodo, pakar komunikasi politik dari Unair kepada tirto.id, pada Minggu (6/11/2016).

Masih menurut Suko, aksi ratusan ribu umat Islam pada Jumat lalu, telah berhasil menekan pemerintah. "Ya ini pilihan yang sulit bagi presiden. Apalagi Presiden ada di dalam partai yang sama dengan Ahok untuk Pilgub. Dalam posisi itu kan ada kepentingan-kepentingan harus dikompromikan," ujarnya.

Janji pemerintah melalui Wapres JK bahwa Kapolri bakal memberi tenggat dua minggu untuk menyelesaikan kasus Ahok, agaknya bisa menjadi tekanan tersendiri bagi kepolisian.

Menurut Eva Achjani Zulfa, pakar hukum pidana Universitas Indonesia, pihak kepolisian bakal merasa mendapat tekanan akibat opini publik yang sudah terlanjur menganggap Ahok bersalah.

"Mau tidak mau akan mempengaruhi perasaan hukum masyarakat dan penegak hukum itu sendiri. Saya akan mengatakan bahwa ini tidak bisa dihindari oleh aparat penegak hukum," kata Eva kepada Tirto.id, pada Minggu (6/11/2016).

Adanya tenggat waktu juga bakal mengganggu asas kehati-hatian dalam penanganan kasus pidana dugaan penistaan agama oleh Ahok. “Tenggat waktu juga memunculkan kemungkinan risiko kasus berjalan tidak sesuai aturan (KUHAP) yang berlaku. Padahal penegak hukum harus bertindak tepat dan cermat dalam kasus ini,” ujarnya.

Satu hal lain yang nantinya perlu dicermati, tak lain jalannya proses peradilan kemungkinan juga bakal lebih diwarnai faktor emosional dibanding rasional. Sebab opini masyarakat sangat berpotensi menjadi tekanan bagi aparat penegak hukum.

“Seharusnya hukum pidana tidak bekerja sama secara emosional. Hukum pidana harus tetap bekerja secara rasional. Sistem peradilan pidana harus tetap harus rasional," tegas Eva.

Baca juga artikel terkait DEMO 4 NOVEMBER atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti