Menuju konten utama

Dampak Krisis Evergrande ke Rupiah dan Pasar SBN, Kata Gubernur BI

Krisis gagal bayar perusahaan properti China Evergrande tak mempengaruhi pasar SBN domestik serta nilai tukar rupiah, menurut Gubernur BI Perry Warjiyo.

Dampak Krisis Evergrande ke Rupiah dan Pasar SBN, Kata Gubernur BI
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (20/2/2020). ANTARAFOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo berpendapat krisis gagal bayar perusahaan properti China Evergrande tak mempengaruhi pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik serta nilai tukar rupiah.

"Sejauh ini memang pengaruhnya terhadap Indonesia di awal itu terjadi pada pasar modal tapi kemudian berangsur mereda. Sementara dampaknya di pasar SBN maupun nilai tukar rupiah tidak nampak," tegas Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan September 2021 secara daring di Jakarta, Selasa (21/9/2021).

Tak berpengaruhnya pasar SBN tersebut, menurut dia, terlihat dari derasnya aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia, terutama dalam periode Juli hingga 17 September 2021 yang mencatatkan nett inflows sebesar 1,5 miliar dolar AS.

Meski begitu, Perry Warjiyo tak menampik krisis Evergrande sempat mempengaruhi pasar modal domestik, sebagai implikasi terganggunya pasar keuangan global.

"Jadi memang gangguan di pasar modal murni berasal dari faktor eksternal bukan karena faktor domestik," ujarnya.

Tetapi ia memperkirakan perkembangan pasar modal Indonesia ke depannya akan lebih dipengaruhi oleh kondisi fundamental seiring dengan perkembangan ekonomi yang terus membaik di dalam negeri, daripada terpengaruh kondisi teknikal di pasar keuangan global.

Dengan keyakinan ekonomi Indonesia yang membaik, defisit transaksi berjalan yang rendah, cadangan devisa yang besar, dan berbagai perbaikan yang dilakukan, terdapat kecenderungan nilai tukar rupiah juga akan terus menguat atau setidaknya stabil ke depannya.

"Maka dari itu, BI akan terus memantau perkembangan ekonomi dan pasar keuangan global, tidak hanya yang terjadi di China, namun juga di Amerika Serikat yang berkaitan dengan isu pengurangan likuditas atau tapering off Bank Sentral AS, The Fed," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo.

Sedangkan IHSG pada perdagangan Selasa (21/9/2021) sore ditutup melemah, seiring meningkatnya kekhawatiran pelaku pasar terhadap dampak dari potensi gagal bayar utang raksasa pengembang properti China Evergrande Group.

IHSG melemah 15,56 poin atau 0,26 persen ke posisi 6.060,76. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau Indeks LQ45 turun 3,1 poin atau 0,36 persen ke posisi 851,73.

"Pergerakan pasar saham Asia merespons negatif kasus meningkatnya risiko di China di mana perusahaan properti terbesar di negara tersebut sedang dicermati oleh pelaku pasar di seluruh dunia," tulis Tim Riset Pilarmas Investindo Sekuritas dalam kajiannya di Jakarta, Selasa (21/9/2021).

Regulator telah memperingatkan bahwa kewajiban China Evergrande Group sebesar 305 miliar dolar AS dapat memicu risiko yang lebih luas terhadap sistem keuangan China jika utangnya tidak distabilkan.

Dari dalam negeri, pelaku pasar merespons positif keputusan Bank Indonesia (BI) untuk kembali mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate pada 3,5 persen. Keputusan itu sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan, di tengah perkiraan inflasi yang rendah dan upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Baca juga artikel terkait KRISIS EVERGRANDE

tirto.id - Bisnis
Sumber: Antara
Editor: Maya Saputri