Menuju konten utama

Dapatkah Airless Tire Gantikan Teknologi Ban Konvensional?

Kini, banyak produsen ban mulai menghadirkan teknologi ban tanpa angin. Kendati punya banyak nilai plus, teknologi ini ternyata masih memiliki kekurangan.

Ban Airless Tire. FOTO/commons.wikimedia.org/Own work/Matti Blume

tirto.id - Tanggal 5 Juni 2019 lalu adalah hari kelabu bagi para penggemar sepak bola. Pasalnya, mantan bintang Arsenal Jose Antonio Reyes meninggal karena kecelakaan mobil. Dikutip dari laman The Sun, Mercedes Brabus S550V yang ditumpanginya kehilangan kendali setelah bannya bocor saat dipacu dalam kecepatan 147 mph atau sekitar 230 km/jam.

Pesepakbola berusia 35 tahun berkebangsaan Spanyol itu meninggal seketika pada hari Sabtu waktu setempat di kota Alcala de Guadaira dekat Sevilla, akibat lalai melakukan perawatan ban. Masih dari Sun, diketahui bahwa tekanan ban mobil Mercedes yang dipacu Reyes memang tidak berada dalam kondisi yang ideal.

Terlepas dari kejadian tragis yang menimpa Reyes, kecelakaan yang diakibatkan karena masalah pada ban sesungguhnya telah menjadi perhatian banyak pihak. Di Inggris misalnya, Department for Transport (Dft) mengungkap bahwa buruknya perawatan pada ban mobil menjadi alasan umum terjadinya kecelakaan pada tahun 2016.

Dilansir Autocar, sepanjang tahun tersebut, kerusakan ban menjadi penyebab utama dari 446 kecelakaan. Faktor ban mengalahkan kejadian yang diakibatkan karena rem rusak, yakni sebanyak 81 kecelakaan.

Tekanan rendah dan tapak ban yang aus ternyata merupakan sejumlah faktor utama mengapa ban mobil dapat pecah ketika digunakan. Pendiri dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu mengatakan bahwa ban mobil yang kekurangan angin akan lebih cepat panas karena permukaan ban yang kontak langsung ke aspal lebih luas.

"Jadi, lapisan ban bakal cepat memuai dan pecah mendadak. Tapi, pecah ban bisa karena berbagai hal, misalnya jalanan yang jelek, cara mengemudi, atau karena faktor benda lain yang terlindas ban," ungkapnya kepada Tirto.

Ia pun menyarankan pengemudi rajin mengecek tekanan angin dan memantau indikator TWI, atau tingkat keausan ban, sebelum mobil dipakai jarak jauh. Selain itu, perlu juga mengetahui usia ban karena ban yang sudah kedaluwarsa lapisan karetnya akan getas dan mudah pecah.

Meski terkesan sepele, ban merupakan bagian penting dari mobil. Inilah mengapa sejumlah produsen ban terus melakukan pengembangan teknologi ban tanpa angin. Teknologi ini memang memberikan lebih banyak keuntungan, terutama dari sisi efisiensi dan perawatan yang lebih rendah ketimbang ban konvensional.

Run Flat dan Airless Tire

Produsen ban sudah lama mencurahkan lebih banyak perhatian untuk melahirkan ban yang mampu berjalan tanpa angin. Salah satu teknologi yang lahir dari upaya itu adalah run flat tire. Jenis ban ini membuat mobil masih bisa berjalan meski dalam keadaan ban kempis.

Teknologi run flat tire memungkinkan pengendara terus memacu kendaraannya hingga sejauh 100 mil atau setara 160 km meski ban tertusuk sesuatu hingga udaranya habis. Hal ini jelas memberikan ketenangan bagi para pengemudi, selain juga mengurangi bobot berlebih dari perlengkapan ban cadangan yang ujung-ujungnya bisa meningkatkan efisiensi bahan bakar.

Belakangan, riset terkait ban tanpa angin semakin berkembang lagi. Michelin dan General Motors (GM), misalnya, telah bekerja sama menciptakan ban tanpa udara yang akan mengganti ban tradisional berisi angin. Mereka menyebut teknologi ini dengan Uptis Prototype (singkatan dari Unique Puncture-proof Tire System).

Dilansir CNN, ban yang diperkenalkan pada awal Juni 2019 di Montreal, Kanada, ini masih serupa dengan ban konvensional yang memiliki tapak utama di bagian tengah, namun sisi kanan kirinya tidak ada dinding ban.

GM mengklaim ban ramah lingkungan ini menggunakan bahan baku yang lebih sedikit, serta dapat bertahan lebih lama dari ban konvensional. Penemuan baru ini juga disebut akan mengurangi jumlah ban bekas yang dibuang orang. Lebih lanjut, Michelin menyebutkan bahwa sebanyak 200 juta ban dibuang tiap tahun karena kerusakan, seperti ledakan dan keausan tidak merata yang disebabkan oleh tekanan ban tidak tepat.

Head of Global Purchasing and Supply Chain GM, Steve Kiefer mengatakan bahwa Uptis merupakan produk yang ideal untuk mendorong industri otomotif ke masa depan.

Michelin berharap ban Uptis ini segera dipasarkan mulai tahun 2024, terutama untuk mobil-mobil keluaran Chevrolet. Sebagai bagian dari riset, sebuah Chevrolet Bolt pun telah diuji coba berkendara menggunakan ban teknologi baru ini

Tak hanya Michelin dan GM yang menelurkan inovasi, sejumlah produsen ban lainnya juga telah bergabung dalam perlombaan teknologi ini. Goodyear, misalnya, telah memamerkan ban airless bernama Aero. Ban ini memiliki jari-jari berbilah yang menyerupai kipas pada bagian dalam ban, yang fungsinya sebagai struktur penahan beban kendaraan.

Kemudian, ada pula Bridgestone yang sempat mengenalkan ban tanpa angin untuk kendaraan roda dua. Sama seperti dua produsen sebelumnya, ban non-pneumatik ini memiliki keuntungan tanpa perawatan. Karena tak perlu diisi angin, anti bocor, serta kebal terhadap tusukan benda tajam.

Apa Plus Minusnya?

Sebelum mengembangkan untuk kendaraan roda empat, Michelin lebih dulu mengembangkan ban tanpa angin untuk kendaraan ringan seperti skuter ringan maupun segway. Meski pasarnya kecil, pengembangan pada kendaraan demonstrasi itu jadi hal tepat bagi pengembangan ban yang disebut dengan Tweel (sebutan Michelin untuk Tire and Wheel) itu.

Dengan Tweel, sebuah skuter dapat menyeimbangkan diri sendiri karena bentuk ban yang cenderung lebih mengotak ketimbang membulat seperti saat diisi angin. Bentuk yang membulat ini disebut-sebut sebagai kelemahan mendasar ban konvensional. Dilansir New York Times, tekanan angin pada ban radial biasa akan didistribusikan merata ke segala arah. Hal ini menjaga ban tetap bulat, tetapi turut membuatnya kaku dan membuat pengendaraan jadi lebih keras.

Tweel, sementara itu, diklaim lebih fleksibel karena tak memiliki angin. Tweel juga mampu menyesuaikan dengan beragam kondisi permukaan jalan. Jari-jari dari bahan polyurethane pada ban ini membantu menyerap benturan dari jalan, serupa dengan fungsi angin pada ban konvensional.

Jari-jari ini efektif mengganti tekanan udara dan sanggup mendistribusikan beban dengan baik. Indikatornya terlihat dari jejak ban di tanah yang mirip dengan jejak ban berisi angin. Lebih penting lagi, respons kemudi saat di tikungan juga masih sangat baik.

Lebih lanjut, selain tahan terhadap paku di jalan, ban ini juga lebih awet dua sampai tiga kali dari ban radial biasa. Selain itu, tapaknya bisa diganti dengan yang baru ketika mulai aus.

Infografik Airless Tire

Infografik Airless Tire. tirto.id/Sabit

Karena bebas perawatan dan tidak memiliki risiko, ban tanpa angin juga sudah dipakai untuk keperluan khusus. Salah satunya untuk kendaraan operasional tentara, bisnis kontruksi, hingga eksplorasi planet lain. Mengutip dari Autoevolution, pada 2009, Michelin telah mengembangkan Tweel untuk NASA lewat kendaraan Michelin Lunar Wheel.

Dengan ban ini, Lunar Wheel bisa bergerak lebih fleksibel pada tanah yang gembur maupun padat. Selain itu, dengan massa lebih rendah dan daya angkut lebih tinggi, menjadikan Tweel 3,3 kali lebih efisien dibandingkan roda Apollo Lunar Rover yang asli.

Walau demikian, di balik kelebihannya, ban tanpa angin juga masih memiliki kekurangan. Yang pertama adalah gesekan yang lebih besar ke permukaan jalan. Tweel memiliki angka gesekan yang lebih besar 5 persen dibandingkan dengan ban radial biasa. Selain itu, ban ini tidak lebih ringan dari ban konvensional.

Kelemahan terbesar Tweel juga ada pada getarannya. Di atas 50 mph atau sekitar 80 km/jam, ia akan bergetar serta menghasilkan suara dan panas. Tak heran, saat ini Tweel lebih banyak dipakai oleh kendaraan kecepatan rendah saja.

Terakhir, namun tidak kalah pentingnya, penggunaan ban tanpa angin akan mengubah konstruksi pelek dan ban karena Tweel sudah terdiri dari satu set roda dan pelek. Penggemar pelek-pelek keren dengan profil ban tipis mungkin tidak menyukai hal ini karena ini berarti mereka tidak dapat lagi leluasa mengganti pelek dan profil ban sesuai dengan desain favorit mereka.

Baca juga artikel terkait BAN MOBIL atau tulisan lainnya dari Dio Dananjaya

tirto.id - Otomotif
Penulis: Dio Dananjaya
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara