Menuju konten utama

Debat Pilpres Kelima Disarankan Soroti Masalah Suku Bunga Tinggi

CORE menyarankan, debat pilpres kelima yang berlangsung pada pada 13 April 2019 mendatang sebaiknya menyoroti polemik suku bunga pemerintah yang tergolong tinggi.

Debat Pilpres Kelima Disarankan Soroti Masalah Suku Bunga Tinggi
Ilustrasi suku bunga acuan. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Direktur Riset Center of Reform On Economcis (CORE) Piter Abdullah mengatakan, debat pilpres kelima pada 13 April 2019 nanti harus menyoroti polemik suku bunga pemerintah yang tergolong tinggi.

Menurutnya, polemik di sektor keuangan ini menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi “mahal” untuk menjangkau akses permodalan.

Piter mengatakan, masyarakat menjadi sulit untuk memulai usaha lantaran biaya untuk mendapatkan modal harus diganjar dengan biaya pengembalian yang tinggi. Alhasil, ia mengatakan tidak mengherankan bila pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri akan terkena dampaknya lantaran tak banyak lapangan kerja berkembang dan masyarakat umumnya tak bisa berwirausaha.

“Suku bunga kita tinggi menjadi high cost economy. Dibanding negara lain kita sangat jauh berbeda ini jadi memicu masalah di sektor lain,” ucap Piter dalam konferensi pers bertajuk “Jelang Debat Capres ke-5” di Hongkong Cafe pada Selasa (9/4/2019).

Detailnya, Piter mengatakan bahwa gentingnya permasalahan suku bunga ini dapat dilihat dari rendahnya penyaluran kredit Indonesia yang diukur berdasarkan rasio kredit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Saat ini Indonesia katanya hanya mampu mencapai angka 38,7 persen. Jumlah ini jauh lebih kecil dibanding Vietnam yang bisa mencapai 130,7 persen, Thailand dengan angka 143,7 persen, Malaysia 118,7 persen, dan Singapura di posisi 128,2 persen.

Piter mengatakan kondisi mengkhawatirkan karena penyaluran kredit Indonesia ternyata sangat minim. Dengan kondisi ini, maka ia menilai sulit untuk memacu pertumbuhan ekonomi bila peluang investasi sangat kecil.

“Penyaluran kredit mereka pada di atas 100 persen. Domestic credit to GDP kita di bawah 40 persen,” ucap Piter.

Selain menyoroti rendahnya penyaluran kredit, Piter juga membeberkan permasalahan minimnya aset bank-bank terbesar di Indonesia dibandingkan negara lain. Ia mencontohkan bank-bank seperti BRI, BCA, BNI, dan Bank mandiri berada di urutan 5 terbawah dari 15 bank terbesar di ASEAN dengan jumlah aset di kisaran 38-66 miliar dolar AS.

Menurutnya, sebagai negara yang telah masuk sebagai kumpulan negara G20, sepatutnya sektor keuangan di Indonesia dapat menyaingi bank-bank DBS, OCBS hingga UOB.

“Bank terbesar kita kalau digabung saja asetnya masih kalah dari 1 bank besar di negara lain. Kita udah G20 tapi belum bisa melayani masyarakatnya dengan maksimal,” tukas Piter.

Baca juga artikel terkait DEBAT CAPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno