Menuju konten utama

Deklarasi Anti LGBT di Padang Dianggap Upaya Melembagakan Kebencian

Andreas Harsono mengutip pepatah lama: Jika para politisi menanam bibit kebencian, bibit tersebut akan berubah menjadi kekerasan dan darah.

Deklarasi Anti LGBT di Padang Dianggap Upaya Melembagakan Kebencian
Agenda long march "Tolak LGBT Sumbar" yang digelar Minggu (18/11/2018) di Gelanggang Olah Raga Haji Agus Salim, Padang, Sumatera Barat. FOTO/Istimewa

tirto.id - Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah memimpin deklarasi tolak Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT), Minggu (18/11/2018). Acara yang digelar di Gelanggang Olah Raga Haji Agus Salim, Padang, Sumatera Barat itu rangakaian program “Padang Bebas Maksiat”.

Mahyeldi mengaku siap melawan para pelaku maksiat yang tidak segera bertobat. Mahyeldi merupakan kader PKS yang sudah dua periode memimpin pemerintah Kota Padang.

"Kepada pelaku maksiat mari bertobat dan pihak-pihak yang melindungi segera insyaf karena akan berhadapan dengan seluruh pihak dan masyarakat yang ada di Padang juga aparat keamanan," kata Mahyeldi seperti dikutip dari Antara.

Isi deklarasi itu ada tiga hal: Mendukung langkah pemerintah Kota Padang untuk menjadikan Kota Padang yang bersih dari maksiat seperti bersih dari perbuatan zina, LGBT, Narkoba, Miras dan lainnya.

Kemudian berisi imbauan kepada masyarakat, organisasi, lembaga pemerintah dan swasta serta perguruan tinggi agar tidak melakukan perbuatan yang berbau maksiat. Sedangkan yang ketiga, ajakan memelihara persatuan dan kesatuan untuk ciptakan situasi yang kondusif, aman, nyaman, tertib serta bersih dari maksiat.

Teks deklarasi itu dicetak dalam baliho. Selain Mahyeldi, Ketua DPRD Kota Padang, Elly Thrisyanti turut menandatangani isi deklarasi itu.

Para peserta aksi diperdengarkan ceramah Imam Besar Masjid Raya New York, Amerika Serikat Muhammad Shamsi Ali. Selain itu Zulkifli Muhammad Ali, seorang pemuka agama yang menjadi tersangka Bareskrim Polri atas kasus dugaan menyebar ujaran kebencian dan diskriminasi SARA, juga turut menjadi penceramah.

"Deklarasi Padang Anti Maksiat bersama Walikota, Bapak Mahyeldi Nashrullah. Ahad, 18 Nopember 2018. Luar biasa semangat Rana Minang!" twit Shamsi Ali melalui akun Twitternya.

Infografik HL Indepth HIV LGBT

Setelahnya para peserta aksi berjalan bersama melewati SMA Negeri 2 Padang hingga ke Kantor Gubernur Sumatera Barat. Mereka meneriakkan protes terhadap LGBT sembari membawa berbagai poster, beberapa di antaranya berisi tulisan: "Negeri Berkah Tanpa LGBT", "Selamatkan Kota Padang dari LGBT", "LGBT Mengundang Bencana", "Usir Mereka! Kaum LGBT Bukan Orang Minang", hingga "LGBT Tempatmu Bukan di Sumbar".

“[Jumlah peserta aksi] tujuh ribuan orang," klaim Koordinator Aksi Lucky Abdul Hayyi saat dihubungi reporter Tirto.

Lucky sebelumnya menjadi koordinator aksi bela tauhid di Kota Padang pada, Kamis (25/10/2018). Dia memimpin protes pada kasus pembakaran bendera dan ikat kepala hitam di Lapang Alun-alun Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut yang terjadi pada, Senin (22/10/2018).

Negara Harusnya tak Melembagakan Kebencian

Advokat di ASEAN SOGIE Caucus yang memperhatikan masalah Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Intersex, dan Questioning (LGBTIQ), Lini Zurlia mengungkapkan, apa yang dilakukan wali kota Padang merupakan kejahatan yang didukung oleh negara.

"Ini kebencian yang sudah menjadi hate crime terorganisir dan sistemik. Bukan cuma sekali, tapi berkali dan berulang. Menular dari satu daerah ke daerah lain dan disponsori oleh negara," ujarnya kepada reporter Tirto.

Peneliti Indonesia di Human Rights Watch (HRW) Andreas Harsono menegaskan, minoritas gender dan seksual bukan sesuatu yang menakutkan. Dalam berbagai budaya Indonesia, ada kata-kata asli Indonesia buat mereka.

"Misalnya, wandu dalam bahasa Jawa dari tokoh Kenyawandu, pengasuh para raksasa dalam cerita wayang. Kata bissu dalam bahasa Bugis, orang yang tidak lelaki, tidak perempuan. Bugis punya lima kata buat seksualitas termasuk bissu," ujarnya kepada reporter Tirto.

Menurut Andreas, minoritas gender ini justru ketakutan dengan sentimen anti-LGBT yang diteriakkan politisi dan kepala daerah. Mereka orang-orang yang dilahirkan dengan identitas seksualitas LGBT, mungkin juga bertanya kenapa dilahirkan dengan orientasi seksual seperti itu.

"Negara Indonesia seharusnya membantu mereka, memperlakukan mereka setara dengan warga negara lain. Bukan menciptakan ketakutan dan kengerian," tegas penulis laporan panjang bertajuk “Scared in Public and Now No Privacy: Human Rights and Public Health Impacts of Indonesia’s Anti-LGBT Moral Panic” itu.

Andreas mengutip pepatah lama: Jika para politisi menanam bibit kebencian, bibit tersebut akan berubah menjadi kekerasan dan darah.

Sedangkan Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos berpendapat, penolakan terhadap LGBT kerap dipengaruhi oleh preferensi keagamaan tertentu.

Namun Bonar menegaskan, negara perlu untuk berhenti memperlakukan kaum LGBT sebagai penyakit sosial atau orang yang menyimpang.

"Yang penting adalah negara melindungi dan memenuhi hak setiap warga negaranya tanpa diskriminasi. Negara tidak melakukan kriminalisasi dan persekusi terhadap kaum LGBT," kata Bonar saat dihubungi reporter Tirto.

Baca juga artikel terkait LGBT atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Dieqy Hasbi Widhana