Menuju konten utama

DCDC Yogyes In Absurdum, Pameran Paling Membekas di 2022 (Bag 1)

DCDC Yogyes in Absurdum berlangsung pada 22-24 November 2022, menampilkan karya Pidi Baiq, Farid Stevy, Agan Harahap, dan Bonnie Hermansyah.

DCDC Yogyes In Absurdum, Pameran Paling Membekas di 2022 (Bag 1)
Visit Indonesia (Kim Jong-Un) karya Agan Harahap (2018). (tirto.id/Zulkifli Songyanan)

tirto.id - Minggu, 1 Januari 2023, seniman visual sekaligus bos Penerbit Buku Baik (Yogyakarta) Dodo Hartoko mengunggah dua foto di akun Instagramnya dengan takarir berikut: “Rasanya baru kemarin, ya memang baru kemarin tapi bagi saya ini tutup tahun yang membekas. Teman baru, saudara baru. Duh bikin terharu saja hihihi.”

Foto pertama yang diunggah Dodo adalah potret hitam putih dengan pose ala lima sekawan tengah duduk berjajar: Ikhlas Alfarisi-Pidi Baiq-Jumaldi Alfi-Dodo Hartoko-Henry Rusli. Sedangkan foto kedua adalah potret berwarna dengan pose yang sama tapi minus Ikhlas dan Henry.

Kedua foto memiliki latar serupa, backdrop kegiatan berupa siluet dua wajah yang garisnya menyerupai gunungan wayang, di bawahnya ada keterangan “Dialog Antar Manusia Pidi Baiq & Dodo Hartoko: Sebuah Talkshow Dalam Rangka Road to Yogyes in Absurdum”.

Di akhir takarir, Dodo menambahkan: “Terima kasih @henrusli, @de_realmi, @jumadialfi, @pidibaiq, @m4mski, @pmanurung. Sehat sehat semua, ailoop yuu.”

Postingan Dodo membawa ingatan saya pada Kamis terakhir November 2022. Kala itu (24/11), langit di atas Jogja National Museum (JNM) Bloc terlihat mendung. Di antara beberapa orang yang duduk di bangku semen menghadap panggung, saya celingukan mencari Patrick Em, kawan asal Bandung.

“Saya ada di kantin. Di sisi kiri. Ayo. Ke tembok sisi kiri. Ada kantin,” tulis Patrick di WhatsApp.

Saya sengaja mencari Patrick sebab sosok inilah yang lewat unggahan-unggahannya di Instagram memantik minat saya berangkat ke Yogyakarta mengunjungi DCDC Yogyes in Absurdum: Believe It or Yes!

“Acaranya 3 hari, bentuknya pameran lukisan dan konser kecil,” ungkap Patrick, Jumat (28/10/22).

DCDC Yogyes in Absurdum berlangsung pada 22-24 November 2022, menampilkan karya-karya rupa Pidi Baiq dan Farid Stevy serta karya-karya fotografi Agan Harahap dan Bonnie Hermansyah. Acara dibuka oleh duo perupa Nasirun dan Jumaldi Afli, ditutup oleh penampilan The Panasdalam Bank dan FSTVLST.

Di poster bikinan Ghandi Eka “Supergunz”, nama-nama yang tercantum sebagai pengisi acara adalah Iksan Skuter, Dubyouth, Kukuh Kudamai, Sri Khrisna, Encik, dan Mamski. Dodo Hartoko didapuk menjadi moderator pada sesi Creative Sharing di hari kedua.

Dengan konten acara seperti itu, wajar belaka kalau JNM Bloc dipadati pengunjung. Pada hari terakhir DCDC Yogyes in Absurdum, penyelenggara bahkan sempat dipanggil dan kena tegur seorang ketua RT.

“Dari area Pasar Serangan hingga dekat Rumah Sakit AMC Muhamadiyyah, lahan kosong dan halaman rumah warga mendadak jadi parkiran. Penuuuuh,” ujar promotor kegiatan Danny Hartono, ketawa-ketawa sambil meregangkan kedua tangannya.

Menurut Grace Ayu Sembiring Meliala, tim acara, ada lebih dari tiga ribu pengunjung pada Kamis malam itu. “Jumlah ini yang tercatat di panitia, ya. Angkanya dua kali lipat lebih banyak dari jumlah pengujung hari pertama dan kedua.”

Dari Hindia Molek Bonnie Hermansyah ke Visit Indonesia Agan Harahap

Lewat pukul 15.00, setelah pintu Pendopo Ajiasa JNM Bloc dibuka, Patrick memandu saya melewati antrean pengunjung, menjelajahi ruang pameran dari satu sesi ke sesi lainnya. Di sesi pertama, Bonnie Hermansyah seolah menyambut pengunjung pameran dengan 10 potret bertema lanskap dan human interest.

Empat belas tahun lalu, saya mengenal Bonnie sebagai pedagang buku bekas di Gegerkalong, Bandung, tak jauh dari Universitas Pendidikan Indonesia. Empat tahun kemudian, saat mengetahui bahwa Bonnie menekuni fotografi, saya mengenalnya sebagai fotografer model dan panggung.

Di gelaran Yogyes In Absurdum: Believe It or Yes! Bonnie menampilkan karya yang lumayan berbeda dengan pameran dia sebelumnya di Yogyakarta, Glamour Beauty of Jogja (2015), sekalipun karya-karya yang dipamerkan sekarang dibuat pada rentang 2010-2017.

Di pameran ini, Bonnie menghadirkan sosok-sosok yang apa adanya, bukan model, dan seratus persen tanpa make-up maupun polesan. Misalnya: sepasang laki-laki tua berjalan di belakang puluhan bebek (“Jalan Kebersamaan”), seorang kakek berkain sarung dan bertelanjang dada duduk bersama dua bocah laki-laki menghadap bahan-bahan wayang kulit (“Merawat Ingatan Leluhur”), seorang nenek mengerok tubuh nenek lainnya dengan sekeping koin logam (“Merawat Diri dan Sesama”).

Pameran Seni Rupa DCDC Yogyes

Merawat Diri dan Sesama karya Bonnie Hermansyah (2015). (tirto.id/Zulkifli Songyanan)

Meski kesan Hindia Molek alias Mooi Indie masih kentara dalam karya-karya Bonnie—hal yang juga terlihat pada Glamour Beauty of Jogja—muatan sosial dan lingkungan dalam karya yang dipamerkan kali ini lebih terasa.

“Saya menghadirkan karya-karya dengan tema tanah dan petani sebab Pidi Baiq dan Farid Stevy juga punya kepedulian yang sama terhadap tanah dan petani, baik dalam karya maupun aktivitas mereka sehari-hari. Sepuluh tahun terakhir, saya juga concern menekuni bidang dan tema ini,” ungkap Bonnie.

Di sesi kedua, pengunjung bakal mudah tercengang sekaligus ketawa habis-habisan menyaksikan foto-foto digital bikinan Agan Harahap. Betapa tidak, dengan 8 foto bertema “Visit Indonesia”, sebuah tema yang secara turistik sangat terhubung dengan pemandangan Hindia Molek pada sesi sebelumnya, Agan menubrukkan berbagai citraan dan suasana lokal dengan sosok-sosok yang punya reputasi internasional.

Mengingat bahwa pernah ada suatu masa Kementerian Pariwisata menjadikan Visit Indonesia sebagai program unggulannya, apa yang disajikan Agan bukan hanya terasa nakal, tapi juga kontekstual.

Kim Jong-un, misalnya. Di karya Agan Harahap, pemimpin Korea Utara ini tampil dalam pose berdiri tegap memberi senyum pada perempuan berkerudung merah yang duduk dalam sebuah angkot di Kota Bandung. Di karya lainnya, Agan menghadirkan sosok Paris Hilton berjalan anggun dalam balutan gaun hitam—dengan tangan kiri melekat ke hidung seolah tengah membaui sesuatu—berlatar lorong sebuah toilet umum khas Indonesia.

“Tarif tidak ada yang gratis. AIR KECIL 1000, AIR BESAR 2000, MANDI 3000,” bunyi keterangan di salah satu dinding toilet itu.

Pameran Seni Rupa DCDC Yogyes

Visit Indonesia (Paris Hilton) karya Agan Harahap (2015). (tirto.id/Zulkifli Songyanan)

Arsita Pinandita, kurator pameran, menilai bahwa lewat karya-karya manipulasi citra fotografisnya, Agan Harahap sebetulnya tengah berusaha membongkar kredo klasik yang sering mendefinisikan fotografi semata-mata sebagai (kerja) melukis dengan cahaya. Di sisi lain, seniman kelahiran Jakarta yang kini bermukim di Yogya ini juga tengah berusaha keluar dari batasan fotografi konvensional yang fungsinya sebatas merekam originalitas sebuah peristiwa.

“Dengan pendekatan digital imaging Agan berusaha menafsirkan sekaligus bercanda dengan nilai-nilai kebenaran fotografi. Karya Agan bertindak sebagai respon terhadap banyaknya informasi di media digital yang baginya sebagai pascakebenaran atau post truth,” tulis Dito, sapaan Arsita Pinandita, dalam catatan kuratorialnya.

Menurut Dito, Agan juga cenderung mendorong karyanya menjadi sesuatu yang viral. Dan viralitas, kita tahu, tak jarang menjadi konsumsi sekaligus hasrat atau keinginan orang banyak di media sosial. Salah satu karya Agan yang bersinggungan dengan viralitas tampak pada potret LBP, Lisa Blackpink, yang berdiri santuy sambil menebar senyuman di tengah “catwalk” Citayam Fashion Week. Selain itu, ada juga sosok Snoop Dogg, rapper Amerika, dalam balutan gamis putih dan peci putih, berkacamata hitam, dikelilingi sekelompok remaja sedang menabuh rebana mengenakan busana yang senada.

Sebagaimana foto-foto Agan yang lainnya, foto tersebut juga mudah betul memancing ingatan dan tawa pengunjung akan sebuah momen atau peristiwa. “Ini foto acara akikah-an anaknya Aldi Taher, kan?” seorang remaja terdengar bercengkrama dengan remaja lainnya di belakang punggung saya.

Pameran Seni Rupa DCDC Yogyes

Salah seorang pengunjung DCDC Yogyes In Abusrdum menikmati karya Agan Harahap di JNM Bloc, Kamis , 24 November 2022. (tirto.id/Zulkifli Songyanan)

Mendengar respons demikian, saya sepakat dengan pernyataan Dito bahwa “foto Agan dapat menjadi alat berpikir untuk membongkar logika kebenaran, antara dikotomi visual dan intelektual, citra dan konsep, tubuh dan pikiran, kebenaran dan kebohongan.”

Sebagai sebuah tema, Visit Indonesia benar-benar sempurna sejak dalam gagasan, dan eksekusinya sungguh menawan: editannya rapi sekali, kontennya ora ono lawan, dan Agan membuatnya dengan penuh kesabaran—karya paling tua dibikin pada 2015, yang paling muda pada 2022.

Melihat antusiasme pengunjung menikmati karya-karya Bonnie dan Agan, juga Pidi Baiq dan Farid Stevy, ungkapan Dodo Hartoko bahwa Yogyes In Absurdum merupakan kegiatan tutup tahun yang membekas saya kira bukan sesuatu yang berlebihan.

(Bersambung…)

Baca juga artikel terkait SENI RUPA atau tulisan lainnya dari Zulkifli Songyanan

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Zulkifli Songyanan
Editor: Nuran Wibisono