Menuju konten utama
27 April 2018

Deklarasi Panmunjom dalam Obrolan & Tawa Dua Pemimpin Korea

KTT Antar-Korea 2018 dihangatkan oleh obrolan di meja oval lambang tiada sekat, makanan laut dari Busan, dan mi dingin dari Pyongyang.

Deklarasi Panmunjom dalam Obrolan & Tawa Dua Pemimpin Korea
Dua Korea berpelukan. tirto.id/Nauval

tirto.id - Pada Jumat 27 April 2018, tepat hari ini satu tahun lalu, dua pemimpin Korea berjabat tangan di Joint Security Area (JSA). JSA adalah perbatasan kedua negara yang berstatus sebagai Zona Demiliterisasi Korea (DMZ) di bekas desa Panmunjom.

Pertemuan ini menjadi bagian dari KTT Antar-Korea ketiga. KTT Antar-Korea 2018 juga menjadi pertemuan kedua negara yang pertama sejak 2007. Momentum historisnya terjadi pada pukul 09.30 pagi waktu setempat.

VOA News merekam Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Kong-un saat dirinya keluar dari gedung keamanan utama yang terletak di sisi Korut. Ia dibersamai rombongan yang terdiri dari sejumlah menteri, pemimpin tertinggi militer, dan para staf, lalu berjalan menuruni anak tangga menuju garis perbatasan.

Presiden Korea Selatan Moon Jae-in telah berdiri di garis perbatasan. Ia menunggu di sisi Korsel, di antara dua gedung biru yang biasa dipakai untuk pertemuan dua pihak, serta populer dikunjungi para turis yang ingin merasakan pengalaman menjejakkan kaki di Korut.

Senyum Jong-un mulai terkembang dalam jarak 15-20 meter. Di saat yang bersamaan rombongan pengikutnya memisahkan diri untuk masuk dari pintu samping.

Jae-in menyambut Jong-un dengan jabat tangan erat. Obrolan singkat terjalin dalam suasana rileks. Fotografer mengabadikannya dari arah samping. Hasil fotonya akan mengingatkan Anda pada cover album Wish You Were Here (1975) karya band progresif rock asal Inggris, Pink Floyd.

Momentum tersebut menyadarkan publik bahwa keduanya berbicara bahasa yang sama, berbagi kultur yang serupa, meski terpisah secara ideologi dan sistem kenegaraan.

VOA mencatat tetap ada perbedaan kosa kata. Bahasa di Korut dilaporkan tidak banyak berubah selama setengah abad terakhir. Sementara itu Korsel menambahkan banyak kata-kata baru ke daftar leksikon mereka. Nanyak di antaranya terkait dengan budaya pop atau pinjaman dari bahasa Inggris.

Demikian rincian percakapan Jong-un dan Jae-in yang berlangsung selama kurang lebih 20 detik, sebagaimana Time menyadur rilis Inter-Korean Summit Press Corps.

Kim Jong-un: Saya sangat senang bertemu Anda. Saya amat senang.

Moon Jae-in: Apakah ada kesulitan datang ke sini?

Kim: Tidak, tidak sama sekali.

Moon: Sebuah kehormatan bisa bertemu dengan Anda.

Kim: Betul sekali, saya sangat bersemangat karena pertemuan di situs bersejarah ini. Dan saya tersentuh bahwa Anda telah datang jauh-jauh untuk menerima saya di Jalur Demarkasi Militer di Panmunjom.

Moon: Itu adalah keputusan tegas dan berani dari Anda yang memungkinkan kami datang sejauh ini.

Kim: Tidak, tidak seperti itu.

Moon: Kita telah membuat momen bersejarah.

Kim: Saya senang bertemu dengan Anda.

Moon: Bisakah Anda berdiri di sini (menunjuk ke sisi teritori Korsel)?

Jong-un melangkah melampaui garis perbatasan. Dengan demikian ia adalah pemimpin Korut pertama yang menjejakkan kakinya di Korsel sejak 1953, atau tahun di mana kedua negara mulai menjalani fase gencatan senjata pasca-Perang Korea.

Sesi pemotretan sempat berlangsung dengan kedua pemimpin membelakangi gedung wilayah Korsel. Jae-in lalu mengajak Jong-un untuk melanjutkan agenda. Namun, secara tidak diduga, Jong-un mempersilahkan Jae-in untuk melangkah sebentar ke teritori Korut. Asal muasalnya adalah pertanyaan Jae-in sendiri.

Moon: Anda telah datang ke sisi selatan, kapan saya bisa datang ke utara?

Kim: Mungkin ini saat yang tepat bagi Anda untuk memasuki wilayah Korea Utara.

Jae-in, yang awalnya terlihat ragu, kemudian menyanggupinya. Jong-un menggandeng tangannya saat melangkahi garis perbatasan.

Jae-in otomatis menjadi presiden Korsel pertama yang menjejakkan kaki di Korut sejak 2007. Pada tahun itu eks-presiden Korsel Roh Moo-hyun mengunjungi Kim Jong-il di ibu kota Pyongyang.

Awak media dan rombongan pejabat kedua negara terdengar bersorak seakan-akan tak percaya. Mereka bertepuk tangan saat kedua pemimpin negara menyeberang lagi ke Korsel untuk melanjutkan agenda KTT Antar-Korea di Wisma Perdamaian.

Pertemuan tersebut menghasilkan Deklarasi Panmunjom untuk Perdamaian, Kemakmuran, dan Persatuan Semenanjung Korea. Intisarinya adalah komitmen kedua negara untuk membangun satu rezim perdamaian di mana Perang Korea serta konflik turunannya akan segera diakhiri secara resmi.

Deklarasi turut menyebut usaha-usaha untuk menurunkan tensi militer, menjalankan program denuklirisasi Semenanjung Korea, mendirikan kantor penghubung bersama yang diisi perwakilan kedua pejabat negara, dan mendirikan zona perdamaian di pesisir pantai barat Semenanjung Korea.

Poin penting lain menyatakan wacana penyatuan kembali keluarga-keluarga yang terpisah di dua negara. Akan diselenggarakan proyek pembangunan infrastruktur, terutama jalan dan kereta api, juga program yang mengandung misi peningkatan taraf ekonomi kedua negara (terutama, tentu saja, Korea Utara).

Mi Dingin Sarat Simbolisme

Rick Noack dan Joyce Washington Post melaporkan, selain tensi militer atau program nuklir, pertemuan hari itu juga soal mi dingin. Mi dingin, atau dalam Bahasa Korea disebut naengmyeon, disuguhkan Jong-un untuk dinikmati Jae-in dan rombongan dari Korsel.

“Kami membawa mi dingin dari Pyongyang. Saya harap presiden (Jae-in) akan menikmati mi yang dibawa jauh-jauh ini,” kata Kim, yang kemudian menyadari bahwa jarak Seoul dan Pyongyang hanya kurang dari 200 km.

“Yah, saya tidak bisa bilang mi ini dari jauh juga, ya,” imbuhnya, disambut tawa Jae-in.

Sore harinya kedua pemimpin menyelenggarakan upacara penanaman pohon pinus secara simbolis. Tanah dan air yang dipakai diambil dari kedua negara. Di dekat situs penanaman terdapat prasasti batu yang bertuliskan “Tanamlah kedamaian dan kemakmuran.”

Sejumlah pihak menilai pertemuan itu menunjukka gaya (yang telah diatur sebelumnya) ketimbang substansi. Salah satunya mantan petinggi Pentagon yang fokus di Asia, Abraham Denmark, dalam analisis yang ia sampaikan kepada Alex Ward untuk laporan Vox.

“Deklarasi itu adalah ambisi dan harapan yang panjang tapi mengandung detil yang pendek,” katanya.

Infografik Mozaik Deklarasi Panmunjom

undefined

Ia menjelaskan, contohnya, prosedur resmi untuk mengakhiri Perang Korea adalah dengan menyertakan tanda tangan dua negara yang membekingi Korut dan Korsel, yakni Cina dan Amerika Serikat. Beijing dan Washington hingga kini tidak merilis kejelasan mengenai hal ini.

Contoh lain adalah perihal komitmen denuklirisasi. Janji seperti yang tertuang dalam deklarasi bukan yang pertama diungkap Korut. Sayangnya, praktiknya selalu nol. Jong-un masih percaya Korut harus mempertahankan program nuklirnya sebagai pelindung dari ancaman invasi Korsel atau AS.

Meski terkesan miskin substansi, pertemuan Jong-Un dan Jae-in tetap menjadi acara yang bersejarah. Saling melangkahkan kaki ke teritori kedua negara, penanaman pohon, hingga obrolan mendalam tidak ditemukan dalam pertemuan kedua negara pada 2000 atau 2007.

Agenda-agenda itu penuh dengan simbolisme. Makanan yang disajikan untuk kedua pemimpin, misalnya. Selain mi dingin dari Korut, ada makanan laut yang asalnya dari Busan, tempat Jae-in menghabiskan masa kecilnya.

Atau meja yang digunakan untuk rapat kedua pemimpin. Bentuknya oval, melambangkan tidak ada jarak antar kedua negara. Ukuran tepinya bahkan sengaja dibuat sepanjang 2.018 milimeter agar sesuai tahun berlangsungnya KTT.

Deklarasi Panmunjom setidaknya menjaga harapan warga kedua negara.

Contohnya para guru yang dilaporkan menyetop kelasnya agar para murid menyaksikan jabat tangan Jong-un dan Jae-in. Mereka ingin anak-anak mengerti bahwa perdamaian di Semenanjung Korea itu mungkin, bukan mustahil.

Baca juga artikel terkait KORUT-KORSEL atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Politik
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Ivan Aulia Ahsan