Menuju konten utama

Dampak Oversharing di Medsos: Berpengaruh Baik & Buruk pada Karier

Setiap orang mungkin bisa memposting apapun sesuka hati di media sosial, namun yang perlu dipahami adalah perlukah itu dilakukan?

Dampak Oversharing di Medsos: Berpengaruh Baik & Buruk pada Karier
Ilustrasi Oversharing di media sosial. foto/Istockphoto

tirto.id - Kegiatan membagikan foto dan video merupakan hal yang wajar di media sosial. Faktanya, selain foto atau video media sosial juga memungkinkan penggunanya berbagi apapun, termasuk lokasi, data pribadi, hingga cuitan-cuitan yang mungkin bukan untuk dikonsumsi publik. Fenomena ini disebut oversharing.

Sesuai dengan sebutannya, oversharing adalah perilaku seseorang membagikan berbagai hal yang seharusnya personal kepada publik secara berlebihan.

Fenomena ini bisa dengan mudah ditemui pada media sosial. Dampak dari maraknya media sosial adalah akses informasi pribadi menjadi lebih mudah ditemukan. Bukan hal yang mustahil bagi orang-orang untuk menemukan banyak informasi tentang orang lain dengan pencarian sederhana Google.

Menurut studi yang dipublikasikan dalam Jurnal Psikologika pada 2020, perilaku oversharing dipengaruhi oleh motif menjaga relasi sosial, presentasi diri, hingga hiburan. Sementara Konsorisum Psikologi Ilmiah Nusantara (KPIN) menambahkan bahwa oversharing dipengaruhi oleh keingingan untuk pengakuan dan keinginan untuk dikagumi orang lain.

Bisa jadi sebuah peluang

Hanif Akhtar, peneliti dalam Jurnal Psikologika mengklaim bahwa fenomena oversharing tidak hanya memiliki sisi negatif, namun juga positif.

Oversharing, menurut Akhtar, dapat dimanfaatkan sebagai kajian asasemen kepribadian pelaku khususnya dalam lingkup media sosial. "Setidaknya, perilaku berbagi individu, terutama orang Indonesia dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan untuk melihat kepribadian seseorang yang sesungguhnya" klaim Akhtar dalam jurnal tersebut.

Tidak hanya itu oversharing kehidupan pribadi, saat ini bisa jadi cara yang lumrah untuk mendapatkan sorotan publik yang dapat menciptakan keuntungan. Cara ini banyak dilakukan oleh banyak public figure di seluruh dunia. Contoh yang paling populer, seperti yang telihat dalam acara Keeping Up With The Kardashians.

Acara tersebut menampilkan keseharian sang pemain, yaitu anggota keluarga sosialita Kardashian. Banyak hal yang dibagikan dalam acara tersebut mulai dari kehidupan keluarga, pekerjaan, hingga kehidupan asmara. Acara tersebut bisa dibilang cukup sukses dan membawa keuntungan bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Bisa berdampak pada karier

Tindakan oversharing bisa jadi menyebabkan dampak hukum yang serius hingga memengaruhi karier. Sebagai contoh, kasus yang terjadi pada dua pemadam kebakaran di Kanada 2013 lalu. Matt Bowman dan Lawaun Edwards, kehilangan pekerjaan mereka setelah menuliskan tweet bernada misoginis pada 2013.

Dikutip dari CBC, Bowman sempat memposting kalimat dengan kata kasar mengenai tindakan yang akan ia lakukan apabila merasa terganggu oleh seorang wanita.

Tweet ini lantas dibalas oleh rekannya, Edwards dengan nada serupa dan berisi kalimat kekerasan. Tidak butuh waktu lama untuk membuat tweet tersebut viral. Akibatnya, banyak orang yang mendesak proses pemecatan Bowman dan Edwards dari pekerjaannya sebagai pemadam kebakaran.

Kasus Bowman dan Edwards ini hanyalah satu dari banyak kasus. Apalagi saat ini media sosial banyak digunakan sebagai acuan dalam memastikan kondisi psiko-sosial individu untuk berbagai kepentingan, termasuk pekerjaan.

Dalam survey yang dipublikasikan oleh Career Builder di 2017 menyebutkan bahwa 70 persen perusahaan menggunakan media sosial untuk meneliti kandidat selama proses perekrutan.

Tidak semua hal bisa diposting

Tentu banyak orang sepakat bahwa tidak semua hal dapat dibagikan di media sosial. KPIN menyebut bahwa oversharing dapat berdampak pada kehilangan privasi hingga memicu tindak kriminalitas.

Sejalan dengan hal tersebut Universitas Stevenson dalam rilisnya menyebutkan adanya fenomena pengumpulan data pasif dari para pelaku oversharing. Informasi bisa didapat dari apapun, termasuk dari sebuah foto selfie sekalipun.

"Seseorang dapat menggunakan data itu untuk mendapatkan lokasi geografis yang tepat dari tempat foto itu diambil" kata Tyler Cohen Wood, pakar dunia maya dan pembicara publik seperti yang dikutip dari laman resmi Universitas Stevenson.

Bijak adalah kata yang tepat dalam menggunakan sosial media. Perilaku oversharing, meski disatu sisi bisa jadi menguntungkan, namun tidak menutup dampak negatifnya. Setiap orang mungkin bisa memposting apapun sesuka hati di media sosial, namun yang perlu dipahami adalah perlukah itu dilakukan?

Baca juga artikel terkait OVERSHARING atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: Yonada Nancy
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Yulaika Ramadhani