Menuju konten utama

Dana Mitigasi Cuaca Ekstrem Diperkirakan Capai 40% dari PDB 2050

BI memproyeksikan biaya menanggulangi cuaca ekstrem bisa mencapai 40 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2050.

Dana Mitigasi Cuaca Ekstrem Diperkirakan Capai 40% dari PDB 2050
Layar memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (17/6/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp.

tirto.id - Bank Indonesia (BI) memproyeksikan biaya menanggulangi cuaca ekstrem bisa mencapai 40 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2050. Angka itu berpotensi semakin besar jika masalah cuaca tidak segera dimitigasi atau ditangani.

"Apabila kita kuantifikasi biaya akibat cuaca ekstrem bisa mencapai 40 persen dari PDB Indonesia di 2050," kata Deputi Gubernur BI, Juda Agung di Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022).

Juda mengatakan, dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi seringkali tidak memperhatikan kerusakan lingkungan. Alhasil kelompok masyarakat miskin menjadi kelompok paling rentan mengalami kerugian akibat degradasi lingkungan. Mulai dari udara, banjir, kekeringan, dan hilangnya akses ke sumber daya produksi.

"Apabila pemerintah konsisten melakukan berbagai langkah mitigasi sesuai komitmen Indonesia dalam perjanjian Paris Agreement maka pendanaannya dapat merosot signifikan hanya 4 persen terhadap PDB," ujarnya.

Atas dasar itu, dia menekankan pentingnya kesadaran untuk mendorong pembangunan ekonomi dan menjaga lingkungan harus dilakukan secara simultan.

Sebelumnya, Juda mengatakan, jika tidak tidak bergegas melakukan berbagai kebijakan dan upaya menuju ekonomi hijau, maka dampaknya akan sangat signifikan pada ekonomi dan keuangan dalam negeri. Sehingga transformasi ini mesti dilakukan.

"Pertama, kita akan kehilangan kesempatan ekspor karena adanya hambatan ekspor terhadap produk yang tidak memenuhi standar hijau," ujarnya.

Juda mengatakan, dampak lain jika transformasi ekonomi hijau tidak dilakukan, maka investasi industri rendah karbon seperti mobil listrik akan beralih ke negara lain.

Terlebih saat ini ada sejumlah negara telah memiliki kebijakan yang jelas tentang industri rendah karbon.

"Ketiga, akses terhadap keuangan global semakin terbatas karena preferensi investor keuangan pada sektor green economy," pungkas dia.

Baca juga artikel terkait CUACA EKSTREM atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang