Menuju konten utama

Dari AK-47 sampai Iklan Pop-Up: Benda-Benda yang Disesali Penemunya

Sejenius apapun, tak semua penemuan membuat para penemunya bangga.

Kolase ilustrasi ilmuwan Mikhail Kalashnikov (kiri pertama), Ethan Zuckerman (kiri kedua), Albert Einsteins (kiri ketiga) dan Alfred Nobel (pojok kanan) foto dihimpun dari AP Photo dan Wikipedia CC. tirto.id/Hafitz Maulana

tirto.id - Sejak manusia modern alias Homo sapiens beranak-pinak dan menguasai bumi sekitar 70.000-100.000 yang lalu, berbagai rupa alat telah tercipta untuk menunjang aktivitas kehidupan mereka.

Peralatan pertama manusia paling primitif terbuat dari benda-benda yang paling mudah ditemukan di alam sekitar seperti batu, kayu, tulang, dan lainnya di periode Zaman Batu. Benda-benda itu dijadikan alat memotong daging maupun senjata untuk berburu maupun mempertahankan diri.

Ribuan tahun berikutnya, penemuan peralatan manusia makin canggih dan tak sedikit yang menentukan garis sejarah umat manusia. Penemuan mesin uap misalnya, memicu revolusi industri di Inggris mulai 1760-an atau belakangan disebut Revolusi Industri 1.0.

Selain meningkatkan produksi, Revolusi Industri 1.0 juga mendorong berbagai penemuan lain, seperti bola lampu (1878), telegraf (1840), dan mobil (1886). Kini revolusi industri diyakini sedang mencapai fase 4.0 yang ditandai tren otomatisasi dan pertukaran data, penemuan bidang cyber, komputasi, dan temuan turunan digital lainnya.

Lazimnya, sang penemu akan merasa bangga karena berhasil menciptakan alat yang memudahkan pekerjaan atau memenuhi keinginan manusia. Nyatanya, tak semua penemu merasakan hal tersebut. Beberapa malah merasa menyesal atau kecewa dengan temuannya.

Nama Alfred Bernhard Nobel lebih dikenal karena Hadiah Nobel tahunan yang telah diberikan selama lebih dari 100 tahun terakhir. Tetapi ide pemberian Hadiah Nobel itu tidak muncul dengan sendirinya. Ada rasa bersalah di balik penghargaan tersebut.

Dilansir dari Live Science, saat belajar kimia di Paris, Nobel bertemu dengan ahli kimia asal Italia, Ascanio Sobrero. Keduanya terlibat proyek penelitian yang pada 1847 berhasil menemukan nitrogliserin, bahan peledak cair berminyak yang diramu dengan menggabungkan gliserin, asam nitrat dan asam sulfat.

Temuan nitrogliserin kemudian dikembangkan oleh keluarga Nobel yang berlatar belakang pengusaha untuk kebutuhan industri. Nahas, dalam sebuah percobaan pada 1864, Emil (adik Alfred Nobel) dan beberapa orang lainnya tewas karena ledakan nitrogliserin di salah satu pabrik mereka di Swedia.

Peristiwa kecelakaan tersebut mendorong Nobel untuk kembali meracik nitrogliserin yang aman. Serangkaian percobaan tak jarang memakan korban jiwa. Pada 1867, ia sukses menemukan racikan yang tepat dengan mencampurkan nitrogliserin dengan tanah diatom. Walhasil, ledakan diklaim lebih stabil. Temuannya ini diharapkan berguna bagi perusahaan pertambangan untuk menghancurkan bebatuan. Nobel kemudian mematenkan temuan tersebut dengan nama Dinamit, diambil dari kata Yunani dunamis yang artinya “kekuatan”.

Seketika dinamit menjadi sangat populer dan merevolusi dunia pertambangan dan konstruksi. Nobel sendiri tumbuh menjadi seorang kaya raya. Namun, dalam perkembangannya, dinamit malah dipakai di dunia militer untuk berperang. Salah satu yang paling awal adalah pada Perang Jerman-Perancis (1870). Sejumlah surat kabar Perancis bahkan menggambarkan Nobel sebagai pria tajir pencabut nyawa.

Nobel kaget menyaksikan pemberitaan soal dinamit dan dirinya. Satu tahun sebelum meninggal dunia pada 1896, Nobel menulis surat wasiat yang berpesan menyisihkan sebagian besar tanah miliknya yang luas untuk mendanai penghargaan Hadiah Nobel yang akan diberikan kepada tiap orang yang dianggap berjasa di bidang fisika, kimia, kedokteran, sastra, ekonomi dan perdamaian. Penghargaan Hadiah Nobel digelar tiap tahun sejak 1901.

Sebenarnya Alfred Nobel tidak pernah secara eksplisit mengatakan menyesal telah menemukan dinamit. Dilansir dari Quartz, menurut Bertha von Suttner, aktivis perdamaian dari Austria yang bertemu Nobel pada 1876, Nobel mengaku berharap bisa menemukan bahan berdaya ledak tinggi untuk mengakhiri peperangan. Tentu saja angan-angan Nobel tak terwujud.

Penyesalan Penemu Bom Atom

Yang menyesali penemuan karena perang tak cuma Nobel seorang.

Dua raksasa fisika Julius Robert Oppenheimer dan Albert Einstein mungkin tak akan pernah menyangka Hiroshima dan Nagasaki di Jepang bakal hancur lebur itu setelah Amerika Serikat menjatuhkan bom atom pada 1945. Aksi pengeboman itu memang sukses membuat Jepang takluk dan turut mengakhiri Perang Dunia II, tapi dengan harga ratusan ribu nyawa warga sipil Jepang.

Dalam kasus ini, fisikawan AS Oppenheimer adalah orang yang paling merasa bersalah atas terciptanya bom atom. Pasalnya, ia menjabat sebagai direktur proyek Manhattan yang dibentuk untuk melakukan riset dan pengembangan senjata nuklir saat Perang Dunia II berkobar.

"Pemerintah kita [AS] seharusnya bertindak dengan pandangan jauh ke depan dan kejelasan untuk mengabarkan kepada Jepang dan dunia apa arti bom itu," tulis Oppenheimer.

Beberapa tahun setelah Hiroshima dan Nagasaki lumpuh total, Einstein baru mengungkapkan penyesalannya karena telah menandatangani surat kepada Presiden AS Franklin D. Roosevelt tentang desakannya untuk mendukung penelitian para fisikawan mengenai penggunaan nuklir sebagai senjata perang.

Einstein percaya bahwa Jerman sedang mengembangkan bom atom. Ternyata, kekhawatirannya itu tak terbukti. "Seandainya saya tahu bahwa Jerman tidak akan berhasil memproduksi bom atom," kata Einstein dikutip dari The Atlantic. "Saya tidak akan pernah menandatanganinya."

Jika ditanya apa senapan yang paling populer di abad ke-20, jawabannya sudah pasti senapan serbu otomatis AK-47 buatan Mikhail Kalashnikov. Senapan itu pertama kali muncul pada 1945 dan didesain Kalashnikov untuk memperkuat sistem pertahanan Uni Soviet.

Faktor biaya produksi murah dan desain sederhana membuat Kalashnikov merasa berdosa. Ia tak nyaman melihat AK-47 digunakan dalam perang dan kejahatan di berbagai belahan dunia.

Sebelum meninggal di usia 94 tahun pada 2013 lalu, Kalashnikov menulis surat kepada Patriarkh Kirill, pemimpin tertinggi Gereja Ortodoks Rusia. Isinya penyesalan atas senjata yang ia pernah ia ciptakan dan kembangkan.

"Saya terus memiliki pertanyaan yang sama dan belum terpecahkan: jika senapan saya merenggut nyawa orang, maka mungkinkah saya ... seorang Kristen Ortodoks, yang harus disalahkan atas kematian mereka?" tulisnya gelisah.

Efek penyemprot lada (pepper spray) memang tak semematikan AK-47, tapi sama-sama disesali penemunya. Alat itu kerap dipakai oleh aparat kepolisian untuk mengurai massa demonstran. Namun Kamran Logham si penemu penyemprot lada merasa sangat kecewa ketika polisi memakai alat temuannya itu untuk menyerang demonstran damai di Universitas California pada 2011.

"Saya belum pernah melihat penggunaan bahan kimia yang tidak tepat dan tidak patut seperti itu," katanya kepada New York Times.

Infografik Penemuan yang Disesali

undefined

Kekecewaan pria yang bekerja untuk FBI ini cukup beralasan. Pasalnya, selain menemukan alat tersebut pada 1980-an, ia juga yang menyusun panduan penggunaan penyemprot lada. Menurut buku panduan tersebut, semprotan lada hanya dipakai jika petugas polisi mendapat ancaman secara fisik.

Tak cuma kekerasan fisik yang membuat penemu menyesali penemuannya.

Iklan pop-up yang kerap muncul tiba-tiba tanpa permisi di laman media online dan menutupi konten ternyata juga membuat penemunya merasa tak nyaman.

Dalam esainya untuk The Atlantic tahun 2014, sang penemu Ethan Zuckerman mengaku mendesain iklan pop-up itu saat menjadi karyawan web Tripod. Perusahaan tempat ia bekerja kala itu sedang kesulitan mencari sumber pemasukan. Sampai akhirnya muncul ide dari Zuckerman untuk membikin iklan pop-up itu.

"Kami akhirnya menciptakan satu dari sebagian besar alat yang dibenci dalam toolkit pengiklan: iklan pop-up." jelas Zuckerman. "Saya memogram kode untuk membuka jendela (pop-up) dan menjalankan iklan di dalamnya. Mohon maaf. Niat kami baik."

Nampaknya Nobel, Oppenheimer, Einstein, Kalashnikov, dan Logham mungkin pernah berucap hal yang sama: "Niat kami baik".

Baca juga artikel terkait PENEMUAN TEKNOLOGI atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Humaniora
Penulis: Tony Firman
Editor: Windu Jusuf
-->