Menuju konten utama

Data AirVisual: Udara Jakarta Terpantau Makin Tak Sehat Jumat Pagi

Data AirVisual menunjukkan, kualitas udara di DKI Jakarta terpantau sangat tidak sehat Jumat (26/7/2019) pagi ini.

Data AirVisual: Udara Jakarta Terpantau Makin Tak Sehat Jumat Pagi
Suasana gedung bertingkat yang terlihat samar karena kabut polusi di Jakarta, Jumat (5/7/2019). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/wsj.

tirto.id - Masalah polusi udara di DKI Jakarta menjadi sorotan beberapa waktu belakangan. Berdasarkan pantauan AirVisual kualitas udara di Jakarta dinyatakan semakin tidak sehat atau memburuk pada Jumat (26/7/2019) pagi.

Data AirVisual pukul 08.53 WIB menunjukkan air quality index (AQI) Jakarta mencapai 184 atau tidak sehat (151-200) dengan kandungan polusi PM2.5 sebesar 119.8 mikrogram/m³.

Khususnya kualitas udara di kawasan BSD, Jakarta Selatan terpantau sangat tidak sehat dengan AQI 223. Tercatat mengandung polusi PM2.5 di kawasan perumahan kelas menengah atas itu mencapai 172.4 mikrogram/m³.

Sebagai catatan, ambang batas normal yang ditetapkan WHO untuk kandungan polusi PM2.5 adalah 25 mikrogram/m³ dan ambang batas normal polusi PM2.5 yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup adalah 65 mikrogram/m³.

Lebih rinci, wilayah Pegadungan tercatat memiliki kandungan polusi paling tinggi se-Jakarta dengan AQI 187. Di urutan kedua ada Pejaten Barat dengan AQI 181, disusul Rawamangun dengan AQI 173, dan di urutan ketujuh adalah Kemayoran dengan AQI 84.

Namun, angka tersebut diprediksi akan terus menurun sepanjang hari ini. Hal itu dikarenakan cuaca yang berawan disertai angin dan juga hujan yang diprediksi terjadi pada malam hari.

Atas hal itu, Airvisual merekomendasikan warga untuk tidak berolahraga di luar ruangan, tidak membuka jendela, dan menggunakan masker ketika hendak beraktivitas di luar ruangan.

Sebelumnya, Peneliti lingkungan sekaligus Direktur Koalisi Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin menilai, kualitas udara di Jakarta lebih buruk saat malam hari daripada saat siang hari.

Hal tersebut, kata pria yang akrab disapa Puput ini, dikarenakan polutan udara kotor dari knalpot dan cerobong pabrik yang sedari pagi hingga sore terbang ke atas, ketika malam hari kembali ke bawah dan berada di sekitar masyarakat.

Hal tersebut yang membuat keadaan kualitas udara di malam hari jauh lebih buruk, kata Puput.

"Jadi begitu ada kegiatan di pagi hari, [polutan] keluar dari knalpot, cerobong pabrik, dengan temperatur udara yang meningkat, ini ada kecenderungan naik. Mereka naik ke atas, ke atmosfer, kemudian di malam hari mereka akan turun lagi," kata Puput saat diskusi bersama para wartawan terkait kualitas udara yang buruk di kantor KPBB, Sarinah, Jakarta Rabu (24/7/2019) sore.

Ketika temperatur sudah turun dan jarang ada kegiatan memproduksi polutan di malam hari, ujar Puput, polutan akhirnya turun kembali ke daratan.

"Nah, sesungguhnya di situ kalau dalam konteks dari berbagai hasil pemantauan, baik yang dilakukan Pemda DKI Jakarta atau Kementerian LHK, atau Kedutaan Amerika Serikat, itu sama, hasilnya di malam hari memang tinggi," katanya.

Baca juga artikel terkait POLUSI UDARA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno