Menuju konten utama

Demi Hak Kesehatan Anak, Aceh Perlu Benahi Cakupan Imunisasinya

Aceh menjadi wilayah dengan cakupan imunisasi dasar anak paling rendah se-Indonesia. Selain polio, perlu waspada pada ancaman penyakit lain.

Demi Hak Kesehatan Anak, Aceh Perlu Benahi Cakupan Imunisasinya
Balita mendapat imunisasi vaksin polio tetes (Oral Poliomyelitis Vaccine) yang diberikan petugas kesehatan Puskesmas Ulee Kareng di Banda Aceh, Aceh, Senin (21/11/2022). Kementerian Kesehatan menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio menyusul ditemukannya satu kasus polio di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. ANTARA FOTO / Irwansyah Putra/aww.

tirto.id - Pada 2014, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberi label “bebas polio” kepada Indonesia. Namun setelah beberapa tahun berlalu, cakupan imunisasi dasar di Indonesia sempat menurun, terutama di Aceh. Kita kini bahkan kembali ke era Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio.

Kasus polio kembali teridentifikasi di Kabupaten Pidie, Aceh, sehingga total laporan sudah mencapai tiga kasus. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut kasus di Aceh merupakan virus polio tipe 2 yang juga menjangkiti sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Israel.

“Ada banyak warga Pidie yang menolak vaksinasi polio. Selain itu, sejumlah penduduk masih BAB di sungai, sementara airnya untuk sumber aktivitas sehari-hari,” ungkap Budi dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (22/11).

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memang menyatakan cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi turun drastis selama dua tahun terakhir (2020-2021). Pada 2020, target imunisasi sebanyak 92 persen hanya tercapai 84 persen. Sementara pada 2021, target imunisasi 93 persen hanya terealisasi 84 persen.

Seturut indikator kesehatan dari Badan Pusat Statistik (BPS) 1995-2021, persentase balita yang sudah pernah mendapat imunisasi BCG, DPT, Polio, dan Campak memang terihat turun pada dua periode tersebut. Khusus untuk polio, persentase penurunannya malah sudah terlihat sejak 2017.

Secara lengkap, persentase balita dengan imunisasi BCG turun dari 89,44 persen (2020) menjadi 88,07 persen (2021). Kemudian imunisasi DPT 84,56 persen (2020) menjadi 83,81 persen (2021). Pada imunisasi campak angkanya lebih rendah, yakni 67,82 persen (2020) menjadi 68,67 persen (2021).

Di tahun 2016, balita yang mendapat imunisasi polio sempat naik menjadi 90,54 persen dari angka sebelumnya 89 persen (2015). Namun di tahun berikutnya, cakupannya kembali turun, bahkan lebih rendah dari dua tahun sebelumnya, yakni sebesar 88,83 persen (2017).

Pada 2018, data imunisasi tidak tersaji dalam publikasi. Kemudian pada 2019, cakupannya turun menjadi 88,51 persen bila dibandingkan dengan 2017. Sempat naik tipis menjadi 89,16 persen (2020), cakupannya kembali turun 88,12 persen (2021).

Pandemi COVID-19 turut menjadi faktor merosotnya cakupan imunisasi pada periode 2020-2021. Saat pambatasan sosial diberlakukan pada periode tersebut, akses posyandu yang biasa menyediakan imunisasi gratis bagi masyarakat sempat terhenti.

Sementara itu, guna menekan angka KLB Polio di Aceh, Kemenkes akan memberi imunisasi polio tambahan bagi semua anak usia 0-13 tahun. Seluruh wilayah Aceh akan mendapat dua putaran imunisasi yang dimulai pada 28 November 2022 mendatang.

“Sosialisasi dengan bupati positif. Pemerintah daerah harus mendukung imunisasi agar itu (KLB Polio) tidak menyebar. Sekarang, kita segera menyapu Pidie dengan vaksinasi polio. Mudah-mudahan bisa cepat tertangani,” ujar Budi.

Aceh Patut Waspada Ancaman Penyakit Lain

Saat ini, total kasus polio di Aceh mencapai 3 kasus. Meski demikian, Kemenkes telah menetapkan kejadian ini sebagai KLB. Mengapa langkah ini diambil?

Jadi, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, setiap satu anak lumpuh akibat polio, maka sebetulnya sudah ada sekitar 200 anak lain yang terinfeksi virus ini. Dari jumlah tersebut, diperkirakan 8 anak terkena radang selaput otak (meningitis) dan 191 anak tidak bergejala tapi menularkan virus.

“Sebanyak 5 persen anak yang lumpuh meninggal karena kelumpuhan otot napas. Jika berhasil sembuh akan muncul nyeri, kelemahan, dan kelumpuhan otot saat dewasa (usia 50-60 tahun),” demikian tertulis pada laman resmi mereka.

Jadi, hitung saja berapa kerugian yang diperkirakan bakal terjadi dengan adanya 3 kasus lumpuh layu akibat polio ini. Lantaran polio tak bisa sembuh, 3 anak ini harus menjadi disabilitas seumur hidup. Itu belum menghitung jumlah anak yang mengalami meningitis dan sekitar 600 anak di Aceh yang kini telah terinfeksi virus polio tipe 2.

Jika melihat data imunisasi dasar anak dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 (hal.457), Aceh memang menjadi provinsi dengan persentase imunisasi terendah se-Indonesia—menyusul kemudian Papua.

Proporsi untuk imunisasi HB-0 dan BCG, misalnya, hanya ada di angka 50-an persen. Sementara campak 37 persen, DPT dan Polio di angka 20-an persen. Jumlah ini lebih kecil dua kali lipat dibanding proporsi imunisasi di Papua.

Secara historis, persentase balita di Aceh yang mendapat imunisasi juga terus turun selama satu dasawarsa belakangan, menurut BPS.

Pada periode 2009-2019, cakupan imunisasi BCG turun 28,05 persen, DPT turun 35,48 persen, Polio turun 26,25 persen, Hepatitis B turun 32,70 persen. Yang paling tinggi adalah penurunan imunisasi Campak/Morbili, sebesar 45,21 persen.

Melihat data tersebut, selepas KLB Polio, risiko penyakit-penyakit lain bisa saja naik ke permukaan. Maka Pemerintah Provinsi Aceh perlu cepat berbenah memberi imunisasi sebagai salah satu hak anak untuk menjalani hidup sehat dan berkualitas.

Baca juga artikel terkait KLB POLIO atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Fadrik Aziz Firdausi