Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Darurat Corona di Indonesia: Pemerintah Dituntut Ambil Langkah Jitu

Kasus COVID-19 di Indonesia melonjak drastis dan muncul varian baru. Pemerintah diminta ambil langkah jitu, termasuk opsi PSBB secara tegas.

Petugas membawa peti jenazah untuk dimakamkan dengan protokol COVID-19 di TPU Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (15/6/21). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/nz.

tirto.id - Kasus COVID-19 di Indonesia makin menjulang dan varian baru yang berbahaya mulai menyebar. Rumah sakit rujukan di sejumlah daerah pun melaporkan peningkatan tingkat keterisian secara drastis. Pemerintah dituntut melakukan aksi cepat tanggap, salah satunya kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara ketat.

Salah satu rumah sakit yang mengalami lonjakan itu adalah Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, DKI Jakarta. Per 16 Juni 2021, Wisma Atlet sedang merawat 5.551 orang, bertambah 98 orang dari hari sebelumnya. Kenaikan kasus usai IdulfItri sudah diprediksi, karenanya pihak RSDC menambah kapasitas dari 5.994 tempat tidur menjadi 7.394 tempat tidur. Benar saja, dengan jumlah saat ini tingkat keterisian rumah sakit mencapai 75,05 persen.

“Jadi kalau pertambahan 500 [pasien] per hari, kita bisa tinggal hitung berapa hari lagi. Ini suatu kondisi yang betul-betul bagaimana kita harus mengerem di hulunya, di masyarakat,” kata Koordinator RSDC Wisma Atlet, Mayor Jenderal TNI dr. Tugas Ratmono pada Rabu (16/6/2021).

Ratmono menjelaskan, beberapa saat setelah hari raya Idulfitri, RSDC menikmati masa-masa paling lengang, yakni 900 pasien. Namun, kini penambahannya menggila hingga pada 13 Juni 2021, mencapai 625 pasien yang masuk dalam sehari.

“Ini jadi memberikan tenaga kita betul-betul luar biasa ekstra kerjanya. Ini menimbulkan suatu hal yang harus kita antisipasi lebih lagi,” kata dia.

Berdasarkan data Satgas Penanganan COVID-19, per Rabu (16/6/2021) didapati penambahan 9.944 kasus positif COVID-19 dan 196 orang meninggal dunia. Jumlah kasus baru diperoleh setelah melakukan tes terhadap 42.072 pasien sehingga positity rate mencapai 23,6 persen. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 5 persen.

Secara kumulatif, kasus COVID-19 di Indonesia mencapai 1.937.652. Dari data ini, 53.476 orang di antaranya meninggal dunia dan 1.763.870 orang lainnya sembuh. Dengan demikian, ada 120.306 orang yang masih dirawat.

Angka tersebut adalah yang tertinggi sejak 3 April 2021. Jawa Barat menjadi daerah dengan kasus aktif tertinggi yakni 23.602 kasus, kemudian Jawa Tengah dengan 21.209 kasus, DKI Jakarta 20.530 kasus, dan Papua 8.844 kasus.

Rumah Sakit Mulai Kewalahan

Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bandung Ema Sumarna mengatakan tingkat keterisian rumah sakit di Kota Bandung sudah mencapai 88,8 persen. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun meminta warga dari luar Kota Bandung untuk tidak datang. Untuk itu, pria yang akrab disapa Emil itu telah berkoordinasi dengan Polda Jabar untuk melakukan penyekatan di pintu-pintu masuk kota Bandung.

“Ini, kan, bukan hal baru, keselamatan jiwa masyarakat adalah nomor satu, jadi kalau situasinya sudah darurat, maka tindakan menyelamatkan nyawa itu akan jadi pilihan,” kata Emil dalam rilis yang diterima Tirto, Rabu (16/6/2021).

Di DKI Jakarta sendiri, kapasitas tempat tidur untuk perawatan COVID-19 mulai menipis. Dikutip dari laman Executive Information System Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dari 1.378 tempat tidur isolasi dengan tekanan negatif tersisa 249 tempat tidur (18 persen); dari 1.906 tempat tidur isolasi tanpa tekanan negatif tersisa 367 tempat tidur (19 persen).

Selain itu, dari 222 tempat tidur ICU tekanan negatif dengan ventilator hanya tersisa 18 tempat tidur (8 persen); dari 100 tempat tidur ICU tanpa tekanan negatif dengan ventilator tersisa 28 tempat tidur (28 persen); dari 82 tempat tidur ICU tekanan negatif tanpa ventilator tersisa 26 tempat tidur; dan dari 48 tempat tidur ICU tanpa tekanan negatif dan tanpa ventilator tersisa 11 tempat tidur (23 persen).

Membludaknya pasien COVID-19 juga terjadi di Solo. Kepala Dinas Kesehatan Kota Surakarta Siti Wahyuningsih mengatakan rata-rata tingkat keterisian rumah sakit di sana sudah mencapai 73 persen, bahkan tingkat keterisian ruang ICU mencapai 94,9 persen. Bahkan Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arifin Zainudin Surakarta, RS Panti Waluyo, RS Kasih Ibu, RS Hermina, dan RS Bung Karno sudah mencapai 100 persen.

Karena itu, Siti meminta rumah sakit meningkatkan kapasitas pelayanannya. Selain itu, pihaknya juga akan menggenjot vaksinasi untuk mencegah penularan.

“Kemarin sudah kami kumpulkan (rumah sakit) agar kapasitas ICU ditingkatkan, kalau terkendala alat kami usahakan untuk mintakan bantuan ke pemerintah pusat, tetapi kami tidak bisa menjanjikan itu,” kata Siti sebagaimana dikutip Antara pada Rabu (16/6/2021).

Di Kulon Progo, ada dua rumah sakit yang dijadikan rujukan yakni, RSUD Wates dan RSUD Nyi Ageng Serang. Di RSUD Wates, dari 30 kamar yang disiapkan hanya tersisa 7 kamar, sementara di RSUD Nyi Ageng Serang dari 10 kamar yang disiapkan tersisa satu ruangan.

Sementara itu, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi membenarkan banyak rumah sakit yang sudah penuh dengan pasien COVID-19, tetapi masih ada ruang untuk pusat karantina. Secara keseluruhan, rumah sakit di Kota Semarang menyiapkan 1.771 tempat tidur dan saat ini 82 persennya telah terisi. Untuk itu, ia meminta pengelola rumah sakit untuk memindahkan pasien yang telah membaik ke pusat karantina untuk membuka ruang bagi pasien baru.

Ia pun meminta kedisiplinan masyarakat untuk patuh pada protokol kesehatan. “Mau varian baru atau varian lama, sama bahayanya. Penyebarannya cepat. Semua harus lebih disiplin, lebih waspada, lebih ketat dalam protokol kesehatan,” kata Hendrar dikutip Antara pada Selasa (15/6/2021).

Munculnya Varian Baru COVID-19

Selain peningkatan mobilitas secara signifikan selama libur hari raya Idulfitri 2021, varian baru COVID-19 juga ditengarai menjadi biang keladi lonjakan kasus Corona di Indonesia.

Berdasarkan hasil tes genome sequencing yang dihimpun GISAID, sebanyak 73 sampel asal Indonesia positif terpapar variant of concern (VoC) Delta yang berasal dari India. Tentu jumlah penyebaran di lapangan jauh lebih besar dari angka itu karena tak semua sampel positif COVID-19 menjalani pemeriksaan whole genome sequencing.

Dari 73 sampel tersebut, 43 sampel ditemui di Indonesia pada Juni 2021 dan 22 sampel didapat dari RSUD Loekmono Hadi Kudus. Direktur RSUD Kudus Abdul Azis Achyar menjelaskan pihaknya hanya mengirim 34 sampel untuk diperiksa whole genome sequencing dan sebagian besarnya ternyata terpapar varian Delta.

“Saya sudah menduga kok lonjakannya cepat dan saya sudah prediksi,” kata Azis kepada reporter Tirto pada Rabu (16/6/2021). Ia menambahkan, “Ternyata menjadi booming di luar karena memang sampel yang kita kirim hampir 90 persen varian Delta.”

Epidemiolog dari Griffith University, Australia Dicky Budiman mengatakan, kendati terjadi lonjakan kasus di sejumlah daerah, tetapi kondisi saat ini masih bisa dikendalikan bila ada aksi yang tepat dan serius dari pemerintah dan masyarakat.

Ia mengatakan, yang harus dilakukan tak berbeda dari sebelumnya. Pemerintah harus meningkatkan kualitas dan kuantitas tes, penelusuran riwayat kontak, dan isolasi sekaligus menggenjot vaksinasi, kata dia. Sementara masyarakat harus terus menggunakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.

“Saat ini relatif masih bisa kita kendalikan kalau kita upayakan bersama dengan sangat cepat dan tepat,” kata Dicky kepada reporter Tirto pada Rabu (16/6/2021).

Menurut Dicky, saat ini jumlah tes dan penelusuran riwayat kontak di Indonesia masih sangat rendah sehingga kasus yang didapat pun hanya puncak gunung es.

Selain itu, pemerintah juga diminta mempertimbangkan untuk menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara tegas. Hal itu untuk mengerem penyebaran agar fasilitas kesehatan tidak sampai kolaps seperti di India. Untuk itu, pemerintah harus menyiapkan dukungan logistik untuk masyarakat kelas menengah ke bawah.

“PSBB tidak harus jadi yang utama, tapi bisa jadi opsi darurat yang dipersiapkan untuk memukul ketika situasi tidak terkendali sekali, untuk meredam dan memberikan waktu ketika kolaps fasilitas kesehatan,” kata Dicky.

Satgas COVID-19 Minta Daerah Optimalkan Posko

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito meminta pemerintah daerah mengoptimalkan posko-posko untuk mencegah lonjakan COVID-19. Menurutnya, posko mesti menjadi wadah koordinasi antarperangkat masyarakat di tingkat terkecil yakni desa dan kelurahan yang notabene memiliki peran penting dalam pelaksanaan PPKM skala mikro dan meningkatkan kualitas penanganan COVID-19 sehingga kasus dapat ditekan.

Berdasarkan evaluasi satgas, ada 15 daerah yang mengalami peningkatan kasus dan tingkat keterisian rumah sakit, 11 daerah di antaranya memiliki tingkat pembentukan posko yang rendah atau di bawah 50 persen. Sementara 4 daerah lainnya memiliki jumlah posko yang memadai, tetapi masih mengalami lonjakan. Wiku menengarai, posko-posko itu tidak berjalan dengan baik.

“Ingat, posko modal kita melawan COVID-19 pada tingkat terkecil," ujar Wiku saat memberi keterangan pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Selasa (15/6/2021) yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Baca juga artikel terkait UPDATE CORONA INDONESIA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz
-->